Halaman:ADH 0005 A. Damhoeri - Misteri Rimba Mangkisi.pdf/32

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

- 28 -

dung Janir terjun seekor anak babi jatuh di alur yang licin itu. Kemudi an,... seekor lagi. Dan eh, kini seekor yang besarnya ikut terjun jatuh ditempat yang sama. Ketiga babi itu bagai terisap kedalam mulut goa tadi dan lenyap satu persatu. Tetapi bukan dengan langkah-langkahnya tetapi bagai diisap oleh sebuah pompa yang kuat.

Kemudian ia mendengar desau-desau semak belukar dari mana babi-babi tadi terjun. Janir melangkah lebih keatas tebing dan melihat ke tebing disebelahnya tempat gerombolan babi-babi tadi. Ia seakan-akan melihat ada seperti bayangan sebuah sosok manusia, tetapi manusianya menurut penilaian Janir sangat besar, ya jauh lebih besar dari ukuran manusia biasa.

Janir berkejut sebab persis didepannya sudah jatuh pula seekor babi yang besar dan sesampai dibawah, dalam alur itu segera terisap oleh mulut gua itu seperti didalamnya ada sejenis pompa ajaib yang bekerja kuat sekali.

Barulah Janir sadar. Bulu tengkukya kembang dan berdiri. Ia mulai dapat mengerakkan otot-otot kakinya dan larilah ia meninggalkan tempat itu. Tak peduli semak belukar, tak peduli tunggul kayu, atau akar-akar berduri, Ia lari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat yang aneh dan menakutkan itu. Ia mulai mengerti apa yang sudah disaksikannya, Untung saja tak berapa lama dimatanya terbayang kibaran bendera merah yang berasal dari kolornya sendiri. Janir berlari sebagai seorang atlit dalam perlumbaan lari dan kemudian sampailah ia ditempat itu, pondok pernantian mereka, Kebetulan dua orang temannya sudah ada disana.

Janir tersandar disebatang kayu dengan tubuh gemetar dan nafas ngos-ngosan.

" Nir,...Nir,..." tanya kawannya, " ada apa?" Janir belum dapat menjawab, nafasnya masih memburu matanya terbeliak belum bisa berkata.

Maka yang seorang mengipasi tubuh Janir dengan selembar kain dan yang seorang lagi memberinya minum air dingin. Setelah beberapa lamanya barulah aliran darahnya mulai normal kembali dan kelihatannya ia mulai agak tenang.

" Gadang,...gadang,....." ujarnya sebagai orang kesurupan.

" Apanya yang gedang?" tanya kawannya.

" Kayunya?" tanya Kandar.

" Ularnya,...babinya dan.....orangnya......" jawab Janir yang su-