Halaman:Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara.pdf/39

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dikerjakan sebidang sawah untuk pesemaian (huayadu). Setelah berumur 40 hari padi yang disemaikan dicabut dan ditanamkan.
Petak-petak sawah yang hendak ditanami sesudah digaru,,kemudian dibajak. 10 sampai 15 hari dibiarkan terendam air, maksudnya agar rumput-rumputan menjadi busuk. Kemudian digaru lagi untuk kedua kalinya, dan dibiarkan terendam air selama 10 sampai 15 hari. Yang terakhir ialah dibajak lagi dan digaru terus menerus sampai menjadi becek dan rata. Kini tibalah saatnya untuk menanam padi yang sudah dicabut dari pesemaian. Penanaman dilakukan oleh kaum wanita baik secara huyula (gotong-royong ) maupun dengan sistim upahan. Dewasa ini sistim upahan sudah mendesak sistim gotong royong. Setiap orang yang menanam padi untuk satu hari dibayar Rp. 500,- sampai Rp. 700,-

Padi yang sudah berumur 20 hari disiangi, yaitu dibersihkan dari ulat-ulat yang memakan daun padi. Tugas yang paling berat bagi petani ialah memberantas walang sangit dan mengusir burung pada waktu padi sudah berisi sampai dengan memuainya. Yang menuai padi (mongotolo) dikerjakan oleh laki-laki dan wanita secara gotong royong dikalangan ngola'a dan ungola'a (keluarga batih dan keluarga luas), dengan jalan mengundang mereka (motiayo). Menurut adat yang berlaku di daerah Gorontalo masih dijumpai para petani mengadakan upacara mopoa huta (memberi makan kepada tanah), baik sebelum menanam dan sesudah menuai. Maksudnya untuk menghormati tanah dengan memberikan sedekah bumi (Dungga, H, 1965 , hal. 56). Upacara ini dipimpin oleh Talenga (dukun) dengan sesajian berupa nasi kuning, nasi merah, telur rebus, daging, pisang. Talenga atau Pangggoba membawa sajian bersama kemenyan dan api ketengah sawah/ladang. Dan mulailah ia membaca mantera sambil membakar kemenyan untuk memberi makan kepada tanah (mopoa huta).

28