Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 2.pdf/56

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dari luar seperti perkiraan orang dahulu, melainkan itu adalah hasil pekerjaan dari negeri ini sendiri.

Dalam tahun 1937 oleh Kontrolir Bima (Sumbawa) pada waktu itu, S. Kortleven, dikemukakan lima buah nekara yang sangat menarik perhatian lagi indah dan juga sebuah bidang pemukul dari sebuah nekara lain, di pulau yang kecil dan tak begitu penting, ialah Pulau Sangeang atau gunung api dekat Bima. Tiga buah di antaranya terdapat di samping beberapa kuburan kuno di dekat suatu kampung tua. Nekara itu dipuja penduduk pulau itu serta dipergunakan mereka antuk memanggil hujan dengan jalan membalikkannya sehingga bagian yang geronggang menengadah ke atas.
Pun orang percaya dengan pasti bahwa dengan perantaraan nekara itu orang dapat menyebabkan kebakaran pada musuh pada jarak jauh. Nekara yang terbesar dan terindah yang akan kami uraikan sedikit panjang lebar, tingginya 835 mm dan garis tengah bidang pemukulnya beruktuan 1160 mm. Nekara ini disebut penduduk pulau itu "Makalamau". Nekara itu di sana sini rusak dan beberapa bagian dari badannya hilang, namun anehnya pada umumnya masih tersimpan baik-baik dan hiasan serta lukisan-lukisannya yang naturalistis yang ada padanya masih dapat dikenali kembali dengan jelas. Di tengah-tengah bidang pemukul ada sebuah pola bintang bersinar 12 yang ditebalkan. Sekelilingnya ada suatu lajur lebar yang dibagi atas empat lajur yang sempit. Dua lajur yang paling luar dihiasi pola tangga, dan yang paling dalam dihiasi lingkaran-lingkaran kecil yang dihubungkan dengan garis Lajur yang kedua dihiasi suatu barisan dari 20 burung berparuh bengkok yang terbang berturut-turut. Lajur yang ketiga dihiasi dengan sejumlah besar pola bulu burung dan pola mata. Di antara pola-pola itu ada empat bidang dengan digambari rumah-rumah bertonggak yang atapnya berbentuk pelana dengan dinding-dinding yang condong ke luar. Sebuah tangga berbentuk tiang terukir menuju ke atas. Di atas tangga itu berdiri seorang orang. Di depan rumah ada orang sedang menumbuk padi di dalam lesung yang berbentuk dandang. Di kolong rumah berjalan seekor babi, dua ekor ayam, dan seekor anjing. Lebih aneh lagi ialah gambar-gambar orang yang ada di dalam rumah itu. Mereka berjenggot dan memakai baju yang berbentuk genta. Mereka duduk bertimpuh. Salah seorang membungkuk dihadapan orang lain yang mengulurkan tangan untuk menerima sesuatu. Ada pula dua orang yang berlutut berhadap-hadapan, dan di antara mereka itu terdapat sebuah nekara. Gambar-gambar ini sangat mengingatkan kepada relief Tionghoa dari Dinasti Han dari tahun 200 Masehi. Pun cara mereka berpakaian dan duduk menunjukkan bahwa mereka bukan orang Indonesia, melainkan orang Tionghoa.
Lajur keempat dari bidang pemukul tadi terisi seluruhnya dengan meander yang serong dan pada lajur yang kelima kita melihat suatu barisan rapat dari 16 ekor burung yang menyerupai burung bangau berparuh panjang, sedangkan lajur yang keenam terhias pula dengan pola-pola geometris seperti lajur pertama. Akhirnya ada pula satu lajur yang paling luar yang tak terhias di mana terdapat empat ekor katak yang plastik di atasnya. Hewan-hewannya itu semuanya berjalan dari kiri ke kanan, jadi berlawanan dengan arah jalannya jarum jam.
Pun badan nekaranya dari bawah sampai ke atas dihiasi dengan hiasan-hiasan geometris perahu, hewan dan orang. Pada bagian yang tertinggi yang cembung tergambar antara lain enam perahu arwah yang berbentuk bulan sabit. Di kemudi berdiri seorang yang telanjang, dan juga di perahu ada beberapa gambar-gambar orang yang rupa-rupanya harus mewujudkan para pendayung. Tetapi mereka hampir tersembunyi seluruhnya disebabkan penuhnya pola bulu burung dan pola mata. Mereka adalah manusia burung, yang sedang pergi ke alam yang baka. Di samping dan di bawah perahu itu kita lihat gambar indah yang beraneka wama dari orang dan hewan, misalnya ada seorang prajurit yang gagah perkasa dengan pedang terhunus. la sedang berkelahi dengan seekor harimau, dan ia ditolong oleh seekor anjing yang menggonggong dengan marahnya. Kemudian kita lihat ikan-ikan besar, seekor kuda yang berpelana, dan seekor burung bangau besar. Seekor ikan besar dipatuk kepalanya oleh seekor burung.

Bagian tengah nekara itu dihiasi dengan bidang-bidang tegak dan mendatar dengan hiasan-hiasan geometris biasa. Di antaranya ada petak-petak atau pigura-pigura yang seluruhnya terisi pola bulu burung atau pola mata, yang di sini pun merupakan orang yang menyamar sebagai burung yang berganti rupa sampai menjadi "mo-

51