Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/23

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
13. Rencana Untuk Tangga gereja di Fort Rotterdam dalam Benteng Jumpandan (Fort Rotterdam), Makasar

mengakibatkan dilengkapinya juga kekurangan tadi. Karena perbaikan yang demikian itu memberi kesan bahwa bangunan itu terlantar, yang berarti: memburukkan nama pemiliknya.

Jika sebuah bangunan telah acapkali diubah-ubah bangunannya, telah diganti sininya dan diganti sananya, telah ada beberapa lagiannya yang dibongkar atau ditambahkan, maka sukarlah dicarikan bentuknya yang asli, pun untuk mencoba mengembalikannya waktu melakukan pemugaran misalnya. Pula tak ada kemungkinan untuk menentukan sesuatu waktu yang tepat dari riwayat pembangunannya guna dijadikan pokoknya, sedang segala yang ditambahkan kemudian dibongkar saja. Hal ini mungkin dilaksanakan pada sebuah bangunan yang disengajakan untuk peringatan dari sesuatu ketika dari sejarah. Dengan menghentikan jalannya perkembangan secara ini, maka kepurbakalaan itu menjadi bangunan yang kaku mati. Maka berlakulah aturan-aturan mengenai bangunan kuno-kuno dalam bagian pertama karangan ini. Pun disini terbukti lagi bahwa sebuah bangunan yang hidup meminta tambahan-tambahan dan perbaikan dalam langgam masanya sendiri.

Meskipun lebih baiklah bila bentuk-bentuk yang baru ini direncanakan seorang arsitek yang bekerja pada pemilik bangunan itu, tetapi seringkali terjadi juga bahwa Seksi Bangunan memberi nasehat-nasehat yang mendalam dalam hal ini (gb. 13).

Dari ikhtisar pekerjaan seksi bangunan dinas purbakala ini nyatalah bahwa seorang ahli bangunan purbakala dengan pekerjaannya menguasai lapangan ilmu bangunan yang penting. Suatu lapangan yang tidak memberi kesempatan kepada seniman yang ingin tampil ke mula, melainkan suatu lapangan yang lebih-lebih memberi kemungkinan untuk memberi sumbangan kepada pembukaan perbendaharaan kebudayaan Indonesia. Penjelmaan-penjelmaan kebudayaan dari masa yang silam yang tidak hanya menimbulkan peringatan-peringatan kepada peristiwa-peristiwa zaman dahulu, melainkan dapat pula memberikan peringatan kepada peristiwa-peristiwa zaman dahulu, melainkan dapat pula memberi ilham untuk prestasi-prestasi yang baru. Apabila buah kebudayaan itu dikembalikan kepada gemilang yang lama, maka tercapailah keseimbangan yang bagus dengan kecenderungan masa kini untuk hanya mengindahkan segala sesuatunya dari kenyataan kebendaan belaka. Lagi pula dapatlah digelorakan perhatian-perhatian terhadap anasir-anasir hidup yang ada di luar dan di atas segala kejadian sehari-hari, yaitu rohani dan keindahan.

Mereka yang berhasrat mencurahkan jiwanya kepada tugas yang mulia ini harusnya di samping dasar ilmu pengetahuan yang baik, mempunyai minat terhadap seni bangunan, perhatian terhadap sejarah dam rasa terhadap keindahan. Bagi mereka tersedialah suatu tugas yang sama sekali tidak usah dianggap mati atau menjemukan. Pokok-pokok pengetahuan yang sangat berganti-ganti getaran-getaran jiwa selama penyelidikan dan penggalian, kesibukan mencipta waktu mencari pemecahan soal-soal mengenai keindahan, dan akhirnya soal-soal teknis yang bersangkut paut dengan pekerjaan melawan runtuh dan musnah. itulah semua yang memperkaya dan memberi jiwa kepada hidupnya seorang pegawai Seksi Bangunan.

Keluasan tanah Indonesia serta kemegahannya di masa silam memberi kesempatan kepada banyak orang untuk penyelidikan kepurbakalaan dalam hal seni bangunan. Kalangan kecil yang ada dewasa ini berhadapan dengan tugas yang maha besar itu ,sungguh masih bisa diperluas dengan berbagai insinyur bangunan dan orang-orang yang mempunyai didikan sekolah teknik menengah atau rendah, yang bila perlu dapat memperoleh pendidikan lebih lanjut yang patut dalam ikatan dinas.

V.R.v.R.

17