Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 3.pdf/47

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. K'ai Yuan T'ung pao
    Dari zaman Dinasti T'ang (abad ke VII- ke X) atau Masa "Lima Dinasti" abad ke X.
  2. Ching Te Yuan pao
    1004 - 1008 Dinasti Sung (huruf biasa)
  3. Hsiang (Fu) T'ung pao
    11008 - 1016 Dinasti Sung (huruf biasa)
  4. Huang Sung T'ung pao
    1038 - 1040 Dinasti Sung (huruf biasa)
  5. Huang Sung T'ung pao
    1038 - 1040 Dinasti Sung (huruf materai)
  6. Chih P'ing Yuan pao
    1064 - 1067 Dinasti Sung (huruf materai)
  7. Chih P'ing Yuan pao
    1064 - 1067 Dinasti Sung (huruf biasa)
  8. Yuan (Feng) T'ing pao
    1078 - 1086 Dinasti Sung (huruf biasa) atau Yuan (Yu) T'ung pao 1086 - 1094 Dinasti Sung (huruf biasa)
  9. Shao (Sheng) Yuian pao
    1094 - 1098 Dinasti Sung (huruf materai)
  10. Ta Kuan T'ung pao
    1107 -1110 Dinasti Sung (huruf biasa)
  11. Cheng Ho T'ung pao
    1111 - 1118 Dinasti Sung (huruf biasa)

Seperti dapat dilihat dari daftar ini semua kepeng itu berasal dari zaman Dinasti Sung, kecuali yang pertama yang lebih tua. Hal ini tidak berarti bahwa kepeng itu dibawa ke Palembang pada tahun yang ditulis di atasnya. Akan tetapi tidak adanya kepeng dari Dinasti Yuan, Ming atau Ch'ing diantaranya, adalah suatu petunjuk bahwa kepeng-kepeng itu (kalau semuanya diketemukan di suatu tempat, yang kami tidak tahu dan barangkali tidak dapat ditentukan), tentu dikumpulkan sebelum Dinasti Ming, yaitu sebelum abad yang ke XV sekurang-kurangnya, barangkali pada permulaan zaman Dinasti Yian yaitu pada penghabisan abad ke XIII.

Sebagai penutup bagian yang penuh kekecewaan ini dapatlah dikemukakan satu hal lagi. Di halaman depan markas tentara terdapat sebuah kepala arca prehistori dari Pasemah. Bahwa ditempatkan di sana sebagai "penghias" dapatiah difahami, meskipun lebih tepatlah untuk menyimpannya di Rumah Bari. Akan tetapi sungguhlah mengecewakan bahwa penghargaannya terlalu berlebihan. Kepala itu telah disemen dan dicat, sehingga sifatnya sebagai benda purbakala rusak sama sekali! Satu tugas lagi bagi penyelenggara Rumah Bari nantinya, untuk menolong arca itu dari keadaannya yang tidak semestinya!

3.Bukit Siguntang

Bukit Siguntang adalah suatu nama dan tempat yang sangat terkenal (antara lain dari Sejarah Melayu) dalam tradisi daerah Palembang (lain halnya dengan Bukit Siguntang di daerah Muara Tebo, di mana juga didapatkan tempat suci, tetapi yang masih harus diselidiki lebih dahulu).

Mengenai arti kata Siguntang, kami peroleh keterangan dari Sdr. Budenani bahwa dalam bahasa Palembang lama guntang (kata kerjanya: nguntang) berarti mengapung, terapung-apung, jadi siGuntang = Yang terapung-apung. Keterangan ini sungguh menarik perhatian. Bukit Siguntang adalah puncak yang paling tinggi di dekat Palembang. Dari udara nampak jelas, bahwa lereng timurnya sangat curam, sedangkan di mukanya ada dataran tinggi yang setelah beberapa jauh agak rata kemudian melandai ke laut. Sebaliknya lereng Baratnya tidak curam melainkan melandai kearah Sungai Musi.

Jika kita bayangkan keadaan Palembang dalam zaman Sriwijaya, sewaktu kota itu terletak di tepi pantai, maka mungkinlah sekali bahwa dilihat dari laut seakan-akan bukit itu (dengan lereng curamnya yang menghadap ke laut) terapung di atas air! Maka mungkinkah sekarang, bahwa arca Buddha langgam Amarawati yang lebih dari 3 meter tingginya itu dahulu menghias puncak Bukit Siguntang, sebagai kebanggaan dan "tanda penyeru" bahwa orang telah sampai di tempat suci dan pusat agama Buddha?

Dimana sebenarnya arca Buddha itu didapatkan tak dapat kami ketahui. Demikian pula mengenai benda-benda lain yang berasal dari sini. Meskipun bukit itu telah beberapa kali diselidiki oleh Schnitger dan lain-lain dan satu kali oleh Dinas Purbakala yang tidak menghasilkan sesuatu apa (secara sepintas lalu), namun kami tidak da-

42