keramik pada satu tempat pada masa kemudian, maka hal ini menunjukkan bahwa sudah ada permukiman orang Cina yang disebut Kota Cina atau pecinaan.
2.Masalah hubungan-hubungan antara Jawa dan Sriwijaya.
Setelah kesimpulan bahwa memang ada bandar kuno pada pantai Utara Jawa Tengah, kita sekarang membicarakan hubungan-hubungan antara Jawa dan Sriwijaya. Pada umumnya Sriwijaya disebut sebagai kerajaan ” maritim ” dan Jawa sebagai kerajaan ”agraris”. Pandangan itu tidak dapat kami setujui. Karena: bagaimanakah sebuah kerajaan maritim dapat hidup tanpa suatu darah pertanian di pedalamannya? Atau bagaimanakah suatu kerajaan ”agraris” seperti kerajaan Sailendra di Jawa Tengah dapat hidup dan menjadi makmur dan membangun monumen-monumen yang megah tanpa hasil-hasil dari perdagangan lautnya? Karena bukan dari beras saja dapat diperoleh kemakmuran yang begitu besar.
Sumber-sumber yang dapat mengungkapkan masa yang silam terdiri dari prasasti-prasasti, yang kebanyakan ditemukan di Jawa Tengah pada abad ke 8 dan ke 9 pada daerah yang banyak candi dan arcanya. Tetapi hasil tanpa penelitian keramik pengetahuan kita yang hanya berdasarkan prasasti-prasasti itu mungkin tidak lengkap. Karena justru pecahan-pecahan keramik itulah yang dapat menambah bahan-bahan yang masih langka tentang kehidupan politik dan ekonomi di Jawa Tengah.
Ada juga suatu masalah yang menarik, yang selalu menggugah perhatian banyak orang sarjana: ialah perpindahan pusat kekuasaan secara mendadak dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Tetapi sebelum kita sampai kepada perincian-perincian, baiklah kami memberi suatu gambaran yang ringkas tentang perkembangan politik di Jawa Tengah antara tahun 732 dan 930.41)
Ada dua keluarga raja atau dua sayap dari keluarga raja yang bertitah selama dua abad. Raja yang paling awal hidupnya adalah Sanjaya seorang yang beragama Hindu yang menerbitkan sebuah prasasti pada tahun 732 M., ketika ia mendirikan lingga di Gunung Wukir. Beberapa tahun kemudian mulailah prasasti-prasasti Sailendra yang berlangsung sampai sekitar tahun 830 M. Berlainan dengan Sanjaya dan raja-raja yang dianggap sebagai penggantinya, mereka beragama Buddha. Mereka membangun candi Borobudur dan banyak candi yang lain. Para raja Sanjaya, meskipun hidup dalam keadaan terdesak, tetapi mereka tetap membantu dalam usaha pembangunan candi-candi keluarga Sailendra
16