Lompat ke isi

108 Pendekar Gunung Liang San Seri IV/Isi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Lo Tie Djim jang tinggal dikelenteng Tay Siang Kok Sie, mendengar kabar tentang dibuangnja saudaranja Liem Tjiong kekota Tjhung Tjhiu Too, mendjadi terkedjut.

Apakah salahnja, mengapa harus didjatuhi hukuman jang demikian berat. Sungguh tidak adil penguasa itu, bertindak semaunja sadja, mereka se-wenang2 terhadap rakjat ketjil jang lemah dan tak berdaja.

Lo Tie Djim memprotes dan tidak terima putusan peradilan jang tak halal ini.

Maka ia mengchawatirkan keselamatan diri Liem Tjiong, Lo Tie Djim menemui Tiangloo Tay Siang Kok Sie dan berpamit.

— „Suhu, aku bukannja tidak betah tinggal dikelenteng ini. Tetapi karena mengetahui bahwa adik angkatku telah semena-mena didjatuhi hukuman buang kekota Tjhung Thjiu Too. Maka aku akan menguntitnja, siapa tahu penguasa jang memfitnah itu akan berbuat djahat atas diri Liem Tjiong.“

Tiangloo Tay Siang Kok Sie itu menggelah napas pandjang:

„Hehh sebenarnja engkau amat djudjur Lo Tie Djim. Aku menjajangkan perpisahan ini, kau telah berdjasa mengatasi kesukaran kami. lebih dari itu kau telah membantu menjadarkan orang2 jang sesat. Aku bergirang melihat para pantjalongok, pendjudi dan perusak kebun sajur majurku itu, kini telah mendjadi orang baik2, dan kembali hidup setjara baik didalam masjarakat......

Tetapi kepergianmu kali ini, memang seharusnja. Engkau harus mengawasi Liem Tjiong, sajang kalau dihai sampai binasa ditengah djalan. Akupun mengerti, bahwa penguasa telah memfitnahnja. Karena apa ?

Karena anak Ko Kiu itu telah ter-gila² akan istri Liem Tjiong jang muda belia dan aju itu. Aku pudjikan kau selamat diperdjalanan, semoga Thian melindungi dan mengajomi mu.”

Lo Tie Djim berlutut menghaturkan terima kasih, ia lalu memanggul pauwhoknja dan mengikuti djedjak iring²an Liem Tjiong kekota Tjhung Tjhiu Too...........

Walaupun terpautnja sehari, namun Lo Tie Djim lebih tjepat dan lebih leluasa djalannja Maka tatkala Siek Pa dan Tang Kiauw akan melaksanakan perbuatan djahatnja, kebetulan Lo Tie Djim tiba dihutan itu pula dan menghalangi pembunuhan itu.

“Sing Tju Tjay Thian, Bo Su Tjay Djin” Manusia berdaja upaja, penentuan ditangan Tuhan. Memang belum saatnja Liem Tjiong menemui kematiannja, pada saat jang berbahaja itu, datanglah sang bintang penolong, jakni kakak angkatnja Hwa Hwee Sio Lo Tie-Djim.

Lo Tie Djim menghampiri Siek Pa dan Tang Kiauw. kedua buah tangannja bergerak dengan jepat, menggunakan tipu pukulan Tay Bing Tiang Sit atau Garuda besar mementang sajap, tidak ampun lagi kedua opas jang sial itu terdjerembab dan ngrusuk ke tanah.

Belum mereka bisa bangun, lagi² Lo-Tie Djim dengan murkanja mengirimkan
来江
呼保義

}}

SONG KANG
Ketua Utama 108 Pendekar Gunung liang San

tendangan berantai Lian Hwan Twee kembali mereka menggelinding kedalam semak². Mu-ka dan tubuh mereka penuh tanah dan berdarah,badju² mereka kojak² karena terkait oleh duri² rumput² liar.

Tang Kiauw aku merintih minta ampun;

Ampunilah aku, Hwee Sio ! Ampunilah aku . . .u. .

Kalau aku binasa. siapa jang memberi makan anak istriku.”

Tang Kiauw merangkak dan berlutut dihadapan Lo Tie Djim tetapi Hoonan kita ini memang berdarah panas. Ia tidak perdulikan permohonan Tang Kiauw, malahan mentjabut golok dan akan menabas bayang lehernja. Untunglah Liem Tjiong buru² mentjegah, dengan ter-hujung mendekati Lo Tie Djim:

„Loheng, ampunilah mereka, mereka berlaku terhadap diriku demikian karena terpaksa. Bila kita akan membunuh, haruslah membunuh biang keladinja, jakni djahanam Ko Kiu Orang² ini biarlah tahu rasa, dan kelak bisa merubah hidupnja. Bebaskan Loheng, djangan bunuh mereka.“

Demikian Liem Tjiong jang berhati penuh welas asih terhadap sesamanja, ia telah melupakan siksaan2 jang diperbuat mereka sebab dalam pengertiannja, jang bersalah adalah biang keladinja, mereka2 itu hanjalah mendjalankan titah. Dalam bahasa Djawa, sak derma titah Maka dibela oleh Liem Tjiong dengan gigih. Lo Tie Djim terpaksa menjarungkan goloknja kembali, ia niendelik dan mengantjam pada kedua opas itu

„Baik, kali ini Toayamu memberi ampun kepadamu, tetapi lain kali bila kau masih berbuat jang keterlaluan terhadap orang2 jang tertindas, awas ! Aku akan selalu bersedia mengantarkan rochmu kelangit sap tudjuh untuk menemui Giam Loo Ong.“

“Bangunlah Siek Pa dan Tang Kiauw, hajo kawal aku untuk melandjutkan perdjalanan kekota Tjhung Tjhiu Too. Dan Loheng engkau akan kemana ? Siauwtee menghaturkan beribu terima kasih; atas pernatianmu terhadapku. Bila tak lekas kau menjusulku, mungkin. aku telah mendjadi korban setjara sia².“

Liem Tjiong dengan lesu bertanja papa Lo Tie Djim, sedangkan kedua opas itu, merangkak bangun dan dan memungut sendjata² mereka serta memanggul pauwhoknja untuk melandjutkan perdjalanan.

”Liem Lauwtee, aku akan ikut bersamamu kekota Tjhung Tjhiu Too. Setelah me ngetahui hal ichwalmu, aku minta idjin pada Tiangloo Tay Siag Kok Sie untuk menjertai perdjalananmu Aku chawatirkan kau akan mendapatkan tjelaka diperdjalanan. Ternjata segala dugaanku benar Kini biarlah aku mengawalmu ber-sama² ke Tjhung Tjhiu Too, barangkali disana ada pekerdjaan jang lebih baik untukku. Hei, bajo djalan duluan! “Lo Tie Djim membentak pada kedua opas itu. Mereka tjepat² angkat kaki, karena mereka nar² takut pada Lo Tie Djim jang gagah dan berdarah panas.

Tetapi belum mereka bertindak sepuluh langkah, Lo Tie Djim telah berteriak untuk mereka kembali lagi :

“Hei, kembali ! Aku belum makan Hajo kita kembali kewarung dulu untuk tengsel perut. "Lo Tie Djim memapah Liem Tjiong balik keluar hutan lagi, terpaksa Siek Pa dan Tang Kiauw mengikuti dari belakang. Tiba diluar hutan hari telah djam 3— siang, hawa udara sedung panas²nja.

Lo Tie Djim memilih warung makan jang terbesar, dan memesan arak serta beberapa matjam masakan. Sambil makan minum Liem Tjiong dan Lo Tie Djim asjik ber - tjakap².

„Kita berangkat besok hari sadja, hari telah hampir sore, sedang didalam hutan itu tidak ada seoramgpun jang tinggal. Maka amatlah sukar untuk kita mentjari tempat bermalam. Disamping itu banjak sekali babi² hutan jang liar mengganas, atjapkali mereka menjerbu orang² jang sedang berdjalan dan membunuhnja. Oleh hal inilah maka hutan di sini disedut Ya Tie Liem artinja Hutan Tjeleng.”

Lo Tie Djim memberi keterangan pada Liem Tjiong. Tiba² dirasanja perut Le Tie Djim mual, karena terlalu banjak makan tjepat² ia berdiri dan lari kebelakang.

Liem Tjiong tertawa melihat tingkah laku kakak angkatnja jang lolos ini. Melihat Lo Tie Djim kebelakang, barulah Siek Pa dan Tang Kiauw berani mendekati Liem Tjiong, dan mengadjukan pertanjaan2:

„Liem Kanw Thao siapakah Hwee Sio itu ? Darimana dia datang?“

Liem Tjiong sambil tertawa mendjawab pertanjaan Siek Pa:

„Dia adalah kakak angkatku, bernama Lo Tie Djim. Belum lama ia Tinggal dikelenteng lay Siang Kok Sie kota longkhia, sebagai pendjaga kebun sajur-majur.“

Tang Kiauw menjeletuk :

„Oh diakah jang dikabarkan telah merubuhkan ratusan panyjalongok itu?.“

„Ja, bahkan ia kuat mentjabut sebatang pohon Yangliu jang sebesar pohon kelapa.

Pohon Yangliu itu ditjabut sampai ke-akar2nja, ratusan pantjalongok jang sering mentjuri sajur2an di Tay Siang Kok Sie itu mendjadi jiut njalinja.

Sedjak itulah kebun sajur majur itu mendjadi aman.“

Mendengar tjerita Liem Tjiong tentang kehebatan Lo Tie Djim ini, Siek Pa dan Tang Kiauw mendjadi djerih. Mereka sangat menghormati Liem Tjiong dan mematuhi perintah-perintah Lo Tie Djim.

Malam itu kembali mereka bermalam dihotel TAY SONG. Lo Tie Djim menjewa 2 buah kamar Sebuah untuk Siek Pa dan Tang Kiauw, sedangkan jang sebuah lagi untuk ia dan Liem Tjiong.

Lo Tie Djim membelikan bubuk obat untuk menjembuhkan luka² jang diderita Liem Tjiong. Setelah diobati Liem Tjiong dapat tidur dengan njenjaknja, sampai² dengkurnja amat keras bagaikan matjan mengaum. Demikianlah malam itu dilewatkan dengan tenang dan tenteram.

Keesokkan harinja, sebelum terang tanah berangkatlah rombongan Lo Tie Djim, Liem Tjiong dan kedua opas itu untuk melandjutkan perdjalanan kekota Tjhung Tjhiu Too.

Berempat mereka menerobos hutan, sepandjang djalan Lo Tie Djim mengajunkan goloknja untuk menabas rumput² liar dan duri-duri jang menghalang

Bila malam tiba mereka mentjari gua atau dibawah pohon jang besar untuk bermalam. Berempat bergilir untuk mendjaga keselamatan, mereka ber-djaga² kalau ada serangan babi² hutan jang liar. Bila fadjar menjingsing mulailah mereka berdialan lagi untuk melandjutkan perdjalanannji

Demikianlah selama kurang lebih 5 hari, hutan jang lebat itu telah dapat dilalui tanpa menemui halangan apapun.

Sampailah mereka dibatas pintu kota Tjhung Tjhiu Too jang megah dan indah itu. Pintu batas kota itu dibangun dari batu bata merah jang amat kuat Diatas tembok itu dibangun sebuah panggung menara ketjil untuk pendjaga pintu. Siapa jang keluar masuk kota Tjhung Tjhiu Too harus menundjukkan surat² keterangan jang komplit bila tidak, maka mereka akan ditahan, sampai dapat memberikan keterangan akan asal usulnja setjara djelas.

Orang² jang berlalu lalang se-akan² seperti iring²an semut, menundjukkan bahwa kota ini adalah sebuah kota jang aman, tentram dan sedjahtera.

Diwadjah-wadjah mereka nampak kegembiraan dan semangat hidup jang me-njala².......

Melihat kesemuanja ini, hati Liem Tjiong mendjadi agak terhibur.

Pikirnja, kalau aku dapat kemerdekaanku dan hidup setjara bebas kembali, aku akan membojong istri dan orang tuaku kekota Tjhung Tjhiu Too ini.........

Tiba² lamunan Liem Tjiong itu disentakkan oleh Lo Tie Djim jang setjara tiba² berpamit:

“Liem Lauwtee, kau teruskan djalanmj untuk masuk terlebih dahulu kekota Tjhung Tjhiu Too. Aku akan mengundjungi seorang kenalan dekat perbatasan kota ini. Harap Lauwtee waspada dan ber-hati². Nah, selamat djalan sampai bertemu lagi !“

Liem Tjiong menoleh pada 2 pengawalnja dan berpesan pula :

“Kau telah mengantarkan dengan selamat sampai kekota Tjhung Tjniu Too. tolong bila nanti kalian kembali ke Tongkaia, long sampaikan salamku pada istri dan orang tuaku . . . . ." dan menoleh kedjurusan Lo Tie Djim jang ber-siap2 mengangkat pauwhoknja.

„Loheng, aku sangat berterima kasih atas perhatianmu, sehingga aku dapat melihat kota Tjhung Tjhiu Too ini. Bila Loheng nanti telah selesai dengan urusan itu, aku harap kan untuk kita bisa bertemu lagi dikota Tjhung Tjhiu Too. Selamat djalan, dan sampai bertemu lagi . . . . . . .

Tang Kiauw dan Siek Pa lalu mengantarkan Liem Tjiong untuk menemui pendjaga pos pintu batas kota;

„Kami mengantarkan seorang persakitan untuk mendjalani hukuman buangaja dikota ini Namanja Liem Tjiong, lama hukuman nja 5 tahun. Kepada siapakah kami harus lapor setelah kami mendaftarkan disini ?"

Pendjaga pos pintu selesai mentjatat nama-nama dan keterangan asal-usul Liem Tjiong, lalu menundjukkan kantor mana jang harus mereka kundjungi untuk melapor lebih landjut.

Bertiga mereka meneruskan berdjalan, tetapi letak kantor itu agak djauh. Tiba disebuah rumah makan mereka masuk dan mengambil tempat duduk jang dekat djendela. Para pelajan kelihatan sangat sibuk, Liem Tjiong lalu pesan:

― „Sediakan bakmi kuah tiga, dan tiga tjawan arak !" Pelajan warung itu hanja menoleh sebentar dan melandjutkan pekerdjaan mereka. Lama mereka bertiga menanti, tetapi tidak muntjul2 pelajan itu. Saking djengkelnja Liem Tjiong berteriak;

― „Hei! Pelajan, apakah kau tuli ? Me ngapa pesanan kami tidak dilajani ? Kami toh sama2 membajar, mengapa kau tak hirau kan kami ?"

Pelajan jang satunja lagi, jang sedang menjapu menghampiri dan membungkukkan badan untuk memberi hormat :

„Maafkan toaya, maafkan kami! Bukannja kami tidak menghiraukan tuan, tetapi karena disini ada sebuah peraturan jang harus kami taati. Maka tidak berani kami sembarangan untuk melajani tamu2 jang asing bagi kami" Tang Kauw dan Siek Pa heran, segera mengadjukan pertanjaan :

„Peraturan apakah itu ? Tolong berikan keterangan!" Pelajan itu tetap berdiri ditempatnja, dan mulailah memberikan keterangan! :

„Dikota kami ini ada seorang jang berdjiwa mulia jang bernama Tjha Tjin. Beliau suka memberikan pertolongan2 kepada siapa sadja jang sedang menderita. Setiap ada orang hukuman jang dibuang kemari, melaporkan pada Tjha Siauwya, setelah lapor kesana, barulah kami boleh melajani. Maka sebaiknja tuan2 sekalian mengundjungi kerumah beliau. Bila belum ada keterangan dari beliau warung kami ini tidak berani memberikan perlajanan, sebab tjukong kami banjak berhutang budi pada beliau itu. Nah, tuan² boleh segera ke sana terlebih dahulu ! " dengan ramah pelajan itu mempersilahkan. Liem Tjiong bertiga lapor pada Tjha Tjin. Sambil berdjalan Liem Tjiong berpikir . . . . . . Tjha Tjin. . . . . . . orang ini rasa2nja aku kenal, orangnja masih muda sekali dan gagah, benarkah Tjha Tjin jang terkenal dikota Tong khia atau bukan ? . . . . . . . . . Belum habis Liem. Tjiong melamun, tiba sudahlah kesebuah bangunan mewah, sebuah gedung jang sekitarnja penuh dengan kebun² bunga Liem Tjiong bertiga lalu memasuki dan mengetuk pintu. Dari dalam segera keluar seorang pelajan jang membukakan pintu dan mempersilahkan masuk:

"Silahkan tjuwei masuk dan duduk dahulu, Siauwya sedang berburu, sebentar pasti ia pulang."

Pelajan itu masuk, dan tak lama keluar kembali untuk menghidangkan beberapa buah²an dan minuman. Benar djuga kata pelajan ini, belum begitu lama terdengarlah derap kaki kuda dan suara beberapa orang jang bertjakap². Liem Tjiang melongok dari djendela, benar jang datang adalah Tjha Tjin bersama para pengawalnja jang sedang pulang dari perburuannja Tjha Tjin turun dari atas pelana kudanja dan masuk keruang tamu, ia amat heran melihat ada tetamu jang menunggu dirumah nja :

“Siapakah tjuwei, datang dari mana dan ada maksud apakah datang kerumahku ini?” tanja Tjha Tjin sambil memberikan hormatnja. Liem Tjiong bertiga buru² berdiri dan membalas memberikan hormatnja.

“Aku bernama Liem Tjiong, dan 2 saudara ini adalah opas jang mengawalku untuk mendjalani hukuman buang dikota Tjhung Tjhiu Too ini ”

Tjha Tjin madju menghampiri Liem Tjiong dan memberikan hormatnja sekali lagi. Kemudian ia duduk dan mentjeritakan asal usulnja :

“Aku dahulu pernah djuga tinggal dikota ongking, pada waktu itu bukankan Liem Kauw hauw mendjabat sebagai komandan keamanan kota itu ? Aku kenal nama Liem Kauw Thauw, tetapi baru sekarang dapat mengetahui orangnja. Sungguh kebahagiaan bagi saja. Sebelum Liem Kauw Thauw menghadap pada Tee Kwan kota ini, baik beberapa hari tinggal dirumah kami ini, untuk sekedar melepaskan lelah dan mempererat persaudaraan kami.”

Liem Tjiong tidak berkeberatan, ia merasa sangat beruntung, didalam pembuangannja inipun telah menemukan seorang sahabat jang baik:

“Aku sangat girang atas perhatian Siauwtee, dan tidak ada kata² lain, ketjuali aku harus mengutjapkan terima kasih atas budi kebaikanmu ini. ”

Tjha Tjin tertawa sadja, kemudian ia memanggil pelajannja :

“Sediakan 3 buah kamar untuk tamu² kita ini, dan bila masakan telah tersedia atur lah diruang tengah. “

“ Baik Siauwya. “ Pelajan itu dengan gesit masuk kedalam.

Mereka berempat lalu melandjutkan ber-tjakap² pula, Sedang mereka dengan asjiknja beromong², tiba² datanglah seorang tinggi besar jang berwadjah merah. Melhat kedatangan orang ini Tjha Tjin tjepat² berdiri dan memberikan hormatnja, kemudian ia memperkenalkan :

” Tnilah Suhuku Ang Kauw Su, harap tjuwei berkenalan. “

Liem Tjiong, Tang Kiauw dan Siek Pa tjepat² berdiri dan memberikan hormat. Tetapi diluar dugaan, Guru Silat she Ang itu sangat angkuh ia sedikitpun atjuh tak atjuh, sikapnja sangat Gwa Bo ( menghina/ memandang rendah ).

Ia tidak membalas hormat langsung mengambil tempat duduk dan berdiam sadja. Diwadjahnja kelihatan kurang senang atas kedatangan Liem Tjiong dan 2 opas ini.

Tjha Tjin sebagai tuan rumah amat malu atas peristiwa ini ia benar merasa tidak enak pada Liem Tjiong dan 2 pengawal jang bertamu ini. —„Liem Kauw Thao, harap Tjuwei tidak memasukkan kedalam hati. Guruku ini orang baru pula, baru beberapa bulan memberikan peladjaran padaku, jah, memang sifat guruku ini demikian.“

Liem Tjiong tertawa sadja, dan diwadjahnja tidak nampak perubahan apa2. Ang Kauw Su bukannja beruban sikapnja, tetapi makin sombong, ia menghampiri Liem Tjiong dan mengadjukan tantangan :

—„Aku dengar kau adalah bekas komandan keamanan kota Tong King, seorang komandan pasu memiliki bugee ang unggi, maka aku sebagai Kauw Su (Guru silat), disini, dapat bertemu, denganmu, tidak bisa tidak, kita harus mengadakan suatu Piebu ( periangan untuk men-tjoba2 siapa Jang unggul)

Harap kau tidak berkeberatan, mari, mari !“

Adjaknja dan kontan mendahului pergi kehalaman belakang, suatu tempat untuk berlatih silat.

Liem Tjiong merasa serba salah, ia adalah seorang buangan, baru bertamu ditantang berkelahi, bagaimana perasaannja, sungguh memusingkan.

Tjha Tjin achirnja merasa Keekhi (djengkel) dan panas hatinja. Ia menghormati gurunja sebagai orang tuanja sendiri, tetapi melihat sikap gurunja jang amat temberang ini, darah mudanjapun mendjadi meluap, katanja dengan sengit kepada Liem Tjiong :

— „Liem Kauw Thao, harap kau melajaninja, djangan sungkan², sebah hal itu adalah permintaanja sendiri. Kalau dia djatuh biarlah tahu rasa, dan merupakan peladjaran baginja. Nah, hajo kita sama² kebelakang !”

Tjha Tjin jang sebenarnja saogat menghormati gurunja, tetapi melihat ketjongkakan jang keterlalun itu, berubahlah perasaannja. Bahkan ia mendorong Liem Tjiong supaja mendjatuhkan gurunja jang sombong itu.

Berempat mereka menjusul kehalaman belakang, tempat Liankun (berlatih silat), disana tampak beberapa alat² untuk melatih Kanghu seperti : Tjiokso, Swapauw, Tjhiankindjin, gotji pasir, untuk melatih Tjha, bambu untuk Siangkhatat, dan beberapa matjam alat sendjata. ada tombak, pedang, golok, Thiepie, rujung, toja, piauw dll.

Guru silat she Ang itu, begitu nampak Liem Tjiong datang segera membuka badju luarnja. Tangannja diletakkan dipinggang, sikapnja sangat angkuh dan merasa bahwa dirinja tidak ada jang dapat merubuhkan :

— ,.Hajo, Liem Kauw Thao, sudah siapkah kau ?” tanjanja dengan nada menghina dan memandang enteng.

Liem Tjiongpun melepaskan badju luarnja, ia tidak dibelenggu lagi setelah tiba di kota pembuangannja ini, belum selesai Liem Tjiong membuka badju luarnja, setjepat kilat Ang Kauw Su melantjarkan serangan setjara litjik. Tangan kirinja gau (menggait),tangan kanannja menghantam lambung dengan tenaga penuh. Inilah tipu serangan jang didalam persilatan disebut Thui Djwan Bong Gwat atau mendorong djendela melihat rembulan. Liem Tjiong tidak mendjadi gentar,

ia tetap tenang dan tabah dibokong setiara litjik ini. Kaki kirinja bergeser sedikit kesamping kanan lawan atau Siam. sepasang tangannja bergerak naik turun dengan tjepat untuk menghindarkan serangan, inilah pendjagaan diri dengan kuntji Ling Long Tjhiu atau kitiran tangan jang berputar tjepat.

Melihat serangan jang pertama gagal dengan mudah, makin meluaplah hati Ang Kauw Su, ia melandjutkan dengan serangan jang lebih kedji, dengan pukulan² Ngo Yauw Koay atau kepalan 5 setan, semua serangan ini amat buas dan kedji, selalu jang diarah adalah tempat² kematian, ubun², uluhati, mata, kemaluan dan Tantian atau pusar. Liem Tjiong dengan menggunakan ilmu pembelaan diri Pek Hoo Tjhong Thian Bangau Putih menembus angkasa, berlontjat tinggi dengan gaja jang mengagumkan.

Melihat djurus² jang hebat ini, Tjha, Tjin, Tang Kiauw dan Siek Pa mengeluarkan suara pudjian jang tertahan :

“Sungguh bagus. sungguh bagus.....” Ang Kauw Su makin panas, mendengar pudjian² jang keluar dari muridnja ini membat ia djadi mata gelap. Ia mengerahkan semua tenaga untuk tjepat² merubuhkan Liem Tjiong. Berulang kali Liem Tjiong hanjalah menghindarkan diri sadja, sebab ia memang tidak mau membikin malu guru silat she Ang ini.

Tetapi karena jang diberi hati malahan tidak tahu diri, maka mulailah Liem Tjiong mengadakan balasan serangan. Pada waktu itu Kauw Su sedang menjerang dengan ilmu pukulan Pek Tjoa Tjhut long atau ular berbisa keluar dari liangnja, djari² tangannja lurus menudju keulu hati, Liem Tjiong menantikan sampai serangan ini hampir tiba didadanja.

Dengan tjepat ia memiringkan badannja sedikit, sepasang tangannja dengan tjepat membalas dengan ilmu serangan Kim Kauw Bo-Thoo atau Kera mas membopong buah. Tangan kirinnja menarik tubuh Ang Kauw Su jang besar berbareng tangan kanannja menjentil kemaluan siguru silat temberang itu Kontan. Ang Kauw Su ngrusuk kedepan dan tubuhnja terbanting sangat keras, sedangkan ia merasakan bagian jang terpenting dari tubuhnja panas dan njeri Kalau Liem Tjiong mau, dengan mudah ia dapat dimatikan, tetapi balasan Liem Tjiong ini hanjalah memberi kesadaran sadja. Bahwasanja manusia itu tidak boleh terlalu temberang dan menjombongkan dirinja kelewat batas' ingat kata² purba Ko Ko Tjay Siang artinja jang tinggi masih ada jang melebihi. Demikian maksud serangan balasan dari Liem Tjiong.

Tetapi guru silat she Ang itu, tidak mau mengerti Ia bangun dengan wadjah bengis jang menjeramkan Bukannja ia memeberi hormat dan mengakui kekalahannja, tetapi lagi² ia menubruk dengan tipu pukulan Beng Hauw Kun Yo, atau matjan ganas menubruk kambing. Liem Tjiong jang mengira perkelahian telah selesai, ditubruk setjara tiba² ini agak kaget.

Maka pundak dan tangan kanannja dapat ditjengkeram dengan hebat oleh Ang Kauw Su. Sebelum tangan Liem Tjiong dapat dipatahkan, tjepat² Liem Tjiong mengerahkan seluruh tenaganja untuk melepaskan, dengan ilmunja:

Yo Sin Tjunka atau Gadjah menggojangkan badan dan gadingnja diserudukkan. Kembali Ang Kauw Su terdjerembab dan djatuh terkapar, Kali ini tenaga Liem Tjiong dikerahkan sepenuhnja. maka lama guru silat she Ang itu terkapar dan tak bisa segera bangun.

Melihat ini Tjha Tjin lalu mendekati Ang Kauw Su dan membangunkannja, katanja dengan senang

— „Suhu, kiranja tidak ungkulan untuk melawan Liem Kauw Thao Suhu, baik beristirahat dan djangan terlalu mengumbar nafsu.”

Alangkah malunja guru silat she Ang itu, ia bangun dan tjepat² masuk kedalam kamarnja untuk bebenah. Tak lama ia keluar sambil menenteng pauwhoknja. Tjha Tjin nampak guru silatnja akan meninggalkan rumahnja buru² ia menghampiri dan bertanja;

— „Suhu, apakah suhu tidak mengadjar lagi padaku ?” — „Djangan terlalu menghinaku Tjha Tjin aku sudah tidak ada muka lagi tinggal dikota ini sebab aku telah rubuh oleh seorang buangan.”

Tjha Tjin tersenjum dan menjambung kata²nja :

— „Kesemuanja ini bisa terdjadi karena tindakan Suhu sendiri, bila Suhu mau bersahabat dan tidak keras kepala, kukira tidak bakalan Suhu mendapat malu. Ja, aku tidak bisa menahan kemauan Suhu.

Tetapi tunggulah sebentar untuk aku sekedar memberikan beaja untuk Suhu dalam perdjalanan.”

Tjha Tjin lalu masuk kekamarnja, ia mengambil 100 tail jang dibungkus rapi dan diberikan pada bekas gurunja :

” Terimalah ini Suhu, semoga Suhu selamat diperdjalanan, sampai ketemu lagi, sampai ketemu lagi........”

Dengan muka merah karena malunja, Ang Kauw Su tjepat² mengangkat kaki, katanja dengan nada sengit :

” Tunggu aku 3 tahun lagi, pasti aku dapat merubuhkannja, lalu tanpa menoleh lagi ia mengambil langkah seribu.

Sepeninggal Ang Kauw Su, guru silat jang sombong dan kepala besar itu. Tjha Tjin lalu mengadakan pesta untuk mendjamu Liem Tjiong dan 2 pengawal dari kota Tongknia itu. Sambil makan minum Tjha Tjin memohon pada Liem Tjiong

” Lim Kauw Thao, setelah guruku dapat kau rubuhkan, aku ingin berguru padamu. Nanti bila Tee Kwan telah memberi tempat dan tugas padamu, sukalah Liem Kauw-Thao sering datang kemari untuk memberi peladjaran padaku.

Liem Tjiong tertawa :

“ Kepandaianku tidak seberapa, aku beladjar sedjak ketjil, walau demikian kepandaianku hanjalah tjenopauw sadja (satu dua djurus jang tak berarti ).“

Tjha Tjin makin kagum akan pribadi Liem-Tjong, walaupun memiliki ilmu jang tinggi, tetapi tidak. angkuh dan sombong, seperti bekas gurunja.

Demikianlah, selesai makan minum. Tjha Tjin lalu mempersilahkan untuk Liem Tjiong dan 2 pengawal beristirahat kekamar masing² jang telah disediakan.

Keesokkan harinja, Liem Tjiong mengutjapkan terima kasih atas kebaikan Tjha Tjin ia berpamit untuk menjelesaikan prihal dirinja:

— „Saudara Tjha Tjin. aku mengutjapkan terima kasih atas kebaikan jang telah kami terima Hari ini aku akan menghadap pada Tee Kwan, biar segera beres urusanku ini. Bila nanti aku telah mengerti dimana aku harus bekerdja dan bertempat, tinggal, aku pasti akan sering datang kemari untuk mempererat persaudaraan.”

Tjha Tjin lalu memberi sebungkus uang jang djumlahnja 100 tail untuk Liem Tjiong, Liem Tjiong menerima bungkusan itu dan menghaturkan terima kasih.

— „Terimalah pemberianku jang tak berarti ini dengan ini Liem Kauw Thao bisa mendapatkan keringanan, bila nanti Liem Kauw Thao didalam pemeriksaan mengalami kesukaran² berilah 20 tail dan atasannja berilah 30 tail.

Dengan djalan ini pasti Liem Kauw Thao tidak mendapat tekanan jang berat, haahaa...hahaha...“

Liem Tjiong memperhatikan kata² Tjha Tjin ini, ia menjimpan pemberian itu dan berkata :

— „Oh, kiranja dimanapun sama sadja. Kukira hanja pedjabat² dikotaku jang tidak beres ................disinipun berlaku hal jang demikian djuga. Mereka² itu telah dirusak oleh materi. tidak lagi mengingat akan keluhuran budi, moral dan achlak telah dirusak oleh hal² duniawi..........“

Tjha Tjin lebih kagum lagi akan diri Liem Tjiong, iapun menambahkan ;

— „Djustru hal inilah Liem Kauw Thao aku disini selalu menampung orang gagah, perantau² jang tidak punja tempat tinggal. Aku memberikannja pertolongan dan mengadjaknja untuk bersatu, bersama² berdjuang demi tegaknja keadilan dan kebahagiaan hidup seluruh lapisan rakjat negeri Song ini..setelah kau mendapatkan tugas dikota ini, aku mengharap Liem Kauw Thao mengingat kata² Siauwtee ini. ”

Liem Tjiong amat kagum akan tjita2 luhur dari Tjha Tjin ini, biar orangnja masih muda, tetapi pandangannja luas dan ber-tjita2 luhur Liem Tjiong bertiga lalu meneruskan perdjalanannja untuk menudju kerumah Tee-Kwan, Penguasa Hukum Tjhung Tjhiu Too. Petugas kantor menerima Liem Tjiong dan membatja surat keterangan jang dibawa oleh Tang Kiauw dan Siek Pa, Kemudian ia tertawa dan berkata pada Liem Tjiong:

“ Kau harus ditahan dahulu, besuk aku laporkan pada Tee Kwan”

Dua algodjo madju kedepan dan membawa Liem Tjiong masuk kedalam tahanan. Liem Tjiong menoleh pada Tang Kiauw dan Siek Pa, katanja:

“ Tang heng dan Siek Heng bila telah sampai ke Tongkhia, harap memberi kabar pada istri dan orang tuaku Katakan bahwa aku telah tiba dikota Tjhung Tjhiu Too dengan selamat ”

Tang Kiauw & Siek Pa terharu mendengar pesan Liem Tjiong, walaupun mereka dahulu adalah opas jang bertugas untuk membunuh Liem Tjiong, tetapi setelah bergaul beberapa saat, telah berubah sifat dan perangainja, mereka telah mengerti arti hidup, mengerti pula kemanusiaan dan nilai dari pada manusia jang sebenarnja.

Keesokkan harinja kembali Liem Tjiong dihadapkan pada petugas kantor itu kelihatan keren dan ber sungguh²;

— „Setelah mengetahui akan apa jang telah kau perbuat dikota Tongkhia, maka kau didjatuhi pukul rangket 100 kali.

Hei, algodjo, pukul rangket 100 kali !”

Liem Tjiong kaget, ia lalu berbisik pada algodjo jang menghampirinja, ;

— „Tolong katakan pada Tjayhu, aku minta keringanan !”

Algodjo itu mendekat kemedja Tjayhu dan berbisik bisik . . . .Kelihatan wadjah Tjay hu itu berubah ber-seri², katanja:

— „Aku bisa menolongmu, asal kau mengerti sjarat²nja.“

— „Aku mengerti, tak nanti aku lupakan djerih pajah Tjayhu dalam menolong diriku.“

Liem Tjiong merogoh kedalam sakunja, ia mengangsurkan bungkusan uang pada sang Tjayhu. Tjayhu lalu memasukkan uang itu ke dalam latji, dan memerintahkan algodjo untuk membebaskan Liem Tjiong.

— „Kau boleh mentjari penginapan dan tidur diluar tahanan. Tetapi ingat besok kau harus datang kemari untuk menghadap Tee-Kwan“

— „Terima kasih terima kasih, besok aku pasti datang.“

Liem Tjiong lalu keluar dari kantoran itu dengan hati penuh kegembiraan.

Urusannja telah dapat diselesaikan dengan demikian gampang, wah sungguh didalam kehidupan dimasa sekarang ini, pandangan kebanjakan orang telah sesat demikian djauhnja, di-mana² uang....uang ... uang berkuasa. ..... Sampai kapankah mereka dapat kembali kepemikiran jang benar?

Pemikiran jang murni, jang tidak se-mata² kabur oleh materi. Dengan langkah gagah penuh semangat, Liem Tjiong meninggalkan kantoran. Ia mentjari rumah penginapan jang lumajan, dan beristirahat untuk menentramkan pikirannja.

Pada keesokkan harinja, setelah mandi dan berganti pakaian jang bersih. Liem Tjiong menudju kekantor Tee Kwan

Pedjabat Tjhung Tjhiu Too itu telah mempeladjari masaalah apa jang menjangkut diri Liem Tjiong, kemudian mempertimbangkan masak² Ia agak segan terhadap Liem Tjiong, sebab mempunjai hubungan jang baik dengan Tjha Tjin. Ia merasa banjak berhutang budi dengan Tjha Tjin, maka kali ini iapun akan menempatkan Liem Tjiong ditempat jang lajak dan bekerdja ringan.

Begitu Liem Tjiong menghadap kekantornja, sang Tee Kwan dengan muka berseri-seri, mempersilahkan Liem Tjiong duduk:

„Aku telah mengerti akan kesalahanmu,dan karena kau adalah sahabat baik dari temanku Tjha Tjin Maka aku akan menempatkan disebuah kelenteng ketjil. Tugasmu adalah mendjaga pos ketjil Thian Ong Tong. kerdjamu se hari² untuk membersihkan, memasang Hio. memelihara kebun dll. Bila kau mendjalankan segala tugas dengan baik, dalam satu dua tahun, kau akan mendapatkan kebebasan kembali...„

Liem Tjiong menerima baik putusan dari Tee Kwan, sebab ternjata urusannja telah selesai - dan tugasnja amat ringan.

“Tee Kwan jang mulia, apakah aku harus berangkat ke Thian Ong Tong sekarang -djuga ?”

“Betul, betul, ini surat tugasmu, dan kau boleh membawa semua pakaian dan peralatan untuk tinggal disana, mulai sekarang kau sudah bertugas disana. Nah, selamat bekerdja.”

Ten Kwan itu memberikan seputjuk surat tugas pada Liem Tjiong.

Liem Tjiong menerima surat tugas itu, dan setelah menghaturkan terima kasihnja, lalu tjepat² meninggalkan kantor dan pulang kepenginepannja. Hari itu Liem Tjiong pindah ke pos ketjil Thian Ong Tong jang letaknja sebelah Timur laut kota Tjhung Tjhiu loo.

Pos ketjil Thian Ong Tong bergandeng dengan sebuah kelenteng ketjil jang memudja Thou Tee Kon, atau malaikat bumi.

Liem Tjiong melaksanakan tugasnja dengan baik, ia tidak pernah lupa pasang-hio (dupa) dan membersihkan lantai² maupun kebun² disekitar pos dan kelenteng itu.

Pada suatu pagi hari, tatkala Liem Tjiong sedang asjik menjapu halaman depan dari posnja, tiba² ada suara orang jang memanggil-manggil namanja

— „Liem Kauw Thauw, Liem Kauw Thauw..........mengapa engkau bisa tinggal di Thian Ong Tong ini ? Bukankah kau bertugas dikota Tongkhia ?”

Liem Tjiong menoleh kearah suara jang menegurnja itu, samar² ia ingat orang jang bertubuh langsing dan tinggi ini adalah Lie Siauw Djie.

Liem Tjiong meletakkan sapunja dan membawa Lie Siauw Djie masuk kedalam Thian Ong Tong.

— „Siauw Djie, kenapa kau djuga bisa tinggal di Tjhung Tjhiu Too ini? Kau sekarang agak gemuk dan sehat, hahhaa. . . . . .hhaaah. . . .”

= „Liem Kauw Thauw, tatkala kau membantu aku dikota Tongkhia, pada waktu aku kehabisan uang dalam mentjari orang tuaku.

Setelah mendapatkan pertolonganmu, aku terus mentjari-tjari, beberapa kota besar ketjil, dusun² dan puluhan perkampungan, aku terobos dan selidiki, namun sampai sekarang belum djuga dapat bertemu.......”

Lie Siauw Djie mentjeritakan pengalamannja sedjak berdjumpa dengan Liem Tjiong di Tongkbia.

— „Lalu kenapa engkau sekarang tinggal disini ?” tanja Liem Tjiong.

= Kurang lebih setahun jang lalu, aku sampai di Tjhung Tjhiu Too ini dalam mentjari orang tuaku. Sampai dikota ini, lagi² aku telah kehabisan uang dan djatuh sakit. Uutunglah seorang pengusaha rumah makan She Ong, telah menolongku . . . telah diberi tempat tinggal dan tabib² diundang untuk mengobatiku Setelab kurang lebih sebulan aku sembuh, Sedjak itu, aku mentjurahkan segenap tenagaku, untuk membantu usaha rumah makan Bapak Ong itu.

Liem Kauw Thauw, 3 bulan jang baru lalu, bapak Ong sakit keras dan meninggal dunia. Sebelum mati, berpesan, supaja aku melandjutkan usahanja, dan mengawini Putri satu2nja dan kini sebatang kara.

Sebab istri beliaupun telah tiada 5 th jang lalu. Aku jang telah banjak berhutang budi pada Bapak Ong, menerima baik semua pesanannja itu. Maka sampai kim aku tinggal di Tjoung Tjhiu Too sebagai pengusaha rumah n akan Liem Kauw Thauw, baik kau makan disana, dan pakaian²mu jang kotor, biarlah istriku jang mentjutjikan, kau seorang diri disini, akan amat sulit”

Liem Tjiong megutjapkan terima kasih, dan berdjandji akan sering sering kerumah Lie Siauw Die.