Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

klub tari tersebut. Mereka sama-sama berbakat, rajin, dan punya performa yang baik. Mereka mencintai Indonesia, karena itulah mereka ada di klub tersebut.

Tekad Evita untuk meninggalkan klub hanya didasari oleh satu hal, ingin berkonsentrasi ke pelajaran karena tuntutan tinggi jurusan IPA. Bagas menggelengkan kepala mendengar alasan tersebut.

“Tidak masuk akal. Kamu bukan robot ilmu Evita. Kita manusia yang mencintai Indonesia, dan kita punya misi memperkenalkan budaya lewat tarian. Kita punya cita-cita menari sampai ke luar negeri. Buat apa nilai fisika seratus tetapi cita-cita tinggal kenangan?”

Seta Evita, “Aku cuma bersikap realistis kok.”

“Tapi kamu bakal menari lagi kan? Kalau sudah tulus nanti?” Bagas memberi dirinya harapan.

“Belum tahu,” Evita menjawab. “Mungkin aku langsung mencari universitas yang bagus di Singapura.”

Bagas termenung. Berbulan-bultan yang lalu Evita masih berambisi masuk sekolah seni di Jogjakarta. Mereka sepakat masuk bersama. Ada apa dengannya? Apa yang mengubah pikirannya? Doktrinisasi masyarakat? Orang tua? Kerabat? Teman-temannya?

“Aku selalu jadi orang aneh di antara teman-temanku, di antara anak-anak IPA, selama setahun dibilang manusia planet lain karena tak pernah serius belajar dan lebih doyan baca buku tentang wayang orang. Tahun ini, aku harus meninggalkan kealienanku.”

“Kamu bukan alien, Vit.”

“Bagas, kamu nggak pernah dianggap orang aneh, ya?”

Itulah pertanyaan terakhir yang diajukan Evita, yang lantas pergi dari ruang latihan tari yang sepi, hanya dihiasi cermin dan selendang-selendang bertaburan. Bagas sendirian di situ, memandang dirinya yang tak pernah merasa niatnya menjadi pelakon wayang orang itu aneh. Baginya semua cita-cita adalah wajar, dan kita tak perlu

2