baja, Medan, Palembang, Bandung, Makassar, Semarang) dan tjabang-tjabang baru (kota-kota tersebut ketjuali Bandung). Sebaliknja, adalah mendjadi pemikiran pemerintah tjara untuk menarik perhatian masjarakat agar mendirikan bank-bank dikota-dikota ketjil serta daerah-daerah pedalaman.
Kebidjaksanaan membajar setjara giral.
Di Indonesia, sebagian terbesar uang kartal jang beredar berada dalam tangan masjarakat dan hanja sebagian ketjil sadja berada dalam simpanan bank-bank baik berupa rekening-rekening (call deposit) maupun berupa deposito berdjangka (time deposit).
Keadaan ini mempunjai akibat-akibat serius sebagai berikut:
- Transaksi dalam masjarakat berdjalan untuk bagian terbesar dengan menggunakan uang kartal, dan keadaan ini tidak bisa diawasi oleh pemerintah karena tidak adanja rekening-rekening bank jang ikut mentjatat kegiatan masjarakat ini.
- Tiadanja pengawasan terhadap transaksi masjarakat dengan uang kartal ini mempunjai akibat jang negatif, jaitu antara lain:
- timbulnja berbagai spekulasi dan manipulasi, bahkan penipuan disana-sini,
- adanja gedjala bahwa achirnja uang kartal jang beredar dalam masjarakat itu akan terkumpul dalam tangan beberapa orang sadja, jang akan menggunakan untuk lebih menggendutkan kantongnja sendiri dengan kerugian bagi masjarakat, bahkan tidak disangsikan lagi adanja penggunaan uang itu untuk tudjuan subversif.
Keadaan sematjam itu sudah barang tentu tidak dikehendaki baik oleh Pemerintah maupun oleh masjarakat sebagai keseluruhan.
Hal ini hanja bisa diatasi dengan djalan mengubah kebiasaan masjarakat dalam membajar transaksi-transaksinja, jaitu dari uang kartal ke-giral. Sudah barang tentu transaksi-transaksi masjarakat dalam djumlah-djumlah jang ketjil seperti halnja dalam pasar-pasar dan tokok-toko, untuk sementara ini kebiasaan tersebut belum bisa diharapkan berlaku.
Disamping andjuran terhadap masjarakat untuk melakukan pembajaran dengan giral, Pemerintah sendiri kedalam telah
99