Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pasti dia dapat menguatkan mereka dengan kalimat pamungkasnya, “Anggap saja itu penonton singkong keju.”

“Kita menari buat diri sendiri, buat Indonesia, buat sekolah kita, bukan buat mereka.”

Pernyataan yang memutarbalikan profesi seorang entertainer, yang biasanya justru memuja pemirsanya.

Evita selalu punya prinsip, dia bukan orang yang menyerah pada kegrogian. Karena itulah pentas seni sekolah mereka selalu unik dan memukau, karena diselipi permainan panggung tari tradisional. Acara-acara kecil maupun besar di kota mereka jadi mertah, karena kehadiran klub tari SMA mereka. Semuanya karena Evita bersemangat dan berhasil menularkan tekadnya kepada seluruh penari.

Bagas memandang yuniornya yang tampak berkerut merut takut salah.

Meluncur dari mulutnya, “Sudah, kalau sudah di panggung, kita semua bisa pasrah. Kita latihan satu bulan, dan sebelumnya kita pernah bahas tarian ini dan kita hafal sepenuhnya. Jadi kenapa mesti gugup? Kita pasti tampil mulus.”

Dan keluar juga embel-embel khas Evita, “Anggap saja itu penonton singkong keju melepuh, atau tahu hot jeletot...yah, terserah, pokoknya jajanan pinggir jalan yang enak! Kita kan menari buat Indonesia, bukan buat juri atau penonton. Yang penting sepenuh hati!”

Anak-anak tersenyum, senyum yang dalam sekejap meluruhkan ketakutan mereka.

Mereka tampil bagus. Tariannya mengagumkan. Tampak gagah, tampak bersemangat, dan terlepas dari daerah asal tarian tersebut, mereka membawakan aura kelndonesiaan yang memikat. Cinta-cinta kecil dalam lubuk hati mereka, cinta yang ditujukan untuk Indonesia mereka keluar dan berpindah ke kalbu-kalbu lain di kursi penonton dan di belakang meja dewan juri. Membawa mereka ke panggung kembali setelah pertunjukkan berakhir dan

8