Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

impiannya menjadi penari dan jika berkenan, perempuan istimewa untuk Bagas.

Ucapan Bagas berlanjut, sambil menatap lurus ke mata Evita, dikatakannya, “Kamu betulan mau masuk lagi klub?”

“iya.”

“Nggak takut dianggap aneh?”

Evita manggut-manggut. “Nggak peduli, yang penting bisa nari dan tetap jadi aktris wayang orang.”

Bagas berjalan maju. “Nih ya, Vit, kita kan ketemu tiga jam seminggu, kalau lagi klub, ketemu yang lain cuma pas siap tampil di acara gede, atau waktu papasan nggak sengaja. Kamu mau nggak nambah jam main kita? Masa kita dua tahun nggak ada perkembangan apa-apa sih? Segitu-gitu doang ngobrolnya. Aku tahu kok, pasti isi kepala kamu masih lebih banyak dan bisa kamu bagi-bagi sama aku.”

Walau mesin penerjemah jiwa Evita mendadak tersentuh oleh kata-kata Bagas yang nyentrik barusan, ia masih mengerutkan dahinya ke tengah dan memandang Bagas tak percaya.

Sembari menahan pulasan senyum meledak yang seakan mau menginvasi wajahnya, Bagas berusaha menerangkan maksud tersembunyinya, “Jadi begini nih, Vit, misalnya, Malam Minggu kita jalan-jalan ke mana kek, nonton pertunjukkan tari kontemporer kek, biar nambah wawasar atau gimana, sambil ngobrol, sambil...”

Bagas tak bisa meneruskan karena begitu kalimat terakhimya selesai, ia akan berdebar-debar setengah mati dan pasti terlihat bodoh.

“Sambil apa lagi?” Tanya Evita.

Akhirnya Bagas pasrah. Dia sudah di atas panggung, senjata terakhimya hanya kepasrahan,ketulusan, dan akumulasi dari latihan-latihan-dalam kasus ini dari pertimbangannya sendiri Ya, kita bisa malam mingguan tiap minggu, dan kalau nggak keberatan, aku mau ngegandeng tangan kamu sepanjang jalan.”

12