Halaman:Cerita Rakyat Daerah Irian Jaya.pdf/90

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dah senja.

Setelah beberapa saat berjalan ia melihat dari kejauhan bahwa disana terdapat sebuah pondok. Ia mendekati pondok tersebut, lalu melihatnya kedalam, tetapi tak seorangpun yang dijumpainya. Tampaknya pondok tersebut tidak terurus, bahkan sisa sisa kulit serta tulang hewan panahan hasil-hasil pemburuan berhamburan disana sini. Sebagian dari pondok itu terbuat dari tulang belulang hewan. Yang mengherankan sigadis tersebut ialah bahwa didalam pondok tersebut tidak terdapat perapian untuk persiapan makanan serta untuk mendiang dihari hujan. Walaupun demikian sigadis memasuki pondok tersebut, serta menantikan siapakah penghuninya.

Setelah beberapa saat berada didalam pondok tersebut seraya menantikan kedatangan sipemiliknya, sigadis menggosok-gosokkan rotan dengan kayu untuk mendapatkan api. Setelah beberapa saat menggosok maka keluarlah api, maka iapun membuat sebuah tungku lalu dibuatnya api. Tidak lama kemudian muncullah sang pemuda memikul seekor babi sebagai hasil dari buruannya. Ketika sang pemuda melihat bahwa pondoknya terang disinari cahaya api, iapun mundur sebentar, untuk meramal siapakah pembuat api itu. Ramalannya tertuju kepada sang gadis yang pernah dipanahnya beberapa saat yang lalu. Sang pemuda memberanikan diri untuk memasuki pondok tersebut. Ketika melihat sang pemuda itu datang sigadis tertawa tersipu-sipu, karena ia mengkonstatir bahwa sang pemuda itu adalah seorang keturunan dewa. Pertemuan mereka makin hari makin intim, maka merekapun hidup disana sebagai suami isteri. Oleh karena didalam pondok tersebut tidak terdapat perapian maka ia mengkonstater bahwa sipemuda ini belum pernah memakan makanan yang masak. Karena makannya yang belum pernah dimasak, bau mulut sipemuda ini sangat mengerikan, karena menghembuskan napas yang busuk.

Untuk menghilangkan bau mulut tersebut, ia menyuguhkan sang suaminya dengan makanan keladi bakar yang diselipi dengan bu1u anjing. Setelah itu barulah ia menyuguhkan makanan masak kepada suaminya. Karena enaknya makanan masak yang disuguhkan sang isteri ia memakan makanan tersebut dengan lahapnya. Sejak ia mengecap makanan masak itu ia meninggalkan cara hidupnya yang lama, serta mulai dengan pola hidup yang baru. Sang isteri mengajari menganyam atap dan lain sebagainya

74