Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/41

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 37 -

hati.

"Ya, mak mau mengadakan kenduri besaaaar,..." jawab mak dengan senyumannya yang khas.

"Kenduri apa?"

"Lihat saja besok. Kalian semua boleh ikut. Bukankah besok hari Minggu dan kalian tidak sekolah?"

"Ya,...ya,..."

Semalaman kami diliputi teka teki yang tak dapat jawabannya yang pasti.

Besok paginya kami lekas-lekas bangun. Papa dan mak juga sudah bersedia-sedia. Gaya papa bukan main. Ia memakai celana tebal usang tapi kuat, baju kaus lusuh, pakai topi, sepatu karet dan di pinggangnya terselip sebilah parang. Laksana seorang pahlawan yang akan maju ke medan tempur saja.

Semua kami mendapatkan tugas. Ada yang membawa cerek dengan cangkir, ada yang membawa bungkusan, dan entah apa lagi. Pokoknya: tak ada yang berlenggang kangkung saja.

Lalu kamipun berangkat. Tujuan rupanya ialah ke Taeh. Disana ada sebuah batu besar yang datarannya luas sebagai batu ampar. Disanalah semua pembawaan kami dikumpulkan. Beberapa orang laki-laki sudah menunggu kami disana. Rupanya mereka sudah duluan berangkat. Semuanya lengkap dengan alat perkakasnya kebanyakan membawa parang. Tetapi ada juga yang membawa kapak. Huuh, sebagai suatu angkatan perang yang sudah siap untuk maju ke medan perang.

Uda Men barangkali sudah mendapat angin juga. Ia ada pula membawa sebuah parang.

Beberapa orang laki-laki datang pula menyusul. Semuanya terdiri dari kaum keluarga kami juga dan tetangga-tetangga.

"Barangkali kita sudah cukup." kata papa sambil melihat jam tangannya. "Marilah kita mulai!"