keraton yang lain, ceruk-ceruk di dalam dinding batu tempat-tempat penggalian batu, seluruhnya merupakan kombinasi bangunan yang aneh. Telah kita lihat juga sebuah patung Buddha, tetapi di Ratubaka ada juga diketemukan patung-patung yang bercorak agama Wisnu dan Ciwa, meskipun banyak patung-patung yang dahulu diwartakan, semenjak itu telah hilang. Dekat pendopo yang besar telah diketemukan sebuah prasasti ditulis dengan tulisan yang sama (prenagari) dengan prasasti Kalasan dari tahun 778 Masehi, yang terkenal itu. Tentu kedua-duanya berasal dari yang bersamaan. Nama Cailendra dari wangsa Jawa Tengah yang terkenal itu juga disebutkan di dalamnya.
Diketemukan juga prasasti dalam bahasa Sanskerta dengan tulisan Jawa kuno dari tahun 865 Masehi, yang membicarakan tentang pendirian sebuah lingga, jadi bercorak agam Ciwa. Kamar-kamar di dalam batu padas itu dahulu tentunya tempat-tempat bertapa untuk para pertapa atau raja yang mengundurkan diri dalam kesunyian. Tetapi tempat-tempat penggalian batu yang terletak di dekatnya dianggap sebagai tempat asal bahan-bahan batu untuk bangunan-bangunan dari zaman akhir Jawa Tengah di sekitarnya. Rupa-rupanya selama zaman Jawa Tengah ada berturut-turut berbagai macam golongan agama yang masing-masing mempunyai kepentingannya sendiri di Ratubaka. Tetapi lebih baik untuk sementara waktu kita menjauhkan diri dahulu dari pendapat yang pasti. Jadi tidak usahlah orang lain bersusah payah untuk membantah kita, dan kami juga tidak usah menariknya kembali sesudah beberapa tahun. Jadi kita turun sekarang, menuju ke jalan besar dengan perasaan yang belum puas, dan masih penuh dengan pertanyaan dan persoalan.
Dahulu kala pengunjung-pengunjung kalau mau ke Ratubaka, datang dari jurusan yang lain, yaitu dari sebelah utara. Lebih dahulu lagi, di masa orang mendirikan Candi Lara Jonggrang ada jalan yang sampai di tempat itu pada tepi gunung. Jalan itu dimulai dari gapura masuk Candi Lara Jonggrang dan dari situ lurus ke arah selatan. Sisa-sisa bangunan-bangunan serta patung-patung telah diketemukan di tempat yang terletak di antara candi dan bukit itu. Ini membuktikan bahwa dahulu memang ada hubungan lain daripada dalam cerita-cerita kuno saja, antara Lara Jonggrang dan Ratubaka.
(N.J. Krom, Inleiding tot de Hindoe-Javaansche kunst I, 1923, 244-6; W.F. Studterheim, Jawa 6, 1926, 129-35 dan Bijdragen Kon, Inst. 86, 1930, 302-5; Oudheidkundig Verslag 1938, 11-13, gb. 28-32; 1939, 14-15, gb. 14-18; 1940, 23, gb. 23-24; 1948, 23, 33-37, gb. 21-22).
A.J.B.K.
61