Halaman:Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara.pdf/262

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

menggarap kebun yang hanya ditanami dengan ketela dan ubi jalar. Untuk membuka kebun semacam ini mereka tidak lagi mengikuti kedua pola atau musim menanam seperti menanam padi. Ketela dan ubi jalar ini seringkali mereka tanam di bawah pohon-pohon kelapa, dan dikerjakan sendirian. Hasil bercocok tanam diladang, selain untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, juga diperjual belikan dan atau menjadi alat penukar untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.

Seorang petani mempunyai hak atas sebidang tanah, bila tanah itu merupakan hasil garapannya sendiri, atau diwariskan oleh orang tuanya kepalanya, atau juga jika tanah itu dibelinya dari orang lain.

Jika seseorang hendak membuka tanah untuk dijadikan ladang, maka ia harus meneliti dengan seksama, apakah hutan yang akan digarapnya itu sudah pernah ada yang menggarapnya atau belum. Jikalau hutan itu sudah pernah digarap, ia harus menghubungi si penggarap pertama atau ahli warisnya untuk memperoleh izin penggarapan. Pemberitahuan bahwa ia akan mengharap tanah tersebut kepada si penggarap pertama sangatlah penting, karena si penggarap pertama, merasa dan diakui mempunyai hak atas tanah tersebut, meskipun tanah itu telah menghutan kembali.

Akhir-akhir ini, setiap petani yang membuka hutan baru harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah setempat. Kebutuhan untuk membuka hutan baru disebabkan oleh semakin kurangnya areal perladangan. Ladang-ladang yang ada dan pernah digarap, tidak lagi dibiarkan menjadi hutan kembali sebagaimana kelaziman yang ada, melainkan mulai mereka tanami dengan tanaman keras se-

251