Halaman:ADH 0008 A. Damhoeri - Pengawal Tambang Emas.pdf/26

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 22 -

Tu' Atin membuka tingkap keramatnya dan menoleh keluar. Ia disambut malam Rimba Mangkisi yang penuh misteri. Terdengar irama malam di hutan yang membawa kita lebih bertaqwa kepada Tuhan Maha Pencipta.

Ia berdiri mengambil sesuatu lalu diletakkannya disampingnya. Sibarani memperhatikan tanpa bertanya apa-apa. Ia melihat abangnya meletakkan segulung daun pisang karuk ( pisang hutan ) yang sudah dikeringkan. Kalau di Jawa penduduk asli membuatnya dari daun jagung dinamakan rokok klobot. Tetapi disini dinamakan dengan rokok sitaka. Sibarani sudah mengetahuinya. Sebab masa kanak-kanak ia gemar juga mengisap rokok sitaka itu. Tembakaunya istimewa pula diracik kasar-kasar dan lunak rasanya.

TU' Atin mulai menggulung rokok itu tetapi dengan amat heran ia melihat bahwa gulungan rokok itu tidak sebagaimana biasa. Besar-besar hampir sebesar pergelangan anak kecil, besar dan panjang. Rokok itu diikatnya dengan serbut daun enau supaya jangan tanggal.

Abangnya akan mengisap rokok itu rasanya tidak. Ia hanya merokok daun enau yang digulungnya setiap ingin menikmati rokoknya. Namun Sibarani diam-diam saja tidak bertanya apa-apa.

Sudah siap digulungnya enam batang rokok itu diletakkannya disampingnya. Lalu dia berkata:

"Sekali lagi saya katakan Barani. Hal ini rahasia, kakakmu sendiri tidak mengetahuinya. Apalagi orang lain. Tetapi kejadiannya tidaklah berupa rahasia. Kita hanya memanfaatkan tenaga alam untuk membantu kita.

Bila usaha ini berhasil maka kita udah membantu usaha teman-temanmu. Dan saya idak mengharapkan balasan apa-apa."

Tu' Atin melihat lagi keluar lewat tingkap. Pintu tingkap itu dibiarkannya tetap terbuka. Padahal udara dari hutan yang sejuk berembus lewat tingkap itu.

"Bila bulan sudah terbit nanti kau akan mengetahuinya dan akan melihat dengan mata kepalamu sendiri. Dan tak usah takut!"

Darah Sibarani gedebak gedebur. Apakah yang akan terjadi? Keinginannya mulai meluap. Dia tak pernah takut dengan apa saja. Sedangkan menjelaja hutan sendirian baik siang atau malam dia berani. Konon pula melihat sesuatu berdua dengan bangnya, kenapa dia harus takut? Hanya rasa ingin tahu yang lebih besar. Mungkin ia masih banyak belum tahu tentang isteri hutan yang jadi medan permainannya semenjak masih kanak-kanak. Namun waktunya belum datang. Bulan masih terlindung dibalik ufuk. Apalagi