Halaman:Biografi tokoh kongres perempuan indonesia pertama.pdf/95

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

87

sebut. Namun nasib sial selalu ditemui, karena usahanya di Ngasem untuk berjualan kebutuhan hidup sehari-hari mengalami kebangkrutan. Selanjutnya keluarga ini berpindah lagi menyewa rumah di Wirobrajan.

Waktu tinggal di Wirobrajan ini benar-benar terkenang dalam ingatan Moh. Yasir bahwa keadaan perekonomian rumah tangganya sangat kurang. Sehari-harinya hanya dapat makan nasi dua kali saja dalam keadaan tidak kenyang, bahkan karena penderitaan hidupnya, nasi bubur yang dimakan tanpa lauk-pauk cukup diberi garam.

Dari kampung satu ke kampung lain Driyowongso harus kontrak rumah, karena belum ada uang untuk membeli tempat atau rumah sendiri secara tetap. Keadaan semacam ini berlangsung lama, maka setelah dua tahun tinggal di Wirabrajan,Driyowongso pindah tempat lagi. Di tempat baru ini mereka sekeluarga hidup dengan ekonomi yang hanya pas-pasan juga. Walaupun demikian Nyonya Driyowongso selalu seiring sejalan dengan suaminya, tidak pernah absen dalam perjuangan.

Driyowongso memberikan bimbingan kepada adik, kemenakan dan anak-anak angkatnya agar hidup sederhana. Mereka ditanamkan agar percaya pada diri sendiri dan jangan selalu menggantungkan nasibnya kepada orang lain. Apa yang dikatakan baik oleh Nyonya Driyowongso maupun suaminya selalu ditaati oleh anak-anaknya tanpa ada yang membantah. Mereka taat bukan karena takut, tetapi secara sadar bahwa apa yang dikatakan baik berupa nasihat maupun perintah harus dilaksanakan, karena keduanya adalah orang tuanya yang wajib dihormati. Mereka sadar bahwa tanpa asuhan, bimbingan dan curahan kasih-sayang dari Nyonya Driyowongso berdua mungkin tak dapat diketahui nasib hari depannya. Mulai bersekolah bahkan sampai saat memasuki perkawinan diberi biaya sehingga mereka benar-benar merasa berhutang budi atas kebaikannya itu.