Sementara semua pria pergi mencari bahan-bahan ini, para wanita dari Unir ini tinggal di kampung untuk mencari dan mengumpulkan kayu api. Ketika seorang wanita dari golongan Warse pergi melihat ditempat kayu api yang ditebangnya, ternyata ada wanita-wanita dari Unir sedang membela kayu itu. Wanita dari Warse itu langsung menegurnya : ”Itu kayu kepunyaan kami. Mengapa kamu tidak minta izin dari kami ?” .
Wanita-wanita yang membela kayu itu menjawab : ”
”Kayu ini, kami sendiri yang menebangnya, karena itu kami berhak membelah.” Maka terjadinya pertengkaran besar, hingga seorang wanita dari Warse membelah kepala dari salah seorang
dari Unir. Pertengkaran itu demikian hebatnya, hingga kedua belah pihak tidak berdaya lagi. Datanglah seorang tua dari Warse untuk mencoba mendamaikan mereka itu dengan mengatakan
bahwa tidak perlu mereka itu bertengkar, sebab tidak ada pria di kampung untuk menyelesaikan persoalan itu.
Selesai perkelahian itu, para wanita dari Warse pergi mandi dan membersihkan diri di sungai, tetapi para wanita dari Unir tidak mau. Mereka berkata. ”Kami menunggu saja sampai semua pria pulang dari mencari bahan pesta. ”Sebagai tanda tidak setuju, mereka pergi duduk-duduk ditepi sungai menghadap ke muara. Dan akhirnya nampak tiga buah perahu sedang menuju ke kampung. Setelah tiba didalam kampung, mereka bertanya kepada wanita-wanita yang berlumuran darah bercampur lumpur. Para wanita itu menjawab bahwa mereka baru saja selesai berkelai dengan wanita-wanita dari Warse. Dari sebab itu , sengaja meteka membiarkan keadaan itu sampai semua pria pulang ke karnpung. Kemudian laki-laki Yamasy dan Jondiu itu menjawab:”Ah cucilah saja darah dan lumpur itu.”Setelah mencuci, mereka meminta supaya para wanita itu harus diberi perhatian khusus sementara mereka masih tinggal di Warse ini. Selanjutnya para wanita melaporkan bahwa orang-orang Warse marah dan akan mengadakan perlawanan tentang dusun-dusun yang ada disekitarnya.
10