-77-
katan Perang Belanda. Baru saja ia sampai di Pontianak ia minta supaya datang kepadanya Kapten Yamamoto bekas Komandan Kempetai yang waktu itu berada dalam tawanan tentara Sekutu. Ialah dahulu ikut menjadi algojo-algojo yang memerintahkan atau ikut membunuhi tawanan-tawanan peristiwa Mandor.
"Yamamoto sang, "tanya Sultan Hamid II kepada bekas Kempetai itu, " tuan tentu tahu dimana sudah dikuburkan ayahanda kami Sultan Syarif Muhammad Al Kadri atau raja raja lain."
" Saya tidak tahu, " jawab Yamamoto, " yang mengetahuinya ialah Letnan Nagatani dan Letnan Kolonel Yama Kawa "
" Ah, itu mustahil, " jawab Sultan Hamid agak kesal. " Nagatani sudah mati ketika menumpas pejuang Pang Suma di Meliau. Dan Yama Kawa sudah menggabung ke induk pasukannya di Singapura. Tuan tentu tahu. Cobalah tuan katakan dimana ayahanda kami tuan kuburkan..."
Yamamoto san tersenyum sinis.
" Tuan tahu, " jawabnya dengan tegas, " seorang prajurit Jepang ialah manusia yang terpilih. Ia akan lebih suka memilih mati dalam harakiri dari pada harus membukakan sesuatu rahasia tentara. "
Sultan Hamid II tak berhasil membuka mulut Jepang itu supaya mau menerangkan dimana ayahandanya sudah dikuburkan. Ia menemui jalan buntu.
Tiba tiba dalam saat yang tegang itu tampillah seorang laki- laki penduduk dari Kampung Wajo Hilir yang bernama Muhammad dan sehari-hari dipanggilkan Mat Kapang.