Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 45 -

orang-orang yang tahu menjelaskan, bahwa pondok itu ialah gubuk di ladang kopi kepunyaan papa dan mak.

Gubuknya ditaksir orang,- dipandang dari jauh saja.- menekan atap satu setengah kodi atau 30 helai. Padahal atapnya hanya 12 lembar saja. Memang pandangan dari jauh bisa mengelirukan. Dan luas ladang kami itu menurut berita orang kampung mencapai lima hektar. Padahal tak sampai dua hektar. Begitulah mulut usil.

Tetapi ada akibatnya yang lain. Dalam desa, di kedai-kedai kopi tersebar omong-omongan orang:

"Lihat pak Adam itu.-" nama panggilan papa Lis.- "sudah pensiun dan sudah tua tetapi semangatnya masih kuat. Masih mau ber ladang kopi. Sedang kita yang memang orang petani hanya menghabiskan tempoh dengan ber bual-bual di kedai kopi,..."

"Ya," sela yang lain, "nanti kita akan meneguk air liur saja melihat pak Adam membawa kopinya ber karung-karung ke kota sedang kita mengapa?"

"Sebuah contoh yang baik," menyela yang lain.

Dan akibatnya kemudian beberapa orang mulai pula merambah tanah ulayatnya untuk membuat ladang kopi. Pak Rainin, Sarani, Ican, Apid, dan yang lain-lain mulai mengangsur-angsur merambah tanah ulayatnya menuruti jejak papa. Begitulah kalau kita memberikan teladan yang baik kepada orang kampung.

* * *

Sungguh nikmat berada dalam gubuk di ladang kopi ini: Temasa dari sinipun alangkah indah! Pikiran menjadi tenang, otak menjadi jernih dan perasaan tubuh nyaman.

Dari lembah terdengar nyanyian batang Mangkisi ibarat senandung alam yang tak berubah-ubah. Nun, jauh di daerah perbukitan terdengar sorak siamang berbalas-balasan dengan suara yang kadang meninggi, kadang merendah dan saling bersahut-sahutan.