Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/114

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dilakukan tahun itu (1949) djuga" dan bahwa ,,pada saat penjerahan kedaulatan, tentara Belanda harus telah meninggalkan tanah Indonesia!”

Sekalipun suara Permusjawaratan itu hanja merupakan tuntutan dan tidak mempunjai kekuatan jang „konkrit" dibelakangnja namun tidak sedikit artinja sebagai „dorongan moril" pada mereka jang kembali kedaerah-derah „,federal" dan membawa semangat pertemuan tadi kepada rakjat dari daerah-daerah itu . Terutama Saudara Nj. Salawati Daud dari Sulawesi Selatan sekembalinja dari permusjawaratan wanita itu mengumandangkan suaranja ketengah-tengah rakjat dan pemuda pedjoang, sehingga beliau dianggap sangat berbahaja” oleh tentara Belanda!

Sajang, usahanja jang giat itu tak dapat djuga mentjegah hukuman mati jang didjatuhkan oleh Belanda atas dirinja pemuda Wolter Mongonsidi.

Pada tahun 1950 maka KOWANI, jang tadinja merupakan satu federasi semua pergerakan-pergerakan wanita Indonesia mendjelma mendjadi Kongres Wanita Indonesia jang bentuknja kurang mengikat tapi bersifat permusjawaratan dan „forum" pertukaran fikiran dan kerdja sama. Hal ini terdjadi berhubung organisasi-organisasi wanita masing-masing hendak mengkonsolidir dirinja kedalam guna benar-benar dapat menghadapi usahausaha pembangunan serta persoalan dan perkembangan politik didalam dan diluar negeri. Sebab, sesuai dengan pertumbuhan negara, djuga ideologi dan faham masing-masing organisasi mendjadi lebih tegas. Soal-soal disekitar politik negara dan pemilihan umum umpamanja telah mendjadi tudjuan jang penting dari kebanjakan organisasi wanita seperti Perwari, Muslimat, Partai Wanita. Rakjat dan sebagainja.

Sekalipun hasil perdjoangan dan pergerakan wanita masih djauh dari sempurna, sekalipun kita belum dapat menghasilkan" pemimpin-pemimpin wanita berkaliber Eleanor Roosevelt, Sarojini Naidu, Madame Sun Yat Sen dan sebagainja, namun ditindjau dari sudut statistik kemadjuan wanita Indonesia tidaklah mengetjewakan; apalagi dibandingkan dengan beberapa negara di Asia lainnja. Hampir dalam semua alat-alat pemerintahan, Parlemen, Dewan-dewan Perwakilan Daerah serta panitia-panitia negara, wanita Indonesia turut mengambil bagian jang penting dan aktif.

Djuga djawatan-djawatan jang chusus diadakan bagi kemajuan pendidikan wanita didesa-desa dan tempat-tempat ketjil seperti Bagian Wanita dari Kementerian P.P.K.. Kementerian Sosial dan Bagian Kesedjahteraan Ibu dan Anak dari Kementerian Kesehatan, boleh dikata sebahagian besar adalah hasil konkrit daripada kegiatan pergerakan wanita.

Perhubungan pergerakan wanita Indonesia dengan dunia internasional djuga telah mulai terasa. Wanita Indonesia telah pernah turut dalam kongres „Women's International Democratic Federation", "International Alliance of Women" dan pada konperensi-konperensi pergerakan wanita international di India, New- Sealand, Italia dan beberapa negeri lain, Indonesia pun turut mengambil bagian.

Sekalipun kita telah dua kali mempunjai menteri wanita dalam pemerintahan (Sdr. Mr. Maria Ullfah dalam kabinet Sjahrir dan Sdr. Trimurtí dalam kabinet Amir) serta undang-undang Dasar kita tjukup memberi djaminan pada kedudukan jang sama dari semua warga negara Indonesia, masih luas djuga lapangan perdjoangan bagi pergerakan wanita dalam hal politik, kedudukan hukum dan sosial-ekonomi. Terutama kedudukan wanita dalam hukum perkawinan senantiasa pada tiap-tiap kongres mendjadi persoalan jang terhangat, oleh karena belum ada satu Undang-undang Perkawinan jang berlaku bagi semua warga negara. Itulah djuga sebab persoalan disekitar Peraturan Pemerintah No. 19 jang terkenal itu mendjadi demikian hangat dan djuga disokong penuh protes kaum wanita oleh partai-partai politik jang progressif.

Satu lapangan lain jang sekarang mendjadi pusat perhatian pergerakan wanita ialah lapangan sosial-ekonomi. Oleh karena djustru kedudukan negara kita dalam hal ini pada saat ini adalah serba sulit, maka sangat pentinglah segala usaha wanita berdasar auto aktiviteit seperti Bank Wanita jang telah dibuka di Bandung, kooperasikooperasi jang mulai lantjar dibeberapa tempat dan sebagainja.

Djuga dalam menghadapi Pemilihan Umum jang akan datang wanita Indonesia turut mengambil bagian jang aktif. Saudara Nj. Pudjobuntoro jang duduk sebagai wakil wanita dalam panitia Pemilihan Umum itu telah mengadakan penindjauan ke India dan Amerika guna menambah pengalaman dalam soal ini. Mudah-mudahan wanita Indonesia dan djuga partai-partai politik telah tjukup „masak” sehingga dapat pula memilih tenaga-tenaga wanita jang tjakap dalam Perwakilan Rakjat jang akan datang!

Demikian, maka hendaklah pada tanggal 22 Desember jang akan datang itu, pada saat kita memperingati 25 tahun berdirinja pergerakan wanita di Indonesia, keadaan rakjat dan negara kita jang serba sulit dewasa ini, mendjadi tjambuk bagi langkah-langkah kita dikemudian hari guna benarbenar memberi isi pada kemerdekaan kita ini! (Dalam Mimbar Indonesia 20/12-253).

Karangan lain termuat dalam S. K. Merdeka tertanggal 24/12-1953 beliau mengupasKemadjuan wanita dalam berbagai lapangan sebagai berikut:

Sepandjang perdjalanan sedjarah pergerakan wanita, dari kongres ke kongres, dari zaman kolonial melalui zaman Fuzinkai Djepang ke zaman Laskar Wanita dan zaman dimana kita mengenal menteri-menteri wanita menduduki kursi-kursi dalam kabinet, sampai ke zaman wanita menuntut adanja Undang-undang perkawinan serta menghadapi pemilihan umum sekarang kita melihat dan mendengar nama-nama jang lama-kelamaan merupakan nama-nama jang „ klassik” dalam dunia pergerakan wanita.

Demikian maka diantara nama-nama jang tak dapat dipisah-pisahkan lagi dari sedjarah, kita lihat Sri Mangunsarkoro. Suwarni Pringgodigdo, Rasuna Said, Nj . Soenarjo Mangoenpoespito, Emma

100