108 Pendekar Gunung Liang San Seri IV/LIEM TJIONG BERMALAM DI KELENTENG HONG SWAT SAN LIOK GIAM SETJARA RAHASIA MEMERINTAHKAN ORANG UNTUK MEMBUNUH LIEM TJIONG DIGUDANG MERANG
LIEM TJIONG BERMALAM DI KELEN-
TENG HONG SWAT SAN LIOK GIAM
SETJARA RAHASIA MEMERINTAHKAN
ORANG UNTUK MEMBUNUH LIEM
TJIONG DIGUDANG MERANG
K embalinja Tang Kiauw dan Siek Pa ke Tongking membuat Ko Kiu dan Liok Giam mendjadi tidak puas, sebab berita jang disampaikan mengabarkan, bahwa mereka berdua tidak berhasil untuk membunuh Liem Tjiong, bahkan Liem Tjiong telah tiba dikota Tjhung Tjbui Too dengan selamat.
Hampir seharian penuh Ko Kiu sibuk dan tak tenteram pikiranja, ia mamanggil Liok Giam untuk berunding lebih landjut:
„Liok Giam, sungguh tjelaka duabelas, Tang Kiauw dan Siek Pa telah gagal didalam menjelakakan Liem Tjiong, hal ini amat berbahaja bagi keselamatan kita terutama anakku. Bagaimana baiknja tindakkan kita selandjutnja ?” Ko Kiu bertanja pada pembantunja Liok Giam jg pandai bermuslihat dan banjak akal itu
— „Ko Taydjin, lapangkan hati Taydjin. Aku akan mengirim orang²ku setjara rahasia untuk membunuh Liem Tjiong dikota Tjhung Tjhiu Too. Kalau Liem Tjiong telah mendapatkan pekerdjaan disaana, lambat laun pasti dia kurang memperhatikan pendjagaan dirinja, dengan kelengahan ini memudahkan kita untuk menghabisi djiwanja....“
Liok Giam mengutarakan niat selandjutnja untuk membunuh Liem Tjiong dikota Tjhung Tjhiu Too dengan mengutus pembunuh-pembunuh bajaran.
Ko Kiu agak lama berdiam diri, pikirannja diliputi ber-matjam² persoalan, lebih² bila memikirkan anaknja jang kini keadaannja tinggal tulang jang diselaput kulit, kurus kering seperti tengkorak hidup.
„Kalau Liem Tjiong masih hidup dan segar bugar, bagaimana ia berani mempermainkan istrinja ? Sungguh ulet djiwa Liem Tjiong itu, bisa selamat sampai di Tjhung Tjhiu Too.....achir²nja Ko Kiu membuka suara!“
— „Baik, baik, aku menjetudjui rentjanamu Liok Giam, djangan sampai gagal sekali ini. Kau tahu sendiri keadaan anakku sudah amat mengchawatirkan...... besok kau segera mengutus orang²mu dan aku sediakan beajanja.“
— „Haahaa, .. hahaaa.. . . Ko Taydjin tidak usah terlalu tjemas memikirkan hal ini. Aku berani bertaruh, orang²ku kali ini pasti berhasil, sebab mereka djauh lebih berani daripada Tang Kiauw dan Siek Pa, baik aku mohon diri untuk menghubunginja...”
„Ja. labih tjepat lebih baik, djangan menunda-nunda pekerdjaan, kalau sampai terlambat, anakku bisa mati konjol, nah, pergilah“
Liok Giam lalu meninggalkan kantor markas besar Pek Hoo Tong
Ia tidak langsung pulang kerumah, tetapi kekedai arak untuk mentjari orang²nja, jang akan diutus ke Tjhung Tjhiu Too sebagai pembunuh bajaran.
Kita tinggalkan sedjenak Liok Giam jang mentjari pembunuh bajaran, dan kembali kepada Liem Tiong jang sedang bertjakap-tjakap dengan kenalan lamanja Lie Siauw Djie dikelenteng Thian Ong Tong
Dalam pada itu Liem Tjiong sedang ajsik mentjeriterakan riwajatnja, sampai ia mendjadi orang hukuman jang dibuang kekota Tjhung Tjhiu Too.
„Lie Siauwtee, gara Ko Nga Lue anak Ko Tiangkun jang ter-gila² pada istriku, mengakibatkan aku difitnah dan dihukum buang kesini. Aih. sungguh tidak kuduga bahwa aku harus mengalami hal jang sematjam ini dalam hidupku................“
Liem Tjong dengan suara jang memilukan mengachiri tjeriteranja.— „Maka dari itu Liem Kauw Thauw, sering² lah datang kewarungku, sekalian berkenalan dengan istriku. Aku disinipun tidak mempunjai sanak famili, alangkah senangnja hati kami bila Liem Kauw Thauw suka mengikat tali persaudaraan dengan kami, sehingga bila ada kesukaran boleh kita saling tolong menolong dan bantu membantu.......“
„Baiklah Lie Siauwtee, aku menjetudjui dan akur dengan usulmu. Mulai hari ini kau kuanggap sebagai saudara mudaku, dan aku tidak akan sungkan² lagi untuk meminta bantuanmu, bila ada kesukaran² jang kualami di kota ini hahaa... haha...”
Liem Tjiong menepuk-nepuk bahu Lie Siaw Djie, dan Lie Siauw Djie sendiri menundukkan kepalanja, nampak matanja berkatja banna terharu, Betapa tidak ? Puluhan tahun ia berkelana sebatang kara, tanpa sanak saudara, orang tuanja telah lama berpisah dan tak tahu parannja......namun kini ia telahmempunjai saudara jang gagah dan berdjiwa-mulia, maka saking terharunja, sampai² ia meneteskan air mata.
= „Liem Kauw Thauw mari bersamaku pergi kewarung kita sama² makan disana sambil meneruskan pertjakapan kita.“
— „Baiklah aku menjertaimu pergi kewarungnu.“
Liem Tjiong bergegas untuk pergi kewarung bersama Le Siauw Djie. Keduanja dengan riang gembira menudju kewarung makan kediaman Lie Siauw Djie Istri Lie Siauw Djie menjambut dengan ramah tamah terhadap Liem Tjiong.
= „Liem Koko, anggaplah kami sebagai adik²mu, djangan sungkan² memberi pekerdjaan pada kami, bila ada pakaian² jang kotor bawalah kemari, biarlah kami jang mentjutji dan menjeretikanja. Dan kalau Liem Koko perlu apa² perintahkan pada kami, biar kami jang mentjarikan dan mengusahakan.“
Njonja Lie dengan grapjak berkata pada Liem Tjiong
— „Oh, oh, aku girang sekali mendapatkan saudara jang djudjur dan bersahadja seperti kalian suami istri, sungguh aku merasa bahagia dan bisa melupakan kesedihanku. ha ha,.... ha ha... hhaah Lie Hudjin, permintaanku hanjalah, bila ada warta² dari kota Tongking, tolonglah segera beri kabar padaku. Aku teramat rindu pada orang tuaku dan istriku.....“
— „Liem Koko, pasti, pasti, bila ada surat² atau kabar dari Tongking, kami akan lari ketempatmu untuk memberitahu hahaa.“
Demikianlah, setelah Liem Tjiong dan kenalan lamanja Lie Siauw Djie hidup sebagai saudara, mereka rukun dan saling mengerti. Lie Siauw Djie sering datang ke Thian Ong Tong untuk mengirim makanan, mengambil pakaian² jang kotor dan dibawa pulang untuk ditjutjikan istrinja. Liem Tjiong sendiri sering datang kewarung Lie Siauw Djie untuk minum arak dan ngobrol....
±seminggu, dengan tiba² datanglah 2 orang asing diwarung Lie Siauw Djie, logat bitjaranja diketahui, bahwa mereka datang dari Tongking. Maka Lie Siauw Djie membisikkan sesuatu pada istrinja untuk selalu waspada dan mengawasi orang² ini, Didalam makan dan minum kedua orang itu suatu ketika bertanja pada Lie Siauw Djie
— „Hei Loheng, numpang bertanja dimanakah letaknja kantor Tee Kwan disini ? Djauhkah kiranja dari warung makan ini ? Tolong beri sedikit petundjuk pada kami !“
— „Oh, kiranja tjuwei datang dari Tong King“
Lie Siauw Djie menegaskan, kemudian menjambung lagi :
— „Bila tjuwei ada urusan jang penting, suka Siauwtee mengantarkannja.“
Orang jang tinggi besar dan kasar itu mendehem ;
— „Hem, hmm kebetulan, kebetulan Loheng suka membantu kami, hahaaa .......tolonglah panggilkan beberapa polisi atau pendjaga pos keamanan dikota ini, aku membawa perintah penting dan ini 2 tail, hahaa..“
— „Kamsia, kamsia, [ terima kasih ] Siauwtee akan memanggilkan beberapa polisi. harap tjuwei menunggu dan silahkanlah makan minum sepuas puasnja, sambil menantikan kedatanganku.“ Lie Siaw Djie lalu bergegas meninggalkan warungnja, Tiba diluar pintu kembali ia menoleh pada sang istri dan dengan kedjapan mata ia memberi kode². — Istri Lie Siauw Djiepun seorang jang tjerdas dan segera dapat menangkap kode suaminja, suaminja memberi isjarat supaja dia selalu mengawasi gerak gerik dua tamu asing ini, dan mentjuri pembitjaraannja.
— Sepeninggal Lie Siauw Dje dua tamu itu makan minum dan ber-tjakap 2, istri Lie Siauw Djie dengan ramah mengisi teh dan menghidangkan makanan 2 sambil berusaha mentjuri pembitjaraan mereka.
= Namun karena mereka berbitjara dengan suara jang amat pelan, sehingga tak djelas apa jang mereka sedang perbintjangkan.
— Kurang lebih satu djam. Lie Siauw Djie sudah kembali, ia datang bersama dua Polisi kota. Kedua Polisi itu lalu memberi hormat pada kedua tamu itu, mereka berempat lalu berdiri dan saling berkenalan salah satu diantara tamu asing itu lalu berkata pada Lie Siauw Djie:
“Aku mengutjap terima kasih atas bantuanmu, dan ini 5 tail untuk bajar makan minum, sisanja boleh kau ambil, dan kami akan minta diri karena akan merundingkan sesuatu jang penting Tempatmu ini terlalu banjak orang berbelandja sehingga kurang leluasa untuk kami berunding. Nah, permisi, permisi”
Lie Siauw Die dan istrinja mengutjap terima kasih, dan mengantarkan mereka keluга warung
Setelah tamu² itu tak kelihatan lagi batang hidungnja, barulah Lie Siauw Djie mendekati istrinja dan bertanja :
= „Hudjin, apakah jang mereka sedang pertjakapkan ? djangan2 suruhan Ko Kiu untuk mentjelakai Liem Kauw Thauw, aku sangat bertjuriga pada mereka.”
— „Lie Koko. sajang sekali aku tak dapat menangkap apa jang mereka sedang bitjarakan, sebab mereka berbitjara dengan berbisik bisik, amat pelan. Tetapi akupun mempunjai firasat jang sama, mereka datang kekota ini pasti akan mentjelakai Liem Koko, Maka lebih baik kau tjepat2 pergi ke Thian Ong Tong untuk menjampaikan warta ini pada Koko supaja dia dapat berwaspada dan ber-djaga².”
Istri Lie Siauw Djie memberi saran pada suaminja.
— „Ja, ja, aku harus segera kesana, siapa tahu badjingan2 jang kedjam itu akan bertindak malam hari ini djuga, Hudjin, aku pergi sekarang, djagalah warung ini sendiri, dan perhatikan setiap ada tetamu jang mentjurigakan.”
— „Ei, Lie Koko bawakan serta ini beberapa kue kesenangan Liem Koko !”
Sambil tersenjum istri Lie Siauw Dji mengangsurkan sebuah bungkusan pada suaminja.
Siang hari itu Liem Tjiong setelah membersihkan lantai2 dan tembok Thian Ong Tong jang kotor, merasa agak letih, ia membuka badju dan duduk diundakan tangga pintu keluar masuk pos ketjil itu, untuk mentjari angin, tiba2 ia agak terkedjut melihat kedatangan Lie Siauw Djie jang berdjalan separoh berlari, pasti, ada suatu hal jang penting untukku, Liem Tjiong bertjekat hatinja.
Belum kakinja mengindjak halaman Thi an Ong Tong, Lie Siauw Djie sudah berteriak:
―„Liem Kauw Thauw !” Ada hal jang amat penting, mari kita bitjara didalam !”
Langsung Lie Siauw mendahului masuk Liem Tjiong mengikuti dari belakang sambil membetulkan badjunja.
Tiba didalam, Lie Siauw Djie meletakkan bungkusan kue titipan isterinja, dan mulai bitjara dengan ter-engah2 :
―„Tadi pagi diwarungku telah datang dua tamu dari Tongking, mereka menjuruhku memanggil dua polisi disini, kemudian berempat meninggalkan warung, sebab katanja akan mentjari tempat jang sesuai untuk merundingkan suatu hal jang amat penting.
Liem Kauw Thauw aku sangat bertjuriga, sebab aku mendengar nama Ko Kiu di-sebut² katanja ada perintah penting dari Ko Tjiang kun jang harus segera dilaksanakan dikota ini....... Betapa bodoh mereka, kalau tugas pemerintahan pasti ditudjukan pada Tee Kwan, tetapi mereka mentjari dua polisi krutjuk untuk berunding, bukankah ini membuka kedok mereka sendiri? Maka harap Liem Kauw Thauw ber-hati2, mendjaga sesuatu kemungkinan jang mungkin terdjadi. Bukankah Liem Kauw Thauw dimusuhi oleh Ko Kiu ? Nah, orang² itu datang kemari pasti suruhan Ko Kiu untuk mentjelakakan kau.”
Lie Siauw Djie mengachiri kata²nja, sambil membuka bungkusan kue² dan mempersilahkan Liem Tjiong memakannja;
= „Sampai aku kelupaan, kue2 ini kiriman istriku untuk kau, katanja, moho dan Tjha kue ini kegemaranmu, nah, silahkan Liem Kauw Thauw makan dulu!“
Liem Tjiong se-akan² tidak mendengar kata2 Lie Siauw Djie itu, ia berdiam diri agak lama, Kemudian setjara tiba² ia bertanja,
= „Bagaimana bentuk, potongan dan rupa orang² itu? Tolong kau mendjelaskan padaku se-terang²nja !“ Liem Tjiong minta supaja Lie Siauw Djie memberi keterangan tentang roman muka dan bentuk tubuh orang2 asing itu.
Setelah meng-ingat² beberapa saat, barulah Lie Siauw Djie bisa menerangkan pada Liem Tjiong
— ,Oh ja, aku ingat benar Liem Kauw Thauw. Usia orang2 itu masing2 antara 30 tahun, badannja jang satu tegap dan kekar, tinggi besar dan wadjahnja menjeramkan, pakaiannja seperti seorang polisi. Jang satu lagi gemuk dan agak pendek, wadjahnja litjin berminjak tetapi gerakannja sangat gesit, dia pasti seorang jang mengerti Bugee. Setelah kedua tamu itu bertemu dengan pendjaga keamanan disini, lalu memberikan sebuah bungkusan. dan mereka ber-bisik2, lalu meninggalkan warungku“
Liem Tjiong jakin, pasti Ko Kiu telah mengirim orang2 ini untuk mentjelakaan aku lagi, ja, binatang itu masih kurang puas memfitnah dan menjiksaku, ia menghendaki djiwaku djuga rasanja
— „Terima kasih atas perhatianmu kepada ku Lie Siauwtee, aku akan ber-hati2 dan setiap ada apa2 jang mentjurigakan tolong kau mengawasi dan memberi kabar padaku.“
Liem Tjiong meminta pada Lie Siauw Djie.
— „Oh, Liem Kauw Thauw, sudah seharusnja, aku memberi bantuanmu, sampai bagainapun. . . . .Bukankah kita adalah saudara ? Maka kuharap kau nanti membeli sebuah Pok Too [Pedang pendek] untuk perlawanan bila keadaan djiwamu terantjam.“
Lie Siauw Djie memberi saran.
— „Baik, baik, nanti aku pergi kepasar untuk membeli sebuah.“
— „Sudah agak lama aku disini, nah aku mohon diri, sebab istriku agak repot sebab ia sendiri sibuk djuga hari ini. Permisi, permisi.“ Lie Siauw Djie mohon diri.
— „Ja, ja, eh. Lie Siauwtee sampaikan terima kasihku pada istrimu atas pemberian kue-kue ini.“
Lie Sauw Djie tertawa dan terus berlalu.
Tengah hari Liem Tjiong pergi kepasar ia mampir kewarung makan dan tangsel perutnja untuk makan siang. Setelah kenjang, ia masuk kedalam pasar untuk mentjari sebuah Pok Too, ia membeli pedang pendek dan diselipkan didalam badjunja Dengan langkah ber-hati2 ia kembali ke pos ketjil Thian Ong kah Tong.
Sedjak peristiwa kedatangan orang dari Tong-king itu, Liem Tjiong selalu ber-hati² dan was² Setiap malam bila akan tidur ia tidak lupa untuk memeriksa kesekeliling halaman Thian Ong Tong, kalau² ada musuh jang sembunji dan membokongnja. Akan tetapi hampir 10 hari, orang2 jang datang dari Tong-king itu, tidak muntjul² djuga.
— Liem Tjiong mendjadi amat heran dan penuh tanda tanja, atjap kali ia pergi kerumah Lie Siauw Djie untuk mengambil pakaian jang ditjujikan dan memperbintjangkan hal² jang berhubungan dengan orang jang metjurigakan jang mungkin akan menghabisi djiwanja.
― „Lie Siauwtee, aku amat heran mengapa sudah hampir setengah bulan orang² suruhan dari Tongking itu belum djuga bertindak atasku ?“
Liem Tjiong bertanja pada Lie Siauw Djie, karena merasa heran sebab orang² suruhan itu belum ada tanda² jang didjalankan.
— „Akupun tidak habis berpikir dan amat bingung Liem Kauw Thauw. Seingatku memang sudah hampir berdjalan setengah bulan mereka berada dikota ini, tetapi apa jang akan mereka lakukan kita kurang mengerti. Walaupun demikian Liem Kauw Thauw, Siauwtee harap djangan sampai kurang berhati hati untuk mendjaga segala kemungkinan.”
Lie Siauw Djie mengandjurkan pada Liem Tjiong untuk was² selalu.
— „Ja, ja, Siauwtee, kemanapun selalu kubawa Pok Too itu, aku selipkan didalam badju dalamku, siapa tahu mereka menanti kelengahanku, haahaa....haahaa...sungguh litjik mereka itu, tidak herani bertindak setjara djantan dan terang²an.”
= „Memang selamanja seorang Siauwdjin [rendah budi] selalu bertindak tjurang, kata kata Dalam bahasa Djawa mengatakan WANI SILIT WEDI RAI, artinja berani dipantat (dibelakang), dimuka takut. Itulah Liem Kauw Thauw sifat² Siauwdjin jang selalu pengetjut.”
Lie Siauw Djie berkata dengan nada sengit, dan Liem Tjiong tertawa ter-bahak². Demikian dua sahabat itu ber-tjakap2 sambil bergurau, kemudian Liem Tjong mohon diri karena hari telah mulai sore.
Tiba didepan Thian Ong Tong telah ada seseorang iang menunggunja, Liem Tjiong mempertjepat djalannja, ia menduga duga dan berpikir dalam hati, siapakah gerangan jang menantinja itu?
Setelah dekat. orang itu berdiri dan Kiong-tjhiu (memberikan bormat dengan merangkap dua tangan) pada Liem Tjiong. Liem Tjiong tjepat membalasnja dan bertanja :
= „Siapakah saudara ? Agaknja ada suatu urusan dengan saja sehingga datang ke Thian Ong Tong ini mentjariku.”
Orang itu tertawa dan manggut, katanja
― „Sangkaan Liem Kauw Thauw memang betul, aku membawa surat perintah dari Tee Kwan untuk mengganti sebagai pendjaga di-Thian Ong Tong ini Dan sebuah surat tugas untuk disampaikan pada Liem Kauw hauw, terimalah!”
Orang itu merogoh saku dan mengangsurkan seputjuk surat pada Liem Tjiong.
Dengan hati² Liem Tjiong menerima surat itu dan membuka lipatannja, untuk dibatja. Wadjahnja nampak sedikit berubah, segera ia mempersilahkan tamunja itu masuk.
— „Silahkan Loheng masuk dan duduk2 dulu, aku menjimpan pakaian dulu dan menjalakan lampu.”
“Terima kasih, terima kasih, Liem-Kauw Thauw malam ini aku menemanimu tidur di Thian Ong Tong ini, haha....hahaaaa...”
Malah kebenaran Loheng menemaniku, selama 6 bulan aku tidur sendirian disini, temanku hanja njamuk dan tjitjak, hahaaaa...“
Tamu itu masuk dan me-lihat² keadaan sekeliling, malam itu angin bertiup agak keras, sehingga bunji daun² dan ranting² jang bergesekan amat gaduh, menegangkan bulu roma. Tjuatja diluar agak gelap setelah melongok sana sini, tamu itu lalu berpaling kearah Liem Tjiong dan berkata;
— “Liem Kauw Thauw, tempat ini sangat sunji dan letaknja djauh dari kota, sangat terpentjil ......”
— Liem Tjiong menatap muka tamunja dengan tadjam kemudian ia berkata dengan suara dalam tenggorokan
— „Loheng, disini masih lumajan, bila ada keperluan apa² lari sebentar sudah sampai ke dalam kota Ketahuilah bahwa esok hari aku dipindahkan ketempat jang lebih sunji.....”
— „Haah? Djadi kau ditempatkan dimana?”
— „Aku dipindahkan kepuntjak pegunungan Hong Swat San. untuk mendjaga gudang merang pemerintah, jah..... disana lebih terpentjil dan amat djauh dari kota, pun tidak ada teman disana. Djadi jang menemaniku banja babi hutan ular serta binatang² buas”.
Tamu Liem Tjiong itu meleleikan lidahnja ke luar, ia bergidik mendengarkan uraian Liem Tjiong tentang tempat barunja di Hong Swat San Mereka ber-tjakap2 sampai larut malam dan setelah sumbu2 lilin sudah mentjapai pada pangkalnja, padamlah njala² lilin itu.
Keadaan ruang Thian Ong Tong dan sekelilingnja mendjadi lebih seram seperti kuburan jang keramat. Jang terdengar hanjalah desau angin suara2 tjengkerik dan belalang serta burung-burung hantu, merupakan nada2 dari suara monotoon jang mendjemukan..........
Tamu itu sekali dua kali menguap, Liem Tjiong sendiri menggeliat karena badannja terasa kaku, maka ia lalu mengadjak tamunja untuk tidur.
— „Hajolah kita tidur sebab hari telah larut malam.”
— „Ja, ja, aku teramat ngantuk dan lelah.”
Keduanja lalu masuk kedalam kamar dan sesaaat kemudian mulailah terdengar dengkur mereka ber-saut²an, se-akan² bersaing.
Tatkala ajam² djantan mulai berkokok Liem Tji ong bergegas bangun dan bebenah semua pakean dan perlengkapan jang ada padanja dimasukkan kedalam pauwnok.
Hari belum terang benar, tetapi Liem Tjiong lalu membangunkan tetamunja serta mohon diri untuk bertugas keposnja jang baru.
Ia tidak langsung menudju keposnja gedung melang itu, tetapi membelok kebarat untuk mampir kewarungnja Lie Siauw Djie.
Pada saat pagi buta itu, warung Lie Siauw Djie masih tutup, maka Liem Tjiong mengetuk pintunja beberapa saat. Setelah dibukakan Liem Tjiong masuk dan menjampai kan warta tentang perpindahannja.
— „Lie Siauwtee, aku mendapat tugas baru, hari ini djuga aku harus berangkat ke Hong Swat San untuk mendjaga gudang merang. Maka pagi2 ini aku datang kemari untuk berpamit, sekalian memberi tahu kau suami istri.”
Lie Siauw Djie suimi istri agak tertegun, mereka diam sesaat, setelah agak lama berdiam diri barulah Lie Siauw Djie membuka kata:
― „Liem Kauw Thauw, kita satu sama lain sekarang ini makin djauh tempatnja, Siauwtee harapkan semoga kau selamat dan tak kurang suatu apa. Dan walaupun orang² itu belum muntjul djuga, tetapi ditempat jang lebih terpentjil itu, djangan sampai lengah, ber-hati²lah senantiasa”
Lie Siauw Djie memberi pesan.
― „Terima kasih, terima kasih, aku akan selalu mengingat dan mendjalankan nasehat²mu itu Nah, aku segera mohon diri, sebab bila terang tanah, tjuatja akan teramat panas.”
Istri Lie Siauw Djie manahan untuk tidak tergesa-gesa :
— „Liem Kauw Thauw, baik minum² dulu tehnja sedang hangat²nja. Dan aku bungkuskan kue² kesenanganmu bukankah kau hanja ditugaskan dilingkungan kota Tjhung-Tjhiu Too, perdjalanan itu hanja memakan waktu 5 atau 6 djam, djangan ter-buru2, djangan ter-buru2, waktunja masih pandjang”
Terpaksa Liem Tjiong nongkrong dibang ku pandjang lagi dan bersama Lie Siauw Die makan minum sambil ber-tjakap2.
Setelah tjuatja agak terang, barulah Liem Tjiong meninggalkan warung Lie Siauw Djie dan berangkat ke Hong Swat San.
Belum berapa djauh Liem Tjiong berdjalan sekudjur badannja telah mandi keringat, semua pakaiannja mendjadi seperti berlemak karena basah kena keringat.
Memang perdjalanan ke Hong Swat San adalah sukar, sebab djalan ketjil jang berke-lok kelok naik itu, terdiri dari batu² tjadas pegunungan jang terdjal dan runtjing², sehingga membuat orang2 jang melewati djalan itu melepuh tapak kakinja. Sepandjang djalan ketjil pegunungan jang lurus mendaki itu, tumbuh semak2 dari pohon2 berduri jang liar dan amat lebat Maka ditempat jang sepi dan lengang ini sering terdjadi pembegalan dan pembunuhan..
Liem Tjiong menengok kekanan dan kekiri, tetapi tidak kelihatan seorangpun jang berdjalan didjalan itu.
Ia berhenti dan duduk dibawah sebatang pohon untuk melepas lelah. Nampak Hoohan kita ini membuka pauwnoknja dan minum untuk melepaskan dahaga.
Dari bungkusan jang lain ia buka, isinja adalah kue2, Tjha kue dan Moho Liem Tjiong mengunjah kue2 itu dengan lahapnja Sesaat Liem Tjiong lontjat ketempat jang agak tinggi untuk melihat kepuntjak gunung nampak kuil jang sudah tua, hati Liem Tjiong mendjadi lega, pikirnja; dikuil itu pasti ada orang orang sutji jang menghuninja, sehingga. aku boleh mampir dan mentjari keterangan
Ia lalu mengambil pauwhoknja dipanggul diatas pundaknja, dengan langkah bersemangat ia melandjutkan perdjalanan. Matahari telah tepat di-tengah2 langit, shbingga teriknja melebihi batas, Liem Tjiong berdjalan sambil berlari, ia ingin tjepat2 sampai kekuil tua itu.
Antara djam 3 siang, ia telah tiba dikuil itu, ternjata kuil ini adalah tempat pemudjaan malaikat Thoo Tee Kong (Malaikat-bumi), tetapi entah beberapa lama kelenteng ini tak diurus, terlihat dengan tegas dari tembok temboknja jang hitam ke - hidjau2an karena lumut, genteng2 jang banjak petjah, serta sawang-sawang jang menempel disegala sudut.
Liem Tjiong berdiri agak lama, didalam hatinja agak ketjewa. sebab ternjata disekitar sini tidak ada satu rumahpun penduduk jang tinggal, kelenteng inipun terpentjil dan kosong. Setelah merenung sesaat Liem Tjiong lalu membalikkan tubuhmja dan langsung membalikkan tubuhnja dan langsung mendaki naik untuk pergi keposnja jakni Gudang Merang.
Kira2 satu djam perdjalanan sampailah kini ia ditempat tudjuan.
Gudang merang, namanja sadja gudang (dalam arti bangunan besar dari tembok atau kaju2 jang kokoh), tetapi gudang Merang ini tidak ada tembok sepotongpun jang sekelilingnja hanjalah dibatasi dengan tumpukan merang tanpa atap, Atapnja tidak lain adalah mega2 jang bertebaran diangkasa raja........
Tempat ini letaknja agak diketinggian bukit Hong Swat San. sehingga disekitarnja pun penuh penuh dengan pohon2 rindang dan lebat. Ia masuk kegudang merang itu dan melemparkan pauwhoknja, kemudian duduk sambil me-midjit2 kakinja. Liem Tjiong berpikir, apa maksud Tee Kwan Tjnung Tjhiu Too ini ? Mengapa aku harus ditempatkan ditempat jang terpentjil ini ? Barangkali seperti dugaan Lie Siauwtee, binatang2 ini telah bersekongkol dengan Ko Kiu untuk mengambil djiwaku,.......... aku harus berwaspada dan ber-hati2. Bulan ini adalah bulan Tjap Gwee (bulan kesepuluh) adalah permulaan musim dingin, sungguh gila ! Aku bahkan ditempatkan dipegunungan jang sunji ini, biar mati kedinginan
Sungguh litjik dan kedjam binatang2 itu ! . . .
Agak lama Hoohan kita ini melamun dan memikirkan nasibnja, tahu-tahu matahari sudah mulai bersembunji dibalik gunung, se hingga pemandangan disekeliling gudang merang itu mendjadi gelap dan kabur.
Bajang2 pohon dipegunungan itu bagaikan pendjahat2 berdjubah hitam jang se-akan akan mengurung Liem Tjiong, sehingga Liem Tjiong men-tjari2 korek untuk menjalakan sebatang lilin tetapi sungguh sial, ditempat ini mana ada lilin sehingga Malarn itu Liem Tjiong tidur itu ditumpukkan merang dengan merasakan kedinginan dan kegelapan jang benar2 menjiksa batinnja.
Pagi2 sekali ia turun untuk pergi kepasar jang terdekat, ia bermaksud untuk membeli arak se-banjak2nja, dengan minum arak, aku akan dapat mengurangi rasa dingin, pikirnja.
Djuga sialan benar, semalam aku tidur tanpa memakai penerangan, nanti aku harus membeli batang2 korek api dan sebongkok lilin, barangkali djuga sisa uangku ini masih tjukup untuk membeli sehelai selimut untuk menutup tubuhku. Ditem at itu tidak hanja dingin, njamuknja djuga bukan main garangnja, kalau aku tidak lelah betul-betul, barangkali semalam suntuk aku tak dapat memedjamkan mata, karena gangguan-gangguan njamuk sial itu.
Demikian pagi hari itu Liem Tjiong turun gunung untuk pergi kepasar, mentjari keperluan2 dan peralatan jang dibutuhkan.
Perdjalanan pulang balik paling sedikit harus memakan waktu 12 djam, sebab perdjalanan itu disamping sukar djuga djauh.
Setelah komplit barang2 keperluan jang ia tjari. Liem Tjiong bergegas kembali, baru tiba dikelenteng Thoo Tee Kong tjuatja telah mulai gelap.
Liem Tjiong berdjalan per-lahan2 karena dari kuil ini sudah tidak djauh lagi dengan Gudang Merang. Ia belok kekuil itu dan duduk diserambi muka, dan menenggak sedikit arak.
Belum sempat Liem Tjiong menutup kembali tutup gutji arak itu, tiba2 angin kentjang bertiup dengan dahsjatnja Pohon2 bergojang keras, seakan2 akan terbetot akar2nja, huhuuu............huahuuhuuu.....atap2 kuil tua itupun berdjeletot djeletot seakan-akan mau roboh, genteng2 banjak jang kabur dan berkerompjangan djatuh ketanah.
Langit mendjadi gelap pekat, kurang lebih setengah djam angin itu mengamuk, kemudian reda. Selama itu Liem Tjiong mendekam dilamping tembok dekat singa2an dari batu.
Setelah angin berhenti bertiup suasana mendjadi sunji lenggang, Liem Tjiong bergegas untuk menengok gudang merang, ia chawatir gudang merang itu akan runtuh karena gempuran angin jang dahsjat ini.
Benar apa jang diperkirakan oleh Liem Tjiong, gudang merang itu kini telah roboh, awut2an tak karuan, dan dari langit telah mulai turun hudjan saldju, sedjauh mata memandang nampak tebaran seperti kapuk jang dengan per-lahan2 djatuh kebumi, itulah hudjan saldju....... hawa udara dingin mentjekam. Tjelaka ! Dimana aku tidur malam ini? Hoohan kita berpikir, kemudian ia membalik balik tumpukkan merang bekas dimana ia tidur semalam, untuk mengambil pawhoknja, ia lari untuk turun kembali, menudju kekuil Thoo Tee Kong, disana aku bermalam, dan besuk kubangun kembali gudang merang jang roboh ini.
= Malam jang kedua dipegunungan Hong-Swat San ini, merupakan pengalaman dan kenang 2-an jang tak terlupakan bagi sedjarah hidup Liem Tjiong.
= Ia mengungsi kekuil Thoo Tee kong. karena gudangnja roboh, djuga tidak tahan melawan serangan hawa dingin dari permulaan musim saldju jang membekukan tulang sungsum ini.
=Tiba dikuil Liem Tjiong segera mendorong pintu kelenteng jang dengan mudah segera mendjeblak terbuka, karena engsel 2-nja telah tua dan karatan Setelah membersih kan debu2 dibangku dekat media sembahjang, Liem Tjiong lalu merebahkan diri untuk mengaso, benar2 hari ini ia merasa amat letih dan ngantuk Sajup 2 dari kedjauhan terdengar bunji kentongan dari peronda 2 malam jang bertugas sebagai keamanan kota.
―„Ah, didalam kuil ini masih djuga terasa dinginnja sang malam, memang bila musim saldju tiba orang 2 kaja biasanja selalu membakar kaju kering ditungkunja, mereka berhangat2. sambil makan minum dengan riangnja...... tetapi kehidupan rakjat djembel, barangkali sematjam kehidupanku sekarag ini, tidur diruang jang kurang rapat dindingnja, menahan hawa dingin menahan haus dan lapar. . . . . ..
= Sungguh djauh berbeda kehidupan manusia 2 antara si-miskin dan sikaja ini, se-akan2 bagaikan bumi dan langit .:...”
= Liem Tjiong belum djuga memedjamkan matanja, pikirannja djauh melajang. melamun, tentang kehidupan orang 2 miskin dan bangsawan. . . . . ..
Tiba² telinganja jang tadjam mendengar suara2 jang gandjil Liem Tjiong bertjekat dan melontjat bangun, ia mengintip keluar melalui tjelah2 dinding jang berlobang.
Dipuntjak gunung Hong Swat San, nampak dengan terangnja unggun api jang menjala njala ber-kobar2, se-akan2 menjundul langit, Haija,! Liem Tjiong mengeluh dan amat heran . . . . . . .
Gudang merang jang ditinggalkannja itu, kini telah mendjadi mangsa api jang mendjilat dan menelannja sampai habis.
Aku tidak habis berpikir, dimalam hari dan bersamaan dengan turunnja saldju keatas bumi ini, mana mungkin ada kebakaran? Dan lagi tatkala aku meninggalkan gudang merang itu, tidak djuga aku meninggalkan batang korek api maupun lilin . . . . . . . . . .
Pasti oranng² suruhan Ko Kiu sibinatang berwadjah manusia itu jang mulai beraksi dan ingin membakar aku, baik aku maneliti dan sekalian menjergapnja.
Liem Tjiong lalu meringkaskan pakaiannjaa, tidak lupa ia selipkan Pok Toonja jang tadjam kedalam badjunja, ia lari mendaki bukit Hong Swat San
Setelah djaraknja dekat dengan gudang merang, Liem Tjiong menghentikan larinja, ia berdjalan berdjindjit dan berendap-endap menjusuri balik² pohon.
Tidak salahlah dugaan Hoohan kita ini, dari djarak jang sedang itu, Liem Tjiong melihat 3 sosok tubuh bajangan manusia, pasti mereka ini untul²nja Ko Kiu.
Ketiga orang badannja tinggi² dan tegap2, boleh dipastikan, mereka adalah orang2 Kang ouw (Rimba persilatan) jang memiliki Bugee dan bertenaga kuat. Ketiga orang itu lama mengawasi njala api jang mulai mengetjil, terdengar jang ditengah tengah berkata kepada jang lain :
„Api ini tjukup besar, ia pasti sudah mati dan mendjadi arang.”
Jang disebelah kirinja menjambung:
„Ja, ia telah mendjadi majat hangus didalam unggun api ini, Liok Heng mana ia dapat melarikan diri, terketjuali kalau ia mempunjai ilmu menghilang, hahaa... hahaha....”
Jang dipanggil Liok Heng adalah jang berdiri ditengah-tengah, orangnja tinggi dan agak gemuk, orang ini memandang kesekeliling, seolah-olah tidak mendengar kata2 kedua kawannja, Baru kemudian ia membuka suara:
Hem, hem, akupun memastikan ia sudah mati, maka Djiwee hiatee (dua saudara ) begitu api padam, kita ambil tulang2nja terutama tulang tengkoraknja untuk kita bawa ke Tongking, supaja Ko Tjiangkun nanti pertjaja akan barang2 ini sebagai bukti bahwa dia benar2 telah mati.”
Mendengar keta2 ini Liem Tjiong tak dapat lagi menahan hawa amarahnja, ia mendengus dan menerdjang ketiga orang itu dengan dahsjatnja.
Ketiga orang itu bukan main terkedjutnja, tidak ia duga dan tak disangka kalau Liem Tjiong masih hidup dan kini menjerang nja. Mereka kelabakan dan amat gugup.
― „Kaukah Liem Tjiong ?” bentak mereka berbareng.
― „Ja, akulah Liem Tjiong jang kau tjari2 Thian tidak mengidjinkan perbuatanmu jang durhaka, maka aku dikembalikan kebumi, sebab aku belum saatnja mati. Kini engkaulah jang dipanggil oleh Giam Loo Ong [Malaikat pentjabut njawa ], engkau harus menghadap sebab kedjahatanmu telah melampaui takaran.”
Dengan kata2 mengedjek Liem Tjiong memutar Pook Toonja untuk membabat ketiga musuhnja itu Ia melakukan serangan dengan Tay Beng Tiang Sit atau garuda raksasa mementang sajap, tangannja jang memegang Pok Too membabat batang leher Liok Giam, dan tangan kirinja dengan pukulan Sut [ dengan epek2 tangan] menjerang batang2 leher 2 kawan Liok Giam jang lain. Tetapi Liok Giam dan kawan2nja adalah pembunuh2 bajaran jang mengenal djuga ilmu silat, mereka Siam [menghindar ] dengan gerakan2 jang gesit, dan balas menjerang dengan sengitnja,
Liok Giam memutar rujungnja dengan pukulan Lian Hwa Swang Gay atau Bunga teratai mekar bersama, sepasang rujung itu menjerang kebagian lambung dan kepala.
Sedang dua kawannja masing2 bersendjatakan golok Pak Hong Too dan Sam Tjat Kun [tongkat berantai], mereka berbareng menerdjang dengan serangan serangan Tok Tjoa Tjhut Tong [ ular berbisa keluar dari liangnja] udjung golok Pak Hong Too atau golok dari angin utara itu ditusukkan keulu hati, sedang kawannja jang Ia in menjerang dengan tipu pukulan Gay Kung She Tjian atau merentang gendewa melepaskan anak panah, udjung tongkat berantainjaitu tepat menghantam kearah dada dan punggung Liem Ijiong.
Lim Tjiong dengan sepasang tangannja melawan 6 tangan, benar2 sangat sibuk, tetapi bukan Liem fjiong bila ia hanja dikerubut 3 orang sadja sudah keok. Paw iju Thauw Liem Tjiong atau si Kepala Matjan Tutul dengan tangkasnja menghindarkan semua serangan itu dengan tipu silat Beng Hauw Luok Shia atau Matjan galak turun gunung, sepasang kakinja ia tekuk dan mendekam ditanah, dengan demikian serangan-serangan tiga lawan itu tidak mengenai sasaran, bahkan sendjata2 mereka saling menghantam dan berbenturan sendiri, Meeeka tjepat2 menarik sendjatanja dengan sebat, kesempatan ini dipergunakan Liem Tjiong se-baik2nja, ia meletik tinggi dan menjerang dengan kedua kepal dan tendangan, inilah tipu silat jang disebut It Hoo Tjhong Thian atau Burung bangau putih menerdjang angkasa, karena tjepatnja serangan ini maka telaklah mengenai sasarannja, Liok Gam terdupak ngusruk kebekas unggun api, sedang jang lain pundak dan pipinja kena hantaman Toa [ Punggung kepal ] dari Lizm Tjiong jang berat, kontan keduanja mengaduh dan terhujung-hujung hampir-roboh.
Liok Gan tjepat melontjat bangun, dengan mengerang keras ia menerdjang lagi dengan tipu Kim Liong Tjnong Po atau naga mas menerdjang gelombang,, badannja dojong kedepan dan rujungnja berturut-turut menusuk keperut dan dada.
Liem Tjiong begitu sepasang kakinja menotol tanah, meletik lagi dengan tipu Hay Ouw Long Po atau Elang laut menentang gelombang, mengegosi pukulan2 rujung itu dan balas menjerang dengan Say Gu Bak Kak, Badak menjeruduk, dengan sikunja Liem Tjiong menghantam kedada Liok Giam, kali ini sungguh telak tepat suara Duuukkk ! amat keras, tubuh Liok Giam jang besar dan gemuk itu terpental sampai dua tiga langkah dan ambruk ketanah.
Matanja terpedjam rapat, wadjahnja putjat pasi dan dari mulutnja keluar darah hitam jang kental. Liok Gam telah terpukul dan luka dalam. ia tetap terkapar ditanah de agan napas senin kemis, empis2 hampir mati.
Dua kawan Liok Giam sangat terkedjut dan menijelo natinja, mereka lalu mengirim kan serangan2 setjara membabi buta.
Golok Pak Hong Too dibolang balingkan setjara ngawur, pemegang Sam Tjiat Kun itu memutarkan tongkat berantainja dengan gentjar Inilah tipu serangan Hong Hong Hwa Liu atau Angin pujuh merontokkan bunga2. Liem Tjiong mengetahui dengan terang, bahwa mereka telah djerih dan nekad Sehingga djelas serangan² jang dilantjarkan itu katjau dan ngawur. Maka dengan tenang Liem Tjiong menanti sampai penjerang2 ini datang dekat. Ia-bersiaga menantikan serangan dengan ilmu pendjagaan diri Hu Tju Siang Swie, lalu dengan sekali bergerak, menggunakan ilmu serangan Kim Kauw Tjhay Thoo atau kera mas memetik buah Tho, ia memendekkan badannja dan sepasang tangannja dengan tjepat seperti kilat meremat iga dan kemaluan musuhnja Teriakkan jang mengerikan saling susul menjusul, kedua lawan itu rubuh bergulingan ditanah, setelah berkeledjatan sebentar lalu diam.
Liem jiong dengan Pok Toonja jang terhunas terus bekerdja dengan sebat memotong 3 batang leher mereka.
Ketiga buah kepala jang telah lepas dari tubuh itu lalu diikat oleh Liem Tjiong mendjadi satu dan dibawa turun gunung.....
Liem Tjiong membawa tiga buah kepala jang berlepotan darah itu turun dari Hong Swat San, langkahnja tetap dan tenang, ia telah merasa puas bahwa djahanam2 jang mengantjam djiwanja, kini telah melajang djiwanja kelangit sap tudjuh. Sampai dikuil Thoo Tee Kong Liem Tjiong lalu masuk ia meletakkan 3 buah kepala itu diatas medja, kemudian memasang Hio (Dupa) dan menjalakan lilin2 untuk bersembahjang.