Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/134

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dja; sehari ia bersenang-senang, berhenti kelelahan dari pagi sampai malam hari.


HARI IBU. Suatu hari dimana anak-anak dan bapak-bapak menjatakan terima kasihnja bagi Ibunda, karena mereka jakin akan peranan dan tempat penting jang diduduki seorang ibu rumah tangga. Suatu pesta keluarga jang besar djuga nilainja untuk pergaulan hidup bersama didalam masjarakat besar.


Djuga Indonesia sedjak 1938 merajakan tiap tahun pada tanggal 22 Desember HARI IBU-nja. Tanggal tersebut dipilih selaku HARI IBU Indonesia berhubung terlaksananja suatu gabungan (federasi) pergerakan-pergerakan Wanita seluruh Indonesia, dua puluh lima tahun lalu.


Orang dapat mengerti alasan dan wudjud ketentuan dan pilihan hari ini. Sedjarah jang tengah dibuat selaku bangsa sangat menilai tinggi tiap usaha persatuan dan keesaan hidup diantara banjak suku & golongan jang merupakan bangsa Indonesia sekarang, dan seterusnja. HARI IBU Indonesia lahir dari ribuan usaha kaum wanita Indonesia untuk bersatu-padu. Agaknja sedjarah sudah menuntut supaja bangsa Indonesia setjara keseluruhan, wanita dan prija, tua dan muda, bersama-sama madju menuntut suatu hidup jang sewadjarnja bagidiri dan turunan. Dan dalam perdjuangan ini kaum wanita redla mengusahakan sesuatu bersama, redla djuga untuk berkurban sesuatu bersama.


Sedjarah Indonesia hendaknja ditjiptakan oleh segenap bangsa Indonesia! Djangan ada satu pihak jang ketinggalan.


Oleh sebab itu lahirlah HARI IBU Indonesia, dan lahirlah djuga Negara Indonesia jang merdeka dan berdaulat.


Dan tanggal itu ada alasan sebab kita, chususnja djuga bagi pimpinan Pergerakan Wanita Indonesia untuk menoleh balik sepandjang 25 tahun berusaha dan berdjuang dengan rasa sjukur dan terima kasih.


Dan kamipun turut serta dalam menjatakan perasaan jang sedemikian. Karena kami mengetahui bahwa wanita Keristen Indonesia pun sudah turut meletakkan bahagian batunja atas bangunan jang kita bersama-sama sudah memperdirikan, mendjadi rumah kita sendiri. Kami mengetahui oleh pengalaman pribadi, bahwa sampai ke podjok-podjok jang terpentjil di Indonesia ini terdapat pergerakan-pergerakan wanita dan kaum jang bergerak membangun bukan sadja didalam rumah tangga, tetapi didalam masjraakat besar.


Dengan adanja Dewan Geredja-geredja di Indonesia, selaku tempat permusjawaratan dan usaha bersama Geredja-geredja di Indonesia, maka tergabunglah djuga segala djenis pergerakan kaum Ibu jang tergolong masuk salah satu geredja setempat dari Timur ke Barat, Selatan ke Utara Indonesia.

Dengan adanja Partai Keristen Indonesia (Parkindo) terbentuklah djuga suatu pergerakan wanita Keristen dengan nama Perkumpulan Wanita Keristen Indonesia (P.W.K.I.).


Kaum wanita turut serta membangun, melajani, mendidik, memberita dan sebagainja. Dimana-mana ia berusaha masuk, dan disitu ia berdjumpa dengan kawannja jang seroh dengan dia.


Dengan tidak usah melalui djalan jang dikenal selaku emansipasi ala Barat wanita Indonesia dapat mentjapai sendiri tempatnja ditengah-tengah masjarakat Indonesia baru.


Ia dapat menjumbang bahagianja tanpa menghilangkan kedudukannja selaku seorang wanita dan ibu.


Tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu Indonesia. Perkataan Ibu pada hakekatnja menundjuk arah tempat jang berhubungan mutlak dengan kehidupan seorang manusia-ibu: Rumah Tangga.


Ada kebenaran dalam utjapan hari-hari jang berbunji: rumah tangga adalah masjarakat ketjil. Dan betapa baiknja djikalau untuk waktu sekarang kita mengutamakan sesuatu arah perbaikan kehidupan rumah tangga. Dan djuga betapa baiknja djikalau pada Hari Ibu itu kaum wanita Indonesia mengutarakan perhatian dan usaha untuk mentjiptakan hidup keluarga jang baik dan teratur.


Berapa banjak rumah tanggal jang sudah hantjur dan terbongkar karena tekanan waktu jang menderas hebat. Berapa banjak anak-anak kita jang mendjadi ,,liar" dari suasana jang dihina baik oleh seorang ibu. Berapa banjak ibu jang takut dan chuwatir akan hari keakanan anaknja wanita dan prija. Berapa banjak anak-anak jang benar-benar tidak mengenal artinja „rumah tangga".


Akibatnja ialah suatu kehidupan sebentar jang tidak teratur, tidak djudjur dan setia. Anak-anak jang tidak lagi menghormati ibu-bapaknja. Dan djangan lupa: berapa banjak ibu atau bapak jang tidak memunjai tjukup waktu untuk mendidik anak-anaknja sendiri. Tidak mempunjai waktu untuk berdo'a bersama-sama dengan anak-anaknja. Terantjamnja kehidupan beragama disebabkan djuga oleh kealpaan ibu dan bapak sendiri. Kita tak boleh membiarkan semuanja itu kepada desakan ,,nasib". Kita harus mempunjai tjukup waktu dan tjinta-kasih untuk membina dan melajani sendiri. Dan kami jakin, bahwa disini terletak djuga suatu tugas penting bagi kaum Ibu. HARI IBU dan perajaannja dapat memperingati kita kepada tugas ini.


Dengan mengetahui itu Geredja-geredja di Indonesia kini mulai berusaha, bersama-sama denganlain-lain Geredja dan Perkumpulan untuk membentuk dimana-mana Badan-badan jang berusaha dilapangan perbaikan „Home and Family Life” (Kehidupan Kekeluargaan).


Suatu usaha jang sekarang ini sangat diperlukan, mengingat tanda kemunduran dan pengabaian hidup kekeluargaan.

120