Halaman:ADH 0005 A. Damhoeri - Misteri Rimba Mangkisi.pdf/13

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

- 9 -

berbeda bentuknya dari pondok yang lain-lain. Pondok itu tinggi sebab terjadi dari dua tingkat. Kenapa harus dibuat dua tingkat?

Ditingkat bawah itu terdapat'kempa' gambir itu. Kempa itu terbuat dari dua buah papan tebal yang kuat, pangkalnya diapit dalam sebuah lubang yang dipahatkan dalam sebuah balok yang kuat pula. Kesebelah atasnya pengempa ini terbuka dan dapat dirapatkan. Untuk merapatkannya dipasang beberapa buah baji di kiri kanannya. Kedua ujung pengempa itu dirapatkan dengan cara memasukkan baji-baji itu. Memasukkan baji itu dengan cara ditokok kuat-kuat. Penokoknya tidak seberat 10 kilo tetapi barangkali hampir 50 kilo beratnya. Nah, tidak sembarang orang mampu mengayun penokok itu dan menghantamkan ke baji itu. Antara pengapit itulah diletakkan daun gambir yang sudah direbus dan keluar getahnya. Getah itu dtampung disebelah bawahnya. Getah itu dicetak dengan sepotong bambu dan dikeringkan. Maka menjadilah ia komoditi ekspor yang berharga.

Nama peladang gambir yang hidup memencil itu: Tu' Atin. Umurnya agaknya sudah sekitar 40 tahun. Tubuhnya mempunyai postur agak pendek dibandingkan dengan manuaia dewasa. Tetapi tubuhnya kekar dan keras. Hatinya juga keras. Di kapung itu terkenal sebagai seorang dukun. Juga ia terkenal sebagai seorang guru silat. Tetapi mengapa ia sudah sekian tahun diam menyendiri dalam hutan itu? Tentu ada latar belakangnya, bukan semata-mata mengharapkan hasil gambir saja. Sebab kalau hanya sekadar untuk berladang gambir ada tanah ulayat yang dekat dari sana. Dan mengapa harus di buat sejauh itu? Tempat yang sudah ditinggalkan nenek moyang berabad-abad yang silam. Hanya Tu' Atin lah yang dapat menjawab pertanyaan ini. Tetapi tampaknya ia senang dan betah tinggal ditempat yang sepi terpencil itu. Untuk keperluannya sehari-hari seperti: beras, garam, tembakau, bakal lauk pauk isterinya mengantarkan sekali seminggu atau sekali dua minggu yakni bila ia ada kesempatan. Si isteri ini termasuk berani juga. Ia berani berjalan memasuki hutan sendirian saja mengantarkan perbekalan kepada suaminya. Tinah namanya,

Namun keberanian masuk hutan itu sudah lazim di desa. Anak kecil berusia 12 tahun berani sendirian masuk hutan pada tengah malam buta di waktu musim durian. Penduduk desa sudah mengetahui simpang-simpang jalan setapak dalam hutan itu. Dan kenal dengan nama-nama tempatnya.

Penduduk desa sering juga berkomentar tentang kesendirian Tu' Atin itu. Bermacam-macam komentar mereka.