Senanglah hati keduanya, berjumpa sobat satu hati, dibawa Jamaris ke rumahnya, rumah papan tepi jalan, berkata Sutan Jamaris, kepada kawannya Hasan Basri, siapa istrimu sekarang, dan berapa anakmu, istri bernama Sarinah, ia orang tanah Jawa, kampungnya di Serang, kami belum beranak, baru setahun kami berbaur, pada hari semalam itu, sama mengungkapkan perasaan, tidak puas bercerita, seolah malam takkan siang, mereka tidur sampai larut, si Hasan Basri bekerja, menjadi amir berkatalah Jamaris, bagaimana asal mula, maka mendapat amir muda, kita sama sekolah kata Djamaris.
Menjawab Hasan Basri, tatkala lepas sekolah, saya dibawa oleh bapak, ke teluk Kuantan, tiba di Teluk Kuantan magang, di kantor tuan kemendur, setelah setahun magang, dapat kandidat jadi demang, rajin bekerja tahu hukum, tahu undang-undang pandai tanya jawab, selesai bekerja pukul satu, belajar hukum pemerintah, tiga bulan jadi kandidat, pindah menjadi mantari polisi, menggantikan mantari polisi di Basrah, untung baik masa itu, dapat menangkap orang Cina, runcing tanduk pelarian dalam paseban, barang siapa dapat menangkap, orang itu diberi persenan lima ratus, karena untung tolong Allah, saya dapat menangkap orang Cina itu, Cina nan cerdik licin pula, maka diberilah persenan oleh pemerintah, diangkat menjadi kandidat, sampai jadi Amir muda, katanya Hasan Basri mendengar kata demikian, berkata Jamaris, kepada Hasan Basri, mengenai diri saya, selepas sekolah kelas lima, diangkat menjadi jurutulis, juru tulis kepala dalam bekerja, sebagai jurutulis, beristri ke seberang, dapat anak dua orang, nan seorang laki-laki, seorang lagi perempuan.
Mertua Amai cilako, anak dihasut minta cerai, sekarang kami telah bercerai, katanya Sutan Jamaris, menjawab Hasan Basri, di sini Jamaris dahulu, dicoba mencari pekerjaan, saya tolong memasukkan surat, kata kawannya Hasan Basri, pada hari berikutnya, dibuatlah surat ke kemendur, meminta bekerja di kantor, ada kirakira lima hari, terpanggilah Sutan Djamaris, menghadap tuan
31