Halaman:ADH 0005 A. Damhoeri - Misteri Rimba Mangkisi.pdf/12

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

- 8 -

SATU-SATUNYA pintu masuk ke Rimba Mangkisi itu terdapat di desa Lurah Bukit. Sebuah batang air kecil keluar melintasi lembah-lembah perbukitan yang akhirnya bermuara di batang Sinamar. Nama sungai kecil itu Mangkisi pula. Batang Mangkisi itu kecil saja. Tetapi tak berhenti berair sepanjang tahun. Dalam palung sungai itu banyak batu-batu. Mulai dari yang sebegar tikus sampai yang sebesar kerbau. Bila musim kemarau air sungai itu mengalir dengan tenangnya melewati batu-batu itu. Tetapi bila terjadi banjir airnya akan menggila hebat. Batu-batu yang sebesar-besar kerbau itu di gelinding-gelindingkannya seakan-akan bocah main kelereng. Pada sebuah tempat yang bernama Solok Bakul airnya dibagi-bagi untuk irigasi. Menurut survey para ahli air batang Mangkisi itu dapat dipergunakan untuk membangun sebuah PLTA Mini dengan hasilnya kira-kira 100 MW. Tetapi hal ini tak pernah terjadi. Entah kapan.

Melalui pintu pass itulah penduduk desa masuk kedalam hutan dan mencari sumber nafkahnya. Tidak putus-putusnya setiap hari. Pagi pergi, sore pulang dengan membawa sesuatu. Pekayuankah, rotan kah, buah-buahankah dan sebagainya.

Empat jam perjalanan orang dewasa dari desa itu kita akan sampai disebuah dataran kecil. Nyata bahwa disana dahulu terdapat daerah perkampungan. Masih jelas dilihat bekas tebat ikan, bekas perumahan, kuburan, dan lain-lainnya. Tempat itu bernama: Subayang. Ber abad-abad yang silam disanalah desa penduduk yang ada sekarang. Kemudian pindah ke desa-desa yang ada sekarang. Kampung itu ditinggalkan. Di Subayang itu ada juga sebatang anak air. Namaya Batang Subayang pula. Sungai kecil ini bermuara ke sungai Kampar Kiri, di daerah Gunung Sahilan. Jadi termasuk daerah Riau.

Penduduk desa sering juga datang kesana. Untuk mencari pekayu an a- tau mencari ikan. Ikan di batang Subay ang itu banyak dan jinak-jinak. Maklum jarang ditangkap orang. Jar ang penduduk desa tingg al menetap disana.

Tetapi pada suatu masa da juga seorang penduduk desa yang tinggal menetap disana. Malahan sendirian saja. Memang aneh dan berani benar dia. Dia disitu berladang gambir. Luas juga ladangnya itu. Pada waktu cerita ini terjadi gambir diladang orang itu sudah hampir akan dikempa. Artinya daun gambir itu dipetik, lalu diolah dan diperas getahnya. Getah itulah menjadi salah satu sarana niaga ekspor yang cukup berharga.

Oleh sebab itu pondok yang dibangunnya ditengah ladang gambir itu