28
puan yang tergesa-gesa menuruti kemauannya. Dengan demikian berdasarkan ajaran Islam thalaq itu dimiliki oleh laki-laki, dan bukan perempuan. Walaupun thalaq itu dimiliki oleh laki-laki, tetapi tidak boleh berbuat semaunya sendiri, karena Tuhan tidak senang apabila ada orang laki-laki yang senang gegabah melepaskan thalaq kepada isterinya. Karena itu menurut agama Islam ditegaskan oleh Siti Munjiah bahwa laki-laki harus bijaksana melepaskan thalaq, sehingga karenanya tidak menyebabkan penghalang dalam kehidupan bersama suami isteri. Namun apabila telah ditimbang-timbang dengan seksama bahwa kehidupan suami-isteri itu tidak membawa manfaat dan bahagia maka tidak ada halangannya pihak perempuan meminta thalaq kepada suaminya dan suami pun harus meluluskannya.
Pada akhir pidatonya di hadapan peserta Kongres Perempuan Pertama itu Siti Munjiah sekali lagi menyerukan kuat-kuat kepada hadirin, terutama kepada pemimpin kaum perempuan yang hendak memperjuangkan kaumnya menjadi orang "mulia dan utama" diharapkan lebih teliti lagi serta seksama mempelajari sesuatu masalah, dan dapat menimbang mana yang baik dan mana yang jelek. Pandangannya itu diharapkan menjadi gerak lanjut "Kongres Perempuan Indonesia".
Setelah mengikuti isi pidato Siti Munjiah pada Kongres Perempuan Pertama di atas dapatlah kita ketahui bahwa masih banyak permasalahan perempuan yang perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh oleh segenap pimpinan organisasi. Siti Munjiah mengingatkan kepada para pimpinan organisasi wanita agar bangsa Indonesia berhati-hati dalam upaya menyerap budaya yang berasal dari Barat. Dia mengingatkan agar kaum wanita Indonesia tidak hanyut dan terjerumus kepada pengaruh negatif budaya Barat tersebut, dan diperjuangkan nasibnya lebih baik lagi untuk hari depannya.
Siti Munjiah adalah seorang pejuang kaumnya melalui organisasi Aisyiyah. Sebagian besar waktunya dipergunakan untuk aktif berorganisasi baik pada zaman penjajahan Belanda, zaman Jepang, dan dalam alam Indonesia merdeka. Sampai akhir