1. Kesejajaran
Arti harafiah dari wayang adalah bayangan, tetapi dalam perjalanan dari waktu ke waktu pengertian wayang itu mengalami perubahan yang bergeser pengertiannya menjadi seni pertunjukan panggung (Pandam Gurito, ?) Hal ini mungkin karena pada perkembangan selanjutnya wayang tidak hanya dipertunjukkan dalam bentuk bayangan, tetapi juga dalam bentuk visualisasi lain seperti : Wayang Golek, Wayang Cepak, Wayang Beber, Wayang Wong dan sebagainya.
Mengenai asal-usul pertunjukan wayang sampai saat ini masih simpang - siur. Dr. N.J. Krom berpendapat bahwa seni pertunjukan wayang berasal dari India Barat, namun pendapat itu dibantah oleh Dr. GA. J. Hazeu dalam desertasinya yang berjudul " Birjdrage tot de Kennnis Van Het Javaansehe Toneel ", ia berpendapat bahwa pertujukan bayang-bayang adalah asli seni pertunjukan Jawa. Selain pendapat kedua pakar tersebut di atas, ada lagi pakar yang berpendapat, bahwa sebenarnya wayang itu merupakan buah akulturasi dari kebudayaan Jawa dan kebudayaan Hindu-India.
Pada perkembangan selanjutnya ternyata pertunjukan wayang sangat digemari oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, persebaranya tidak hanya terbatas di pulau jawa, tetapi juga menyebarluas ke pulau-pulau lainnya seperti Bali, Nusa Tenggara, Sumatra, Kalimantan, Dan sebagainya.
Di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan pertunjukan wayang kulit mulai dikenal sekitar awal abad ke-XIV. Pernyataan ini diperkuat karena sekitar tahun 1300 sampai dengan tahun 1400 Majapahit telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan sebagai jajahan ( Tjilik Riwut: 1993). Majapahit yang telah menganut ajaran Hindu waktu datang ke Kalimantan menyebarkan agama yang dianutnya itu tidak dengan jalan kekerasan, tetapi melalui pertunjukan wayang kulit.
Konon Pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Andayaningrat membawa serta seorang dalang wayang kulit yang bernama R. Sakar Sungsang lengkap dengan para pengrawitnya. Pergelaran wayang kulit yang dimainkan oleh R. Sangkar Sungsang itu kurang dapat dinikmati oleh masyarakat Banjar karena lebih banyak menggunakan repertoar dan ideom-ideom Jawa.
Pada saat memudarnya kerajaan Majapahit dan mulai berdirinya kerajaan Islam (1526 M), pertujukan wayang kulit mulai diadaptasi dengan muatan-muatan lokal yang di pelopori oleh Datuk Toya. "Penyesuaian" itu terus berlangsung sampai awal abad Ke-XVI, perlahan-lahan wayang kulit itu berubah, sesuai dengan citra rasa dan estetika masyarakat setempat.
Sekarang Wayang Kulit Banjar telah menjadi seni pertujukan yang berdiri sendiri dan memiliki ciri-ciri spesifik yang membedakannya dengan jenis-jenis wayang kulit lainnya, baik dari segi bentuk wayangnya, musik/gamelan pengiringnya, ataupun cara memainkannya.
2. Bahan dan Bagian Wayang
Bahan yang digunakan untuk membuat wayang kulit di Jawa biasanya adalah kulit/belulang kerbau, dan yang terbaik adalah kerbau yang kudisan. Mengingat di Kalimantan Selatan binatang itu kurang dibudidayakan, maka bahan untuk membuat wayang kulit Banjar umumnya adalah kulit sapi, bahkan ada pula yang terbuat dari kulit kambing.