V. PERIODE PANTJAWARSA MANIPOL (1959-1964).
Pada masa Revolusi Indonesia berada dalam periode Pantjawarsa Manipol tahun 1959-1964 itu banjaklah terdjadi peristiwa-peristiwa nasional jang sangat menentukan arah dan tjontoh perkembangan masalah perburuhan.
Disamping sanering uang dalam tahun 1959 jang akibatnja mengganggu ketenangan masjarakat perburuhan karena banjak perusahaan jang menderita kekurangan uang tunai untuk membajar gadji/upah buruh ditjetuskanlah: Dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 untuk kembali kepada Undang-undang Dasar '45, dan Manifesto Politik jang mengembalikan perdjoangan Bangsa Indonesia kepada rel jang sebenarnja, Trikora pada achir tahun 1961 jang dapat mengembalikan Irian Barat kepangkuan Republik Indonesia, Konperensi Persiapan K.B.A.A. jang meletakkan dasar-dasar kerdjasama bagi buruh Afrika dan Asia, serta Dekon pada tanggal 28 Maret 1963 jang dipergunakan sebagai landasan perdjoangan ekonomi untuk menudju kepada masjarakat Sosialisme Indonesia. Achirnja, suatu peristiwa penting jang hasil-hasilnja dapat memberi gambaran jang njata mengenai tenaga kerdja di Indonesia setjara menjeluruh, jalah diselenggarakannja Sensus Penduduk dalam tahun 1961.
Dibanding dengan periode-periode sebelumnja dalam periode Pantjawarsa Manipol ini arah dan tudjuan Revolusi Indonesia mendjadi lebih djelas: djuga mendjadi lebih djelas bagi masing-masing dimana tempat mereka dalam perdjoangan untuk memperkuat ketahanan dan mempertjepat proses revolusi itu. Manifesto Polititk menjatakan bahwa buruh adalah sokongan revolusi disamping tani. Dekon kemudian menentukan bahwa diantara 5 tindakan Pemerintah jang akan diambil untuk melaksanakan Dekon itu, satu diantaranja jalah: „Usaha penjempurnaan labour force harus terus-menerus dilakukan dengan menjempurnakan statistical, technical dan managerial skill, serta berbagai matjam job-training” (tindakan ke-empat).
Dalam periode-periode jang lampau perdjoangan untuk mensukseskan Revolusi Indonesia masih banjak dihinggapi salah pengertian, salah urus dan salah pimpinan hingga kekuatan nasional, sebagai akibat dari pada sistim liberal, dalam keadaan terpetjah belah. Situasi itu djuga tergambar dalam perkembang-
181