Lompat ke isi

Halaman:20 tahun Indonesia merdeka.djvu/147

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
  1. Indonesia sebagai pasaran tenaga kerdja murah.
    Peraturan-peraturan dibidang agraria jang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial memungkinkan tuan-tuan tanah untuk makin berkuasa jang menjebabkan bertambahnja buruh-buruh tani. Mereka ini karena kurang pekerdjaan lalu mendjadi barisan tenaga setengah penganggur dan sumber tenaga kerdja murah bagi perusahaan-perusahaan dan industri kolonialis-kapitalis. Beratus-ratus ribu dari „tenaga kelebihan” dibidang pertanian itu banjak diangkut sebagai „Kuli kontrak” murah kedaerah-daerah lain di Indonesia bahkan djuga keluar negeri (Suriname dan New Caledonia).

Dimasa pendjadjahan Belanda masalah perburuhan bertjorak sebagai ekses-ekses daripada eksploitasi (sistim kolonialis-kapitalis) atas manusia jang bekerdja di Indonesia.

Penderitaan tenaga kerdja Indonesia jang telah berlangsung berabad-abad lamanja itu diperbesar dengan masa pendudukan Djepang dimana beratus-ratus ribu orang laki-laki Indonesia dikota-kota dan desa-desa dikerahkan dan diangkut ketempat-tempat didalam dan diluar wilajah Indonesia untuk dikerdja-paksakan pada tempat-tempat pertahanan Djepang.

Pemerintah pendudukan Djepang tidak menetapkan peraturan-peraturan perlindungan bagi pekerdja-pekerdja jang dikerahkannja .Upah ditetapkan dengan tjara sewenang-wenang. Peraturan djaminan ketjelakaan ditetapkan dengan djaminan-djaminan jang lebih rendah daripada jang telah ditetapkan dalam Peraturan Ketjelakaan 1939 dari Pemerintah Hindia Belanda. Peraturan-peraturan pendudukan militer Djepang jang berlaku pada waktu itu tidak memberi kemungkinan kepada Rakjat Indonesia untuk mengadjukan tuntutan-tuntutan perbaikan. Sampai sekarang belum dapat dilupakan seluruhnja penderitaan romusha-romusha (tengkorak hidup) dengan tjelana karung jang pada waktu itu tampak berkeliaran dimana-mana dan jang merupakan pemandangan sehari-hari jang „biasa”. Beratus-ratus ribu meninggal ditempat-tempat pekerdjaan mereka didalam wilajah Indonesia dan bagian besar lainnja diluar Indonesia, di Birma, sebagai orang-orang jang tidak dikenal. Hanja bagian ketjil dari „romusha” tersebut berhasil kembali kekampung-halamannja ,setelah bertahun-tahun lamanja mengalami penderitaan diluar batas perikemanusiaan. Dalam keadaan demikian itu rakjat hanja mempunjai satu angan-angan, jaitu datangnja keadilan.

133