Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 2.pdf/36

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Beberapa Hal Yang Istimewa.

Pada halaman biaro-biaro di Padang Lawas, tampak suatu persamaan antara yang satu dengan yang lain. Semua halaman itu rupanya tersusun menurut satu bagan yang tetap, yaitu, setiap halaman biaro itu dikelilingi tembok pagar dengan sebuah gapura di sebelah timurnya. Di dalam halaman biaro itu terdapat biaro induk di sebelah barat, dan sebuah batur pendapa di sebelah timur. Pada halaman tersebut biasanya terdapat beberapa bangunan yang lain pula, seperti stupa-stupa kecil, batur-batur, dan stambha-stambha, tetapi bangunan-bangunan lain itu letaknya tidak menurut bagan yang tetap, karena denah biaro-biaro itu semua berbeda yang satu dengan yang lainnya.

Bilamana seorang peminat hendak mengunjungi sebuah halaman biaro, maka halaman itu harus dimasukinya melalui gapura di sebelah timurnya. Tidak diketahui apakah gapura itu dahulu bertutupan atas dan berpintu kayu atau besi, yang lazim disebut "gapura tertutup”, ataukah menjadi candi bentar, yaitu "gapura yang terbelah”, yang tak mempunyai penutup atas, karena dari batu-batu yang ditemukan di situ orang tak dapat mengetahui kembali bagaimana bentuk gapura itu dahulu. Yang pasti hanyalah bahwa gapura itu di luar mempunyai dua buah tangga di sebelah kiri dan di sebelah kanan, dan di dalamnya hanya tampak satu tangga yang menurun. Rupanya batur segi empat yang terdapat di depan biaro induk itu harus disinggahi dahulu sebelum orang meneruskan perjalanannya ke biaro-induk, karena letak batur itu adalah tepat di antara gapura biaro induk dan pada semua denah yang didapati dari halaman biaro tersebut ternyata bahwa ada dua buah tangga yang menuju ke atas batur itu, yaitu satu dari sebelah timur dan satu dari sebelah barat. Fungsi batur itu tidak diketahui, tetapi mungkin batur itu menjadi tempat arca dewa juga atau tempat stupa kecil. Kelaziman membina batur di depan candi induk itu masih terdapat juga di Bali, untuk tempat arca atau untuk tempat upacara pendanda. Di Pulau Jawa kelaziman itu sudah ada dalam seni bangunan Singasari, yang ternyata pada halaman Candi Kidal, yang dibangun dalam akhir abad ke-13. Juga Candi Jawi dan Panataran yang dibina dalam abad ke-14 mempunyai batur-batur di depan candi induknya. Perbedaan antara batur-batur Padang Lawas dan batur-batur di Jawa Timur terdapat dalam bentuknya, karena batur-batur di Padang Lawas berbentuk segi empat, sedangkan batur-batur di Jawa Timur itu persegi panjang.

Jadi kita dapat membayangkan seorang peminat yang menaiki tangga batur di sebelah timur, yang kemudian menyembah kepada arca dewa yang terdapat pada batur itu, turun lagi dengan melalui tangga di sebelah barat dan baru sesudah itu dapat mengunjungi biaro-biaro induk.

Biaro-biaro yang terbesar di Padang Lawas adalah: Si Pamutung, Biaro Bahal I, II dan III, dan Aek Sangkilon.

Biaro-biaro itu terdiri dari dua buah batur bersusun, yang kemudian diikuti tubuh biaro yang segi empat yang selanjutnya ditutupi atap yang segi empat yang berpuncak stupa. Biaro-biaro itu memperlihatkan juga suatu perbedaan dalam susunannya masing-masing. Misalnya: Biaro Bahal I (di Padang Lawas terdapat tiga Biaro Bahal, yang terbesar disebut Bahal I), mempunyai atap yang berbentuk segi empat, dengan bagian atas yang berbentuk segi-delapan di mana terdapat relung-relung arca dan kemudian berpuncak stupa. Di Biaro Si Pamutung atap yang berbentuk segi empat terdiri dari dua bagian, pada bagian yang terbawah terdapat 16 stupa kecil dan pada bagian yang di atas 12 stupa. Dalam bagian teratas dari atap itu terdapat suatu lubang yang dalamnya 52 cm, yang mungkin dimaksudkan untuk memasukkan pasak dari stupa yang terbesar yang menjadi puncak biaro.

Di bagian teratas dari atap Bahal I ditemukan juga sebuah lubang yang demikian, yang dalamnya 30 cm. Diduga bahwa lubang itu tidak cukup dalamnya untuk memasukkan pasak dari stupa pusat dan mungkin dimaksudkan sebagai tempat penyimpanan benda suci, tetapi benda suci yang demikian itu tidak ditemukan. Hal ini mengingatkan kepada sebuah stupa di Muara Takus, yang berlubang juga. Lubang itu berisi tanah, potong-emas yang bertulisan, yang sayangnya semuanya an. Seperti telah dikatakan di atas, maka juga di Padang Lawas telah ditemukan beberapa helai mas yang bertulisan, yang sayangnya semuanya ditemukan antara runtuhan-runtuhan batu dalam bilik-bilik biaro, sehingga tidak dapat dikatakan dengan pasti dari mana asalnya helai emas itu.

Suatu bukti bahwa sebuah biaro berpuncak stupa adalah kalau di dekat kaki biaro ditemukan

31