yang sangat menakutkan, dan putarannya semakin kencang dan ... tibalah gilirannya di atas kapal Elang Segara. Kapal itu ibarat sepotong gabus saja layaknya, diputar ke udara bagaimana gasing kemudian diangkatnya ke atas, terbang ke udara dan ... sebentar kemudian diempaskannya kembali ke bawah bahananya bagai sebuah gunung roboh sekaligus. Petir di siang bolong pun menghalilintar teramat menakutkan. Rasanya dunia ini sudah kiamat.
Dalam suara hiruk pikuk itu masih terdengar sayup-sayup jeritan Tenggang, ’’Ampun, Buuu, ... ampun, ... Buuu!”
Tetapi alam malah bertambah murka. Kapal Elang Segara dihumbalangkannya tinggi ke udara dan diempaskannya sampai hancur lumat ke bumi kembali. Musnah dengan segala isi dan manusia yang ada di dalamnya.
Mak Deruma dan Pak Talang yang melihat kejadian yang tak disangka-sangka itu tak tertahankan lagi terkejutnya. Keduanya roboh ke tanah dan menemui ajalnya.
Ketika angin reda kembali satu pun tak ada bekas-bekasnya lagi. Seakan-akan Elang Segara tak pernah menempuh tempat itu. Tak seorang pun yang selamat dari kutukan Tuhan itu.
Kata orang juga waktu Mak Deruma dan Pak Talang datang menjenguk anaknya masing-masing membawa sebuah mempelam. Ketika bencana itu datang kedua mempelam itu terlempar dan akhirnya tumbuh di sana. Kata orang mempelam itu sampai sekarang masih ada dan buah serta bentuknya berbeda dari mempelam biasa. Dan waktu sungai itu surut airnya, kelihatanlah bekas bangkai kapal Elang Segara sudah berubah menjadi batu. Bentuknya amat menakutkan ....
45