Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/37

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 33 -

5. Raksasa itu tumbang, rimba pun bertumbangan.

Ada sebatang pohon yang amat besar. Dahan-dahan dan ranting-rantingnya banyak. Buahnya seperti buah embacang. Tetapi ini bukannya embacang, mungkin keluarga dari embacang. Di desa kami nama pohon ini 'taeh'. Sehingga tempat ini pun dinamakan Taeh pula.

Embacang ialah sejenis mempelam juga. Buahnya bulat dan berserabut. Ketika masih putik banyak getahnya tetapi enak dijadikan ulam pemakan nasi. Dan Taeh buahnya agak kecil dari embacang dan lebih bulat. Rasanya tidak semanis buah embacang.

Tetapi raksasa yang bernama si taeh ini batangnya sudah berlubang. Sudah tentu batangnya sebagai penyangga pohon yang puluhan ton beratnya itu semakin lemah. Dan pada suatu hari sampailah ajalnya. Batangnya yang besar itu roboh ke tanah. Namun tempat itu dinamakan juga oleh orang kampung dengan Taeh. Untungnya dekat tempat itu ada lagi sebatang taeh yang tidak sebesar taeh yang pertama.

Dulu tempat itu dijadikan tempat berteduh oleh orang-orang yang pergi ke hutan. Jauhnya kira-kira seperempat jam perjalanan dari desa kami,- desa Lurah Bukit.

Sebelah bawahnya mengalir batang Mangkisi. Airnya mendesau-desau sepanjang siang dan malam. Memecah kesunyian rimba. Memercik gembira kian kemari di sela-sela batu. Di sela-sela batu itulah banyak ikannya.

Dari pinggir batang Mangkisi itu mendakilah tanahnya sampai ke lereng sebuah bukit yang jauh sebelah atasnya. Ada kira-kira setengah kilo meter jauhnya. Tanahnya subur.