bagaimana disimpulkan tadi ialah bentuk-bentukyang terakhir, adalah dari makam-makam yang dianggap tertua. Ringkasan di bawah ini yang di dasarkan atas typologi atau diturutkan kepada bentuk dan ragamnya, semata-mata dihubungkan dengan seni bangunan dan — sekali lagi di sini ditegaskan sejelasnya — tidak dengan sejarah.
Makam-makam yang menjadi pokok uraian ini adalah makam Islam betul-betul dan pada hakekatnya tidak berbeda dari makam-makam yang terdapat di Indonesia seluruhnya dan sebagian terbesar dari dunia Islam. Jenazahnya ditidurkan miring ke kanan di dalam ceruk yang disediakan di sisi liang-kubur dengan mukanya dihadapkan ke Mekkah. Setelah ceruk tadi ditutup dengan papan atau anyaman, maka liang-kuburnya ditutup dengan tanah galian. Terjadilah di atas kubur itu semacam bukit tanah, dan itulah yang menjadi tanda tempat penguburan tadi. Sesuai dengan tempat, waktu dan kedudukan yang meninggal di dalam masyarakat, maka bukit itu dengan berbagai cara diberi bentuk yang kekal. Yang paling sederhana ialah dengan mengelilingi bukit tanah tadi dengan bingkai papan agar tanahnya tidak longsor, sedangkan satu atau dua tonggak ditaruhkan pada bagian kepala dan kaki. Pun jika bingkai itu diganti dengan batu untuk memberi corak yang lebih perkasa kepada makam itu, bentuk dasar tadi di Sulawesi Selatan tetap dipertahankan (di Jawa umpamanya seringkali kijing-kijing itu mempunyai bentuk tertutup, sehingga dengan demikian seakan-akan dibuatkan tiruan bukit kuburan dari batu yang telah dikerjakan sangat rapih dengan penampangan yang berbentuk trapesium). Kuburan-kuburan Makasar dan Bugis selalu batu nisannya ditanamkan dalam tanah atau kerikil.
Seringkali, tidak selalu — ada kalanya bahwa oleh karena sesuatu sebab kuburan itu tidak diperbolehkan diatapi — kuburan-kuburan itu diselubungi dengan cungkup. Di banyak tempat di Indonesia rumah-rumah cungkup itu dibuat dari kayu dan diberi bentuk menurut adat-adat setempat. Jika yang meninggal itu dianggap sangat luhur atau suci, maka atap cungkupnya meruncing seperti limas, tidak berhubungan, jadi seperti masjid dan langgar. Dengan meniru makam-makam Arab yang cungkupnya berkubah banyaklah didirikan cungkup-cungkup dari tembok yang berbentuk bujur sangkar dengan atap dari batu pula yang berbentuk bulat atau persegi dan runcing puncaknya. Di Sulawesi Selatan rumah-rumahnya berdiri di atas tonggak dan oleh karena itu sukar diambil sebagai contoh untuk membuat cungkup, maka yang ada cungkup-cungkup dari bentuk yang terakhir sajalah.
Sedangkan pada umumnya kuburan-kuburan itu ada yang bercungkup dan ada yang terbuka saja, maka kita lihat di Sulawesi Selatan bahwa di sana telah terjadi bentuk kuburan yang merupakan kombinasi sangat luas dari jenis yang pertama dan yang kedua.
Kuburan yang tidak bercungkup menjadi berbentuk kijing sangat besar dengan banyak hiasan, menjadi sebuah keranda di atas alas yang tinggi. Di lain pihak kita lihat bahwa atap kubah dari cungkup itu memperoleh garis tampang yang semakin indah. Garis tampang ini akhir-akhirnya memberi bentuk keranda di atas alas, sedangkan di bawahnya terdapat sebuah bilik yang sangat rendah mempunyai pintu masuk yang sangat kecil. Dan di dalam kamar itulah terdapat kuburan yang sebenarnya.
Baik tentang asal bentuk garis tampang yang demikian itu maupun tentang sejarahnya mengenai jalan perkembangannya tidak ada diketahui sedikit pun. Namun mungkin juga untuk menunjukkan dengan jelas bagaimana jalan perkembangannya itu berdasarkan makam-makam yang kini ada. Dengan bahan-bahan yang dapat terkumpul selama tahun-tahun yang terakhir ini maka di sini akan dicoba menunjukkannya.
50