Halaman:ADH 0006 A. Damhoeri - Nakoda Tenggang.pdf/43

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kilau karena butirya permata yang menghiasinya. Tak salah lagi! Tenggang mengenali kedua orang tua itu sekalipun mereka sudah jauh bertambah tua. Dengan gaya seorang raja, bertekuk pinggang dengan sorotan mata yang tajam ia berdiri tak berapa jauh dari kedua orang tua itu.

Yang wanita pipinya sudah kempot satu pun tak ada giginya lagi. Demikian pula yang laki-laki. Bentuknya tak ubahnya hantu yang dapat menakutkan anak-anak kecil.

Baru saja ia menampak Nakoda Tenggang datang, beringsutlah mereka ke muka dan berkata dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh awak kapal, "Wahai, ... tak salah lagi. Pulang juga kau Tenggang. Sudah bertahun-tahun kami menanti pulangmu, dan sekaranglah baru permohonan kami itu terkabul. Sudah kaya kamu sekarang Tenggang. Tetapi kami tidaklah mengharapkan kekayaanmu. Kami hanya ingin mendengar dari mulutmu kau memanggil ibu ...."

Perkataannya tersekat di kerongkongannya. Dirabanya bungkusan kotor yang dibawanya dan dibukanya, yang berisi daging seekor monyet utuh yang baru dibakar. Dan beberapa biji pisang, ubi dibakar.

"Ini ada kami bawakan makanan kesenanganmu dahulu, Tenggang!"

Tenggang seakan-akan tak percaya dengan penglihatannya. Dalam pada itu istrinya Ratna Lela keluar dan berdiri di samping suaminya. Angkuh tetapi cantik, cantik tetapi angkuh! Sambil bertelekan pinggang bertanyalah ia, "Siapakah monyet-monyet ini, Kanda?"

"Inilah suku Sakai, Dinda," jawab Nakoda Tenggang. "Kata mereka kanda anaknya ...."

"Apa?" mata Ratna Lela melotot sebesar jengkol. "Kanda turunan suku Sakai? Bangsa pemakan kera? Huuuh, ...." katanya mencibir, sehingga bibirnya terulur beberapa jari panjangnya.

Nampak sekali kebenciannya. Ia pun merentak pergi meninggalkan suaminya.

"Lela ...!"

41