Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/39

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ataupun kegiatan masyarakat. Pameran foto Randhi selalu ramai. Tidak sulit baginya untuk mencari sponsor pamerannya mengingat hasil fotonya.

“Sebentar lagi. Akhirnya hari ini tiba juga,” ucap Randhi dengan suara kecil. Dikeluarkannya sebuah kamera dan foto dari dalam tasnya. Di foto itu tampak seorang pemuda berdiri di pintu luar stasiun bersama seorang gadis. Keduanya tampak tersenyum gembira. Akan tetapi, di tengah kegembiraan senyum mereka, tersirat kesedihan dan ketidakrelaan.

Laju kereta semakin lama, semakin lambat. Akhirnya, ia berhenti di sebuah stasiun sederhana. Stasiun itu kecil. Di sekelilingnya berjejer tempat duduk. Tak ada orang yang berjualan di sana. Tetapi ramai oleh orang yang turun dari kereta dan juga orang yang menunggu. Di dekat Randhi, tampak sebuah keluarga yang berkumpul kembali dengan sang ayah. Suasana haru menyelimuti mereka. Randhi tersenyum kecut melihat mereka. Dengan pasti, dilangkahkannya kaki menuju pintu keluar

la memang sengaja tidak memberitahu keluarga terlebih dahulu, dengan maksud untuk kejutan. Ia melangkah menuju desa. Walaupun disebut desa, tetapi di sana listrik sudah mengalir ke rumah-rumah. Rumah beton pun mulai terlihat, walaupun rumah kayu tetap mendominasi. Mayoritas penduduk tetap bertani, sedangkan lainnya bekerja sebagai peternak dan pedagang. Mobil dan motor belum membumi di sana. Semua masih sederhana.

“Eh, Randhi ya? Wah, sudah besar Kamu. Kapan Kamu kembali? Kok tidak dikabari?” terdengar suara seorang bapak. Randhi menengok ke arah sumber suara.

“Ah, Pak Yudha. Sehat Pak? Maaf, tidak dikabari. Soalnya mau memberi kejutan untuk orang tua." Terjadilah percakapan hangat di antara mereka. Pak Yudha adalah guru Randhi dan juga orang pertama yang mendukung hobi

27