22
berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin Indonesia pasti merdeka”. Suaranya keluar lembut tapi penuh nada keyakinan. (hlm. 76)
Soepratman akhirnya meninggal dunia pada 17 Agustus 1938, dimakamkan secara Islam di kuburan Umum Kapas, sebelah Utara Kenjeran, Tambaksari Surabaya, dengan nisan yang indah (lihat gambar).
Kemudian oleh Panitia monumen dari Departemen Pendidikan, Kebudayaan dan Pengajaran Perwakilan Jawa Timur, makamnya dipindahkan ke Tambak Segaran-Wetan, Selatan jalan Kenjeran Tambaksari, Surabaya, pada tanggal 31 Maret 1956.
Perkawinan dan waris almarhum W.R. Soepratman
Di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya yang masih diliputi oleh suasana tradisionil, perkawinan memegang peranan yang penting, bahkan ada beberapa daerah yang memandang tabu atau suatu malapetaka, jika di lingkungannya ada orang hidup bersama tanpa kawin.
Untuk menghindari pantangan ini, sepasang merpati tersebut di atas dipaksa kawin (upacara keagamaan), kalau tidak dipersilakan mencari tempat berlindung di daerah lain atau memberi keturunannya suatu panggilan yang bersifat penghinaan. Di Madura dipanggilnya anak jadah, di Jawa anak jadah atau anak gampang.
Sebaliknya, perkawinan yang dicita-citakan dirinya oleh suatu pesta, setidak-tidaknya suatu pertemuan keluarga. Demikian pentingnya peristiwa perkawinan di masyarakat kita ini, yang belum dapat menerima perhubungan “sex modern”, yang terkenal dengan nama free love atau free sex.
Sebelum tanggal 10 Nopember 1971 problema perkawinan almarhum W.R. Soepratman tidak begitu tampak