Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 23 -

kuning keruh. Batu-batu sebesar-besar mobil truk dengan enanya di guling-gulingkannya, diadu-adunya satu dengan yang lain. Seperti orang sedang main bilyar saja. Demikianlah tenaga air. Tidak seorang pun yang berani menyeberanginya bila si Mangkisi sudah murka demikian.

Tetapi dalam keadaan biasa airnya kecil saja. Airnya tak pernah kering. Mengalir melalui palungnya yang penuh dengan batu-batu yang beraneka ragam besarnya. Mulai dari yang sebesar tikus sampai yang sebesar gajah. Jadi di desa kami murah sekali mendapat batu untuk membangun. Angkat saja dari batang Mangkisi berapa saja kita mau. Tidak beli, gratis saja.

Dalam batang air itu banyak juga ikannya. Jenis ikannya garing, tali-tali (sejenis ikan kecil yang sedap rasanya), dan limbat. Ikan limbat itu hidup di sela-sela batu. Tetapi sebagai sifatnya keluarnya tetap pada malam hari.

Sekali-sekali waktu liburan Uda Men sering pergi memancing ke batang Mangkisi itu. Harus ada teman sebab akan menjelajahi sepanjang batang air itu. Dan tempat itu tidak dalam daerah kampung lagi. Sudah masuk dalam daerah hutan. Jangan-jangan berpapasan dengan 'inyik belang'. Inyik belang ialah harimau. Jadi mengail malam hari itu diperlukan keberanian dan nasib baik.

Pada suatu malam uda Men pergi memancing dengan tiga orang temannya. Perlengkapan mereka: setiap mereka membawa pancing lima buah seorang. Lalu dua buah senter dan tiga buah obor. Kemudian umpan secukupnya.

Menurut cerita Uda Men sendiri:

Kami memulai operasi dengan memudiki batang Mangkisi. Kami melangkah dari batu ke batu. Pancing di tahan di sela-sela batu. Caranya begini:

Sebuah pancing ditahan disini dan satu lagi sebelah sana