Halaman:Aspek-aspek arkeologi Indonesia No. 7.pdf/18

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
Maka setelah kami bicarakan penemuan pecahan keramik asing di daerah ini, perlu kami mengajukan beberapa persoalan :
  1. Apakah tidak adanya keramik asing, terutama keramik Cina berarti bahwa belum ada bandar-bandar perdagangan asing sebelum abad ke 10 ?
  2. Masalah hubungan Jawa dengan Sriwijaya.
  3. Para pengarang laporan Rembang bertanya: apakah Indonesia terbelakang, karena belum ada bandar semacam Oc Eo , dan karena belum ada bukti bahwa sudah ada hubungan dengan India dan Cina (Laporan Rembang, h.112c).

Kami juga bertanya: mengapa terutama keramik Cina muncul begitu lambat? Apakah memang belum ada perdagangan dengan Cina? Tetapi sebaliknya berita-berita Cina melaporkan utusan-utusan dari tempat-tempat yang letaknya oleh banyak sarjana dicari di Indonesia. Lain tentu soalnya seandainya tempat-tempat itu yang bernama She- li- fo- she,Ho- lo- tan, Holing, She-p'o dan sebagainya harus dicari di luar Indonesia dan mungkin di Semenanjung Melayu.

Bukti bahwa memang sudah ada hubungan dengan India sesungguhnya ternyata dari prasasti-prasasti sejak abad ke 5 (Kutei dan Jawa Barat), arca-arca kuno seperti kedua arca Wisnu dari Cibuaya (abad ke 7) dan prasasti-prasasti Sriwijaya (abad ke 7). Ada juga seni bangun dan seni patung di Jawa Tengah (abad ke 8 dan 9). Lagipula ada beberapa prasasti di Jawa Tengah dari abad ke 9 yang sudah menyebutkan orang-orang asing yang berasal dari India atau Asia Tenggara.

Beberapa keramik dari Masa Han dan banyak dari Masa T’ang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia tetapi adanya benda-benda itu belum berarti bahwa kita dapat menarik kesimpulan bahwa benda-benda itu berasal dari permukiman yang kuno atau dari perdagangan dengan Cina. Tetapi soal mengapa pada beberapa tempat tidak ada keramik Cina dan apakah hal itu berarti bahwa belum ada bandar niaga sebelum abad ke 10, dapat dijawab oleh Wolters, dalam bukunya: ”The Fall of Sriwijaya” yang pernah dikutip oleh Hall (1970,h.61-62). ” Dr O.W. Wolters baru-baru ini telah mencoba menafsirkan kenyataan itu dengan mempergunakan pengetahuan yang telah ada tentang pola-pola yang berobah di dalam perdagangan Asia, serta terutama semakin pentingnya perjalanan di seberang laut oleh bangsa Cina. Dr Wolters melihat bahwa sampai akhir abad ke 11 , Cina tergantung dari kapal-kapal asing dalam perdagangannya dengan Nanyang. Perdagangan harus dilaksanakan sesuai dengan sistem ”upeti” yang telah digariskan oleh istana kaisar dalam hubungannya dengan negara-negara asing masing-masing. Artinya, perdagangan dengan Cina tidak terbuka dan bebas untuk setiap pedagang manapun, baik orang Cina atau orang asing. Perdagangan itu terbatas kepada

14