Halaman:ADH 0005 A. Damhoeri - Misteri Rimba Mangkisi.pdf/28

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

- 24 -

oleh orang lain. Sebab tempat-tempat yang biasa sudah pasar dijelajahi orang,"

" Saran itu sangat kami setujui," jawab teman-temannya, " kami juga berpendapat demikian. "

Seorang mengeluarkan pikiran terperinci tentang rencana mereka itu. " Kita ambil menjadi pedoman puncak Bukit Situka Jaring jadi tempat pertemuan kita. Kemudian dari sana kita berpencar məncari tempat yang rasanya ada mengandung garu, Kita boleh berdua, atau kalau berani boleh sendiri saja asal perjanjian mutlak: Hasil yang didapat dibagi empat sama rata,

" Cocok benar," kata Janir, ia memang sangat pemberani dan daerah Rimba Mangkisi itu sudah dikenalnya betul. Kode kita ialah pekikan yang biasa, tiga kali berturut-turut."

Janir mencobakan suara kode mereka: " Uuuuu,...uuuuuu...uuuuuu!"

" Saya juga begitu," menukas Biham, " saya sendiri satu minggu dalam hutan ini sendirian Insya Allah takkan apa-apa....."

" Asal kalau dapat jangan dimakan sendiri," sela Mansur pula.

Maka mereka lalu meneruskan perjalanan arah ke kanan. Mereka tahu jika jalan itu diteruskan mereka akan sampai đi daerah Sungai Ipuh dan Ampalu. Tetapi jika berat kekiri mereka akan sampai didaerah Riau. Demikianlah satu hari perkalanan mereka, membelok arah kekanan. Jalannya sangat sulit. Kadang-kadang harus dirambah semak belukar untuk membuat jalan. Kadang-kadang menepi tebing yang terjal. Hutannyapun sangat lebat. Agaknya tempat itu jarang ditempuh manusia, Walau kayunya banyak dan baik-baik tetapi sangat sukar untuk membawanya keluar.

Sore harinya sampailah mereka dipuncak sebuah buikit kecil. Dari sana bebas lepas pemandangan kemana-mana. Semuanya biru,....biru semua. Hutan perawan yang belum pernah atau jarang ditempuh manusia. Mereka yakin bahwa didaerah itu apa yang mereka cari akan dapat. Jika mereka dapat menemui garu agak satu kilo saja maka mereka akan menjadi orang kaya. Apalagi kalau sampai dua tigo kilo. Mereka akan jadi jutawan.

Tak peduli untuk itu mereka akan menebang satu, dua, tiga atau sepuluh batang pohon. Soal penebangan liar, erosi dan sebagainya itu tidak menjadi masalah mereka.

Lalu berhentilah mereka ditepi sebatang anak air. Airnya jernih. Mereka dirikan sebuah pondok darurat dengan atapnya daun puar. Kemudian