Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/56

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 52 -

sampai tinggi,.... tinggiii sekali. Dan kobaran api melonjak-lonjak dengan hebatnya meliuk-liuk. Biasanya anginpun datang sehingga apinya bertambah besar. Suara berderak-derak, dan gemertak gemertuk dan ngaungan api sedang berkobar sangat hebat. Seakan-akan sebuah naraka mini.

Semua yang ada dalam gundukan itu musnah dimakan api yang amat besar itu. Barangkali kalau Lis dilemparkan kedalam api dalam tempoh beberapa menit akan tinggal segumpal abu saja lagi. Kayu-kayu hiduppun musnah dilalapnya tanpa ampun.

Papa mulai pula membakar parunannya. Asap kelihatan mengepul dalam parunan tetapi hilang kembali. Papa mencari-cari daun-daun yang sudah mersik ditimbunkannya kedalam parunannya lalu dicakarnya kembali. Api berkobar sebentar menghabiskan umpan itu tetapi kemudian padam kembali. Emoh membakar gundukan parunan papa. Terdengar papa mengomel-ngomel.

Sedang mak sibuk melempar-lemparkan potongan-potongan kayu, sampah dan ranting kedalam api yang melonjak setinggi langit itu.

Entah apa sang api emoh menghanguskan parunan papa. Yah, barangkali karena papa belum ada mempunyai pengalaman untuk pekerjaan semacam itu. Maklum papa bekas pegawai kantor dan bukannya pekerja di ladang.

Papa dengan sikap mendongkol pergi ke gubuk. Ketika kembali dibawanya sebotol minyak tanah. Minyak tanah itu dituangkannya kedalam parunan kemudian dibakarnya. Asap berkepul, api berkobar dan terdengar suara gemertak gemertuk api makan dalam parunan dan kemudian hilang kembali. Lis mengira akan melihat nyala api setinggi mesjid kami di Lurah Bukit melihat besar dan tingginya parunan papa. Tetapi itu tidak terjadi. Yang ada hanyalah sumpah dan carut maki papa karena jengkel. Mungkin karena kalah dalam perlumbaan yang tidak diumumkan itu.