Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/55

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 51 -

Kini sampailah tahap pekerjaan kepada membersihkan perladangan itu sehingga dapat diberi lubang dan kemudian ditanami. Sisa-sisa kayu, daun-daunan apa saja yang masih ketinggalan dikumpulkan, ditimbun dan dibakar lagi. Pekerjaan ini namanya: ' m e m a r u n '.

Pada suatu hari Minggu kami be ramai-ramai pula pergi keladang. Papa dan mak sedang 'memarun'. Mula-mula kayu-kayu yang agak besar di potong-potong dan di longgokkan. Kemudian kayu-kayu dan ranting-ranting yang lebih kecil. Onggokan itu makin lama makin besar dan tinggi.

Tempat sekitarnya sudah bersih. Rumpur-rumput dan belukar yang masih ada dibersihkan dan dimasukkan kedalam parunan. Sehingga timbunan kayu, ranting, daun dan rerumputan itu sudah merupakan sebuah gundukan yang tinggi. Membuat parunan itu harus pula dijaga jangan dekat pohon yang bermanfaat misalnya dekat batang petai atau jengkol sebab ......

Diam-diam kami melihat ada dua perlumbaan yang memang tidak diumumkan. Disebelah bawah mak membuat sebuah parunan. Sebelah keatas papa membuat pula sebuah parunan. Gundukan papa cepat menjadi tinggi dan besar. Parunan mak lebih kecil. Maklum deh, mak seorang wanita dan papa lelaki, dan memang wajar seorang laki-laki lebih kuat dari seorang wanita.

Walau papa seorang pensiunan dan sudah tua tetapi ia masih kuat. Pohon-pohon yang agak besar di potong-potongnya dengan kapak. Kemudian disandang dan ditimbunnya. Seluruh tubuhnya berlepotan arang dan abu sehingga lucu benar tampang papa. Gaya seorang pelawak. Sebab kayu-kayu itu bekas terbakar dan masih ada arangnya.

Kemudian mak mulai membakar parunannya. Api membakar dibawah gundukan parunan itu mula-mula kecil dan merambat kedalam onggokan kayu, ranting dan daun itu. Asap mengepul kelangit