Tidak tertahan dengan perkataan mertua, malu dengan orang kiri kanan, dibawa si Aminah pindah, Minah menurut dengan kata mandeh, tidak suka bercerai dengan suaminya, daripada bercerai dari mandenya, biarlah bercerai dengan suaminya, karena si Rombok mulutnya kasar, tamak dengan harta kekayaan, maka bercerailah si Minah dengan si Jamaris, maka terpisahlah anak dengan bapak.
Selepas perceraian si Aminah, dan sudah pula diketahui, oleh kadi nagari, senanglah hati si Rombok, dinantikan idah tiga bulan, dua bulan setelah itu, disampaikan keinginan ke Sutan Sati, untuk menggantikan si Upik, nan sudah meninggal dengan Aminah, maka berkatalah Sutan Sati, setentangan keinginan mandeh, sebaiknya dibawa dulu, mufakat kepada ibu dan bapak. Pada hari berikutnya, dibawalah mufakat bapak dan ibunya, lalu berkata mamak si Sati, daripada jadi menantu si Rombok, lebih baik cari perempuan lain, si Rombok perempuan setan, anak seperti tidak diajari, baiknya ketika orang kaya, melarat dibuangnya, didengar kabar mula ke Medan, bercerai anak suami istri, perempuan iblis si Rombok, tamak dengan harta kekayaan, kalau tidak seperti itu, tidak akan banyak suaminya, menjawab pula ibunya si Sati, ketika si Djamaris bercerai, adu domba mande si Minah, anak disuruh bercerai, dimana akan elok, buruk baik tidak bercerai, senyampang kamu melarat, tidak ada uang disuruh pula bercerai, begitu kelakuan si Rombok, baiknya beristri ke nan lain.
Si Neti anak si Kundua, anak gadis belum bersuami, kelakuan baik romannya rancak, dari si Minah anak si Rombok, kamu bujang beranak tiri, besok harinya menikah, si Sati dengan si Neti, berhelat dengan berarak-arakan, melewati halaman si Rombok.
Simantung di Padang tinggi
Dibubut keladi dihempaskan;
harap burung terbang tinggi
Nuri nan jinak dilepaskan.
21