52
pengalaman, demikian djuga disesuaikan dengan keadaan² jang sebenarnja terdjadi dimasjarakat.
Mengenai tuduhan² soal tjabul pada karangan buku² ataupun penerbitan madjalah, maka menurut tindjauan kami adalah merupakan satu soal jang tidak begitu besar.
Hanja salahnja pemimpin² kita, ialah ada jang mau tjabul dengan nama apapun, ada jang mau tjabul-tjabulan untuk mentjari populeritet, sehingga tidak langsung, sedar atau tidak sedar mendjadi propaganda, seperti jang sekarang dibitjarakan ini. Lakunja buku² dan madjalah² tjabul, antara lain oleh Saudara Hamka diakuinja, hingga pohonnja sampai keakar-akarnja sudah habis dan rumah sudah mendjadi tjondong.
Menurut hemat saja ketjabulan itu terutama bukan datangnja karena buku2, tulisan? dan Jukisan?, tetapi ketjabulan itu me- radjalela semendjak beberapa tahun jang lalu sesudah kita men- tjapai kemerdekaan atau sesudah perang dunia atau sesudah revolusi tahun 1945.
Sebab kalau ketjabulan itu didasarkan karena membatja buku? tjabul, maka saja dapat mengutip salah satu surat kabar jang terbit di Djakarta jang memuat, bahwa ada seorang anak laki² berumur 7 tahun di Senen jang telah melakukan tjabul dengan anak perempuan jang berumur 6 tahun. Ketika saja tanjakan kepada fihak kepolisian, ternjata bahwa anak² itu tidak bisa membatja dan menulis. Djadi apa sebab sampai terdjadi begitu ? Bukan karena membatja buku tjabul, tetapi karena suasana dan milieu jang ada ditempat itu. Maka kalau kita sekarang akan menitik beratkan bahwa buku² dan madjalah² jang ada di Djakarta ini merupakan salah satu pokok atau ranting jang menerbitkan ketjabulan dalam masjarakat, maka hal itu saja bantah dengan sekeras-kerasnja.
Saudara Ketua, kedjadian tjabul dimasjarakat kita ini adalah terutama disebabkan karena keadaan kehidupan sosial. Kita melihat rumah² dengan penghuninja sampai 7 atau 12 keluarga. Sebab Jain ialah kekurangan sekolah dan guru², sehingga kalau kita melihat keluar sebentar — kini djam 9 malam, — kita akan melihat pemuda² kita baru meninggalkan gedung² sekolah.