Halaman:ADH 0005 A. Damhoeri - Misteri Rimba Mangkisi.pdf/45

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

41.

7. TAMU TENGAH MALAM .

  • * *

M A L A M itu bulan perbani. Bulan tiga bari. Udara sangat cerah. Angin bertiup sepoi-sepoi. Tetapi langit berawan. Hutan itu tetap melagukan nyanyian hutan malam yang sama setiap malamnya. Suara margasatwa malam, uir-uir dan binatang-binatang malam lainnya. Campur aduk merupakan simponi alam yang tak bisa ditiru manusia dengan alat musiknya. Dibawah tangga pondok gambir itu terdengar desir air pancuran masuk kedalam bak terbuat dari kayu.

Dalam pondok itu pada tingkat atas terlihat kelap kelip cahaya pelita ditiup angin dari celah-celah dinding. Sebagai menari layaknya. Dalam pondok kelihatan Tu' Atin duduk berhadapan dengan tamunya, Mandugo Tuo Hutan yang siang tadi baru kenal. Walau dia kecil tetapi Tu' Atin tambah hormat dan kagum kepada orang tua bertubuh kerdil itu.

Mandugo mengisahkan sedikit tentang rumah tangganya. Ia juga punya isteri dan isterinya perempuan biasa,- perempuan normal. Dan anak-anaknya ada tiga orang semua lebih besar dari ayahnya.

Tadi mereka makan sangat nikmat sekali. Sambalnya apa yang ada dan dapat. dicari dalam hutan itu. Mandugo menyumbangkan sepotong rebung betung sungguh yang masih muda. Rebung itu direbus saja dan dimakan dengan ikan kering. Ikan limbat yang dimersikkan plus sambal lada.

Dalam pada itu malam semakin larut juga.

" Si Tan Pahek, si Saluik, juga sama dengan mamak, maaf bertubuh kecil tetapi punya akal besar."

" Ya, memang Tuhan sudah menciptakan makhluknya aneka jenis dan setiapnya harus pasrah menerima keadaan yang dikaruniakan kepada mereka. Tentu setiapnya ada mempunyai hikmah."

" ya, " tukas Mandugo, " yang jelas keuntungan kami orang kecil membeli pakaian cukup separo orang besar dan kewajiban kami dalam negeri tidak sama dengan orang biasa.2

Tiba-tiba ia bertanya:

" Datuk ada punya tembakau?"

" Ya ada, " jawab Tu' Atin. Ia berdiri dan dambilnya selempeng