Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/16

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 12 -

penduduk kenegarian Mungo masuk kedalam hutan. Tentu mereka mencari apa-apa hasil hutan. Waktu kembali mereka rupanya membawa bambu. Jenis bambu ini ada puluhan pula macamnya. Di daerah kami bambu dinamakan 'betung'. Betung inipun banyak pula kaumnya. Untuk tiang atau pembuluh yang ber ukuran besar dipergunakan 'betung sungguh'. Ukurannya besar, tebal dan kuat. Walau kuat dan besar rebungnya sedap dimakan.

Untuk keperluan biasa dipergunakan 'betung danto'. Untuk membuat gelamai buluh,- lihat cerita Lis terdahulu.- dipakai 'talang' atau 'paring'. Maka paring inilah yang dibuat perian alias tempat air guna penjemput dan penyimpan air oleh kaum ibu.

Nah, jenis betung yang dibawa penduduk Mungo itu ialah jenis 'paring' ini. Setiap mereka membawa beberapa ruas paring ini yang rupanya sudah dibuat parian.

Sekali,.... dua kali,.... sudah berkali-kali rombongan itu memasuki hutan dan ketika pulangnya setiap mereka membawa parian. Akhirnya peristiwa itu menjadi tanda tanya bagi seorang penduduk Lurah Bukit yang bernama Tu' Layau. Biasanya jika orang masuk hutan dan membawa buluh mereka membawa dalam ukuran panjang-panjang. Sampai di kampung baru di potong-potong menurut keperluan. Dan anehnya pula perian yang disandang mereka kelihatannya amat berat. Apakah isinya?

Tu' Layau ingin menyelidiki hal itu. Tentu saja dengan cara rahasia. Maka pada suatu kali rombongan itu masuk hutan Tu' Layau mengikuti mereka diam-diam. Rombongan itu bermalam dalam hutan. Biasanya kalau orang mencari buluh tak pernah bermalam di hutan. Sesuatu yang aneh pula. Akhirnya mereka sampai di daerah yang kemudian bernama 'Tambang' itu. Apa yang dikerjakan mereka? Mereka menggali batu-batu bukit itu kemudian di pecah-pecah. Dibuat pematang-pematang supaya bingkah-bingkah batu itu jangan hanyut. Sebab rupanya mereka sudah menyediakan