Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 (UU/2009/2)  (2009) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa sektor perdagangan luar negeri merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan, kemajuan, dan kemandirian bangsa;
c. bahwa untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis, diperlukan suatu lembaga pembiayaan independen yang mampu menyediakan pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa lainnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional.
  2. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan.
  3. Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan non-bank yang salah satu kegiatannya memberikan pembiayaan kepada Eksportir.
  4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.
  5. Eksportir adalah badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan yang melakukan kegiatan Ekspor.
  6. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.
  7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  8. Pembiayaan adalah kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  9. Kredit adalah fasilitas pinjaman, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga maupun imbalan jasa.
  10. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah fasilitas pembiayaan, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan fasilitas pembiayaan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
  11. Prinsip Syariah adalah pokok-pokok aturan berdasarkan hukum Islam yang dijadikan landasan dalam pembuatan perjanjian antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan pihak lain dalam menjalankan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional.
  12. Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada kreditornya.
  13. Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.


BAB II
PEMBIAYAAN EKSPOR NASIONAL

Bagian Kesatu
Asas, Tujuan, dan Kebijakan Dasar

Pasal 2

Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional berdasarkan atas asas:
a. kepentingan nasional;
b. kepastian hukum;
c. keterbukaan;
d. akuntabilitas;
e. profesionalisme;
f. efisiensi berkeadilan; dan
g. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 3

Pembiayaan Ekspor Nasional bertujuan untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional.

Pasal 4

Pemerintah menetapkan kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor Nasional untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional;
b. mempercepat peningkatan ekspor nasional;
c. membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan
d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.


Bagian Kedua
Bentuk Pembiayaan Ekspor Nasional

Pasal 5

(1) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan dalam bentuk:
a. Pembiayaan
b. Penjaminan
c. Asuransi
(2) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada badan usaha baik badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum termasuk perorangan.
(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berdomisili di dalam atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 6

Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan/atau investasi.

Pasal 7

Bentuk Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penjaminan bagi Eksportir Indonesia atas pembayaran yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri;
b. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau akan diberikan kepada Eksportir Indonesia untuk pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang dan/atau jasa atau pemenuhan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia;
c. Penjaminan bagi Bank yang menjadi mitra penyediaan pembiayaan transaksi Ekspor yang telah diberikan kepada Eksportir Indonesia; dan/atau
d. Penjaminan dalam rangka tender terkait dengan pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian merupakan kegiatan yang menunjang Ekspor.

Pasal 8

Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam bentuk:
a. Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor;
b. Asuransi atas risiko kegagalan bayar;
c. Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri; dan/atau
d. Asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan ekspor.

Pasal 9

Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk itu.

BAB III LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

Bagian Kesatu Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan

Pasal 10 (1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI sebagai lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (2) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum menurut Undang-Undang ini. (3) LPEI adalah lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan independen. (4) LPEI bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 11 (1) LPEI berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) LPEI dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Republik Indonesia.

Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang

Pasal 12 LPEI berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

Pasal 13 (1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPEI mempunyai tugas: a. memberi bantuan yang diperlukan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam rangka Ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor; b. menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, tetapi mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional; dan c. membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. (2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan: a. bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan b. melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 14 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, LPEI berwenang: a. menetapkan skema Pembiayaan Ekspor Nasional; b. melakukan restrukturisasi Pembiayaan Ekspor Nasional; c. melakukan reasuransi terhadap asuransi yang dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan d. melakukan penyertaan modal. (2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat dilakukan pada badan hukum atau badan lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas LPEI dengan persetujuan Menteri.

Pasal 15 LPEI dapat memberikan fasilitas Asuransi kepada Eksportir dalam hal lembaga asuransi ekspor tidak dapat memenuhi permintaan fasilitas asuransi bagi Eksportir atau dalam rangka memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh pembeli di luar negeri.

Pasal 16 Dalam melakukan kegiatannya, LPEI turut serta dalam sistem pembayaran nasional dan internasional.

Pasal 17 (1) Dalam menjalankan tugasnya, LPEI wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, prinsip penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal nasabah. (2) Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian, dan kewajaran. (3) Penerapan prinsip manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan kecukupan modal minimum, pengawasan aktif, dan pemenuhan disiplin pasar terhadap risiko yang melekat.

(4) Penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah, pemantauan rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah, serta manajemen risiko. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan pelaksanaan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Penugasan Khusus

Pasal 18 (1) LPEI dapat melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program Ekspor nasional atas biaya Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkait dengan penugasan khusus pelaksanaan program Ekspor nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat Permodalan LPEI

Pasal 19 (1) Modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). (2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (3) Dalam hal modal LPEI menjadi berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan mekanisme yang berlaku. (4) Penambahan modal LPEI untuk menutup kekurangan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20 (1) LPEI dapat membentuk cadangan umum dan cadangan tujuan.

(2) Dalam hal akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan telah melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal awal LPEI, kelebihannya sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) digunakan untuk kapitalisasi modal dan 25% (dua puluh lima persen) sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. (3) Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Menteri.

Pasal 21 (1) Surplus yang diperoleh LPEI dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kegiatan digunakan untuk: a. cadangan umum; b. cadangan tujuan; c. jasa produksi dan tantiem; dan d. bagian laba Pemerintah. (2) Persentase alokasi surplus ditetapkan: a. cadangan umum dan cadangan tujuan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari surplus; dan b. jasa produksi dan tantiem serta bagian laba Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari surplus. (3) Besarnya persentase untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa produksi dan tantiem, serta bagian laba Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kelima Sumber dan Penempatan Dana

Pasal 22 (1) Untuk membiayai kegiatannya, LPEI dapat memperoleh dana dari: a. penerbitan surat berharga; b. pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang yang bersumber dari: 1. pemerintah asing; 2. lembaga multilateral; 3. bank serta lembaga keuangan dan pembiayaan, baik dari dalam maupun luar negeri; 4. Pemerintah; dan/atau c. hibah.

(2) Selain memperoleh dana dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat membiayai kegiatannya dengan sumber pendanaan dari penempatan dana oleh Bank Indonesia.

Pasal 23 (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada LPEI sesuai dengan yang tercantum atau ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 24 (1) LPEI dapat menempatkan dana yang belum dipergunakan untuk membiayai kegiatannya dalam bentuk pembelian surat berharga dan/atau penempatan di lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri. (2) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain dalam bentuk: a. surat berharga yang diterbitkan Pemerintah; b. Sertifikat Bank Indonesia; c. surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah negara donor; d. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga keuangan multilateral; e. simpanan dalam bentuk rupiah atau valuta asing pada Bank Indonesia; dan/atau f. simpanan pada bank dalam negeri dan/atau bank luar negeri. (3) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan mempertimbangkan faktor likuiditas dan risiko.

BAB IV ORGANISASI Bagian Kesatu Organ LPEI

Pasal 25 (1) Dewan Direktur merupakan organ tunggal LPEI.

(2) Anggota Dewan Direktur berjumlah paling banyak 10 (sepuluh) orang, yang terdiri atas: a. 3 (tiga) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi fiskal, 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi perdagangan, 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi perindustrian, dan 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi pertanian. b. paling banyak 3 (tiga) orang yang berasal dari luar LPEI dan 1 (satu) orang dari dalam LPEI. (3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul instansi atau lembaga yang bersangkutan. (4) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. (5) Salah seorang dari anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif. (6) Ketua Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mempunyai hak suara dalam rapat Dewan Direktur. (7) Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan tugas secara penuh waktu dan dilarang merangkap jabatan eksekutif di tempat lain. (8) Anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 26 (1) Dewan Direktur bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional LPEI. (2) Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas anggota Dewan Direktur ditetapkan oleh Dewan Direktur. (3) Gaji, penghasilan, dan tunjangan lainnya Dewan Direktur dan Direktur Pelaksana ditetapkan oleh Menteri.

Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Direktur, paling sedikit harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. mampu melakukan perbuatan hukum; c. sehat jasmani dan rohani; d. memiliki integritas, kepemimpinan, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi; e. tidak termasuk daftar tidak lulus, baik yang disusun oleh otoritas perbankan maupun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan; f. tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang perbankan dan perekonomian; g. memiliki keahlian dan pengalaman di salah satu bidang yang menjadi ruang lingkup kegiatan LPEI; dan h. tidak pernah dinyatakan pailit.

Pasal 28 (1) Anggota Dewan Direktur dapat diberhentikan oleh Menteri apabila: a. berhalangan tetap; b. masa jabatannya berakhir; c. mengundurkan diri; d. kinerja anggota Dewan Direktur tidak memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan oleh Menteri; e. memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan anggota Dewan Direktur yang lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri; f. melakukan kejahatan korporasi, tindak pidana korupsi, tindak pidana lainnya, atau pelanggaran moral; dan/atau g. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf h. (2) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak lagi menjadi pejabat di instansi atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a.

(3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) sebelum diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan diri kepada Menteri. (4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (5) Pemberhentian anggota Dewan Direktur dan pengangkatan anggota yang baru harus dilakukan sehingga jumlah anggota Dewan Direktur paling sedikit 4 (empat) orang. (6) Dalam hal anggota Dewan Direktur diberhentikan, anggota Dewan Direktur penggantinya ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberhentian. (7) Masa jabatan anggota Dewan Direktur yang diangkat untuk menggantikan anggota yang diberhentikan bukan karena berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sisa masa jabatan anggota Dewan Direktur yang digantikannya.

Pasal 29 (1) Kegiatan operasional LPEI dilakukan oleh Direktur Eksekutif. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Eksekutif dibantu oleh paling banyak 5 (lima) orang Direktur Pelaksana. (3) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak 4 (empat) orang berasal dari dalam LPEI. (4) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Direktur atas usul Direktur Eksekutif.

Pasal 30 (1) Direktur Eksekutif mewakili LPEI, baik di dalam maupun di luar pengadilan;

(2) Kewenangan Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada 2 (dua) orang Direktur Pelaksana.


Bagian Kedua Kepegawaian Pasal 31 (1) Direktur Eksekutif menetapkan sistem kepegawaian, penggajian, penghargaan, program pensiun, dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai LPEI. (2) Direktur Eksekutif mengangkat dan memberhentikan pegawai LPEI. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Direktur Eksekutif. Bagian Ketiga Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Piutang serta Penghapusbukuan Aktiva Tetap Pasal 32 (1) Kewenangan penghapusbukuan piutang LPEI dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif, Dewan Direktur, atau Menteri dengan ketentuan sebagai berikut: a. piutang sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) oleh Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur; b. piutang lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) oleh Dewan Direktur dengan persetujuan Menteri; dan c. piutang lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) oleh Menteri. (2) Piutang yang dapat dihapusbukukan adalah piutang macet yang walaupun telah dilakukan upaya restrukturisasi, tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan dalam penyalurannya. (3) LPEI wajib terus melakukan upaya penagihan atas piutang yang telah dihapusbukukan sebelum piutang tersebut dihapus tagih.

Pasal 33 (1) Dalam hal upaya penagihan atas piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) telah dilakukan lebih dari 10 (sepuluh) tahun, tetapi tetap tidak tertagih dan perkiraan biaya tagih lebih besar dibandingkan dengan hasil tagih, piutang tersebut dapat dihapustagihkan. (2) Kewenangan penghapustagihan piutang LPEI dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Direktur.

Pasal 34 (1) Aktiva tetap yang dapat dihapusbukukan adalah aktiva yang telah habis umur ekonomisnya atau mengalami keusangan karena kemajuan teknologi. (2) Kewenangan penghapusbukuan aktiva tetap dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Direktur.

Pasal 35 Tata cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) serta tata cara penghapusbukuan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan

Pasal 36 Tahun Buku dan Tahun Anggaran LPEI dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Pasal 37 (1) Direktur Eksekutif menyiapkan Rencana Jangka Panjang sebagai rencana strategis yang memuat sasaran yang hendak dicapai oleh LPEI dalam periode 5 (lima) tahunan. (2) Direktur Eksekutif menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagai penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang. (3) Tata cara penyusunan, penyampaian, dan pengubahan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kelima Pelaporan dan Akuntabilitas Pasal 38 (1) LPEI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada Menteri paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur. (3) LPEI wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa elektronik dan paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

Bagian Keenam Pembubaran Pasal 39 LPEI hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 40 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap LPEI dilakukan oleh Menteri. (2) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

BAB VI BANTUAN HUKUM

Pasal 41 LPEI memberikan bantuan hukum kepada anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, pegawai, mantan Dewan Direktur, mantan Direktur Eksekutif, mantan Direktur Pelaksana, dan mantan pegawai atas tuntutan pidana dan/atau gugatan yang dapat menimbulkan kewajiban dan/atau akibat hukum, sepanjang keputusan dan/atau kebijakan yang diambil dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 42 (1) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, dan pegawai yang melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (3), dan Pasal 40 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. (3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 43 (1) Pegawai LPEI yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan kerugian bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (2) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, atau Direktur Pelaksana yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan kerugian bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 44 Dengan berlakunya Undang-Undang ini: a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional sampai dengan beroperasinya LPEI. b. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk mempersiapkan operasional LPEI dan melakukan sosialisasi. c. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan penutup Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia.


BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 45 Untuk pertama kali, anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan sebagai berikut: a. anggota Dewan Direktur yang merupakan Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; b. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; c. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun; d. paling banyak 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang berasal dari luar LPEI yang bukan merupakan Ketua Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; dan

e. 1 (satu) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang berasal dari dalam LPEI yang bukan merupakan Ketua Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.

Pasal 46 Dalam menjalankan kegiatannya, baik dalam melakukan Pembiayaan, Penjaminan, maupun Asuransi, LPEI tunduk pada Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 47 LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dapat menggunakan nama Indonesia Eximbank.

Pasal 48 (1) Paling lama 9 (sembilan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan: a. LPEI mulai beroperasi; b. anggota Dewan Direktur telah diangkat; dan c. peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini telah ditetapkan. (2) Dengan beroperasinya LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia dinyatakan bubar dan semua aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum LPEI; dan b. semua pegawai Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi pegawai LPEI.

Pasal 49 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009

              PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
  
                                                                           ttd 

              DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA, 
  
                               ttd 

ANDI MATTALATTA 


  

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 2


      Salinan sesuai dengan aslinya 

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

    Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
            Bidang Perekonomian dan Industri, 





                   SETIO SAPTO NUGROHO

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA


I. UMUM

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat konstitusi negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini, dilaksanakan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, mandiri, serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Perekonomian Indonesia semakin terintegrasi ke dalam perekonomian global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk, dan efisiensi semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi tersebut dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Oleh karena itu, sebagai bangsa dengan sumber daya ekonomi yang sangat besar, pengembangan perekonomian nasional secara berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata rantai perekonomian nasional sehingga bangsa Indonesia mampu mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia yang salah satu tolok ukurnya adalah meningkatnya kapabilitas di dalam memproduksi barang dan jasa yang kompetitif di pasar global. Pencapaian sasaran ini menjadi semakin relevan, karena kontribusi perdagangan luar negeri di dalam perekonomian nasional semakin penting. Hal itu terbukti bahwa peningkatan ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabililitas makro-ekonomi melalui peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas produksi nasional. Dengan demikian, kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait dengan fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta kebijakan pengembangan sektor riil.

Jika ditinjau dari dimensi kebijakan pengembangan ekspor nasional, Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan dasar pengembangan ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional, yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Agar dapat berperan dan berfungsi secara efektif, LPEI beroperasi secara independen, berdasarkan undang-undang tersendiri (Lex specialist), dan memiliki sifat sovereign status. Status tersebut diperlukan agar lembaga tersebut mempunyai akses pada pendanaan, baik dari sumber resmi maupun dari pasar keuangan global dengan biaya yang relatif rendah, tetapi tetap beroperasi berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam industri perbankan, sehingga diharapkan tidak membebani anggaran tahunan Pemerintah (APBN). LPEI sebagai lembaga independen dengan status sovereign membawa konsekuensi adanya kewajiban Pemerintah untuk menutup kekurangan modal dari APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku, jika modal LPEI berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). Status tersebut juga memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan dan kemudahan bagi LPEI untuk mendapatkan sumber pembiayaan, baik melalui penerbitan surat berharga, pinjaman jangka pendek, menengah, dan/atau jangka panjang yang bersumber dari pemerintah asing, lembaga multilateral, bank dalam dan luar negeri maupun lembaga pembiayaan dan keuangan dalam dan luar negeri, serta dari Pemerintah maupun yang berasal dari penempatan dana oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, dengan adanya sumber pembiayaan yang murah dan adanya jaminan pemerintah untuk menutup kekurangan modal, kebutuhan pembiayaan ekspor yang sering bersifat jangka menengah/panjang dapat diatasi. Di samping itu, LPEI dapat pula mendukung dan membantu mengatasi kesulitan bank-bank dalam penyediaan pembiayaan yang diperlukan, terutama kredit berjangka menengah/panjang. LPEI sebagai agen Pemerintah dapat membantu memberikan pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga keuangan komersial (fill the market gap) yang tidak memiliki kemampuan pembiayaan yang kompetitif dan kemampuan menyerap risiko dengan tingkat bunga kompetitif guna pengembangan usaha yang menghasilkan barang dan jasa ekspor dan/atau usaha-usaha lain yang menunjang ekspor. LPEI juga menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, baik oleh lembaga keuangan komersial maupun oleh LPEI sendiri, tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national Interest Account).

Pembiayaan diberikan LPEI dalam bentuk modal kerja dan/atau investasi. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja, antara lain pembiayaan untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pembelian bahan baku dari luar negeri, penggantian dan/atau pemeliharaan komponen dan sarana produksi. Pembiayaan dalam bentuk investasi antara lain pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek, misalnya pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di luar negeri. Selain pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, LPEI juga dapat memberikan pembiayaan kepada pihak pembeli di luar negeri dalam rangka mengimpor barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia. Penjaminan ekspor yang dilakukan oleh LPEI pada dasarnya merupakan bentuk pembiayaan tidak langsung, tetapi tidak terbatas pada penerbitan stand by letter of credit, konfirmasi atas surat kredit berdokumen (letter of credit) yang diterbitkan oleh bank di luar negeri, penjaminan pembayaran kembali pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, dan industri penunjang ekspor. Tugas lain yang diemban LPEI adalah memberikan pembiayaan dalam bentuk asuransi. Adanya berbagai risiko yang dihadapi dalam kegiatan ekspor-impor, menimbulkan kebutuhan bagi eksportir dan importir akan jasa asuransi agar tidak mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya. Kebutuhan akan jasa asuransi dalam kegiatan ekspor impor itu menjadi permasalahan bagi para eksportir dan pengusaha yang terkait dengannya karena premi yang harus ditanggung/dibayar oleh para pengusaha relatif tinggi. Hal itu dikarenakan ekspor-impor merupakan kegiatan yang berisiko tinggi sehingga jumlah perusahaan asuransi yang berminat memberikan jasa di sektor ini sangat sedikit. Berdasarkan hal tersebut, untuk dapat memenuhi kebutuhan jasa asuransi di bidang ekspor-impor dan agar harga komoditas ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, dibutuhkan jasa asuransi dengan premi kompetitif yang diharapkan dapat diwujudkan oleh LPEI. Selain melakukan kegiatan usaha konvensional, LPEI juga dirancang untuk dapat memberikan pembiayaan ekspor nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ini dilakukan mengingat bahwa di Indonesia telah berkembang berbagai kegiatan ekonomi dengan prinsip syariah, seperti bank syariah, asuransi dan reasuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah, efek syariah lainnya yang telah diterima oleh masyarakat dan dinilai mempunyai keunggulan, baik komparatif maupun kompetitif.

Melalui kegiatan usaha di atas, LPEI diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap pembangunan ekonomi nasional dengan turut menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Oleh karena itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya, LPEI wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang meliputi prinsip tata kelola perusahaan yang baik, penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal nasabah. Perwujudan tata kelola perusahaan yang baik berarti LPEI wajib menerapkan transparansi dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik, antara lain dengan menyampaikan laporan keuangan kepada Pemerintah dan kepada publik. Perwujudan penerapan manajemen risiko adalah bahwa dalam memberikan pembiayaan ekspor, LPEI selalu mengacu pada prinsip analisis yang sehat dan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku umum, sedangkan berkaitan dengan perolehan dana dan penempatan dana, LPEI hanya dapat melakukan dalam bentuk tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini berikut peraturan pelaksanaannya. Perwujudan pelaksanaan prinsip mengenal nasabah adalah bahwa LPEI mengetahui identitas yang jelas serta sumber dana dan transaksi nasabah. Di samping wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, LPEI tidak melakukan persaingan dengan bank atau lembaga keuangan lainnya, serta dapat melakukan pembiayaan dengan cara pembiayaan bersama dengan bank dan/atau lembaga keuangan lainnya. Peran strategis LPEI tersebut di atas, memerlukan kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor. LPEI sebagai lembaga khusus (sui generis) secara kelembagaan tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan tentang perbankan, Badan Usaha Milik Negara, lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan, dan usaha perasuransian. Namun, dalam menjalankan kegiatan usahanya, LPEI tunduk kepada ketentuan materiil tentang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang, dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang- Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan. Walaupun LPEI adalah lembaga pembiayaan yang tidak semata-mata mencari keuntungan, LPEI dimungkinkan untuk mendapatkan laba hasil usaha atau surplus dalam menjalankan kegiatan usahanya. Surplus tersebut dialokasikan untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa produksi, tantiem, dan bagian laba Pemerintah.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, LPEI perlu didukung organisasi yang fleksibel dan dapat bergerak cepat untuk pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, sistem susunan dewan satu tingkat (One Board System) dianggap sesuai dengan kebutuhan LPEI. Meskipun demikian, untuk mencegah pemusatan pengaruh dominan pada salah satu anggota Dewan Direktur yang ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif, Ketua Dewan Direktur tidak mempunyai hak suara dalam rapat Dewan Direktur. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan LPEI mampu memberikan fasilitas pembiayaan ekspor dan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai ekspor barang dan jasa Indonesia, menumbuhkan kepercayaan dunia internasional, dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis di Indonesia. Dengan demikian, LPEI diharapkan semakin mampu melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program ekspor nasional. Mengingat besarnya harapan terhadap LPEI, proses transformasi dari Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna memastikan pengalihan aktiva dan pasiva melalui audit penutupan atas laporan PT Bank Ekspor Indonesia disertai dengan pemberian opini yang wajar sehingga dapat menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI. Di sisi lain, pengalihan hak dan kewajiban hukum dari Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ke LPEI harus disertai dengan pemberian opini atas aspek hukum yang terkait dengan peralihan tersebut. Undang-Undang LPEI ini berlaku sejak tanggal diundangkan sehingga LPEI juga terbentuk sejak diberlakukannya undang-undang ini. Namun, beroperasinya LPEI memerlukan masa transisi paling lama 9 (sembilan) bulan sejak undang-undang ini diundangkan. Dengan beroperasinya LPEI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia dinyatakan bubar dan semua pegawai PT Bank Eskpor Indonesia menjadi pegawai LPEI. Di samping itu, karena kegiatan usahanya dalam dunia perdagangan internasional, LPEI dapat menggunakan nama Indonesia Eximbank.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah asas yang meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya.

Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas yang meletakkan hukum dan ketentuan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam Pembiayaan Ekspor Nasional. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menjamin bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional dapat dipertanggungjawabkan. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas profesionalisme” adalah asas yang menjamin bahwa pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional dilakukan berdasarkan keahlian, pengalaman, dan integritas. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang menjamin pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional dilakukan secara efisien untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang mendasari bahwa kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional harus mempertimbangkan keseimbangan kemajuan daerah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 3 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas.

Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 6 Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan modal kerja, antara lain pembiayaan untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pembelian bahan baku dari luar negeri, penggantian dan/atau pemeliharaan komponen dan sarana produksi.

Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan investasi, antara lain pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek, misalnya pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di luar negeri. Fasilitas pembiayaan modal kerja dan/atau investasi juga dapat diberikan kepada pembeli di luar negeri untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia (buyer’s credit).

Pasal 7 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Penjaminan dalam rangka tender, antara lain bid bond dan performance guarantee.

Pasal 8 Huruf a Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor” adalah asuransi yang diberikan kepada bank atau pihak lain yang dirugikan karena kegagalan Ekspor yang dilakukan Eksportir. Huruf b Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan bayar” adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir untuk menutup kerugian karena pihak pembeli barang dan/atau jasa tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai dengan perjanjian. Huruf c Yang dimaksud dengan “Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri” adalah asuransi yang diberikan kepada investor Indonesia untuk menutup kerugian atas investasi yang dilakukannya di luar negeri.

Huruf d Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko politik di suatu negara” adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir untuk menutup kerugian yang timbul karena risiko politik yang terjadi di suatu negara, antara lain nasionalisasi (nationalization), ketaktertukaran mata uang (currency inconvertibility), hambatan transfer devisa (exchange transfer restricted), dan pembatalan kontrak sepihak (contract repudiation).

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban yang memiliki status sama dengan orang perorangan sebagai subjek hukum. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “independen” adalah tidak dapat campur tangannya pihak lain termasuk Pemerintah terhadap LPEI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam Undang-Undang ini. Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan lainnya, antara lain kekurangmampuan memenuhi permintaan fasilitas pembiayaan dari Eksportir, keterbatasan akses kepada perbankan luar negeri, atau keterbatasan sumber pendanaan yang sesuai dengan skema pembiayaan ekspor.

Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah kegiatan yang lazim dilakukan oleh lembaga pembiayaan ekspor (eximbank) di negara lain antara lain pemberian penjaminan balik (counter guarantee) dan penjaminan bersama (joint guarantee), pembiayaan substitusi impor, serta pembiayaan impor bahan baku yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “restrukturisasi Pembiayaan Ekspor Nasional” adalah upaya yang dilakukan oleh LPEI dalam membantu nasabahnya agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: a. penjadwalan kembali (reschedulling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah dan/atau jangka waktunya; b. persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan; dan c. penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas kepada reschedulling atau reconditioning. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 15 Cukup jelas.

Pasal 16 Untuk memudahkan dalam melaksanakan Pembiayaan Ekspor Nasional, LPEI dapat ikut serta sebagai peserta dalam sistem pembayaran nasional. Untuk itu, LPEI tunduk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran nasional” adalah sistem pembayaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran internasional” adalah sistem pembayaran yang lazim dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran antar-bank atau lembaga keuangan antar- negara.

Pasal 17 Cukup jelas.

Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penugasan khusus” adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program Ekspor nasional. Ayat (2) Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain tata cara pengajuan usul program Ekspor nasional dari kementerian dan lembaga, sumber dana, denda, provisi penjaminan, premi asuransi, penggantian kerugian (coverage), dan pembayaran.

Pasal 19 Ayat (1) Modal awal LPEI berasal dari seluruh kekayaan negara yang tertanam dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Penutupan kekurangan modal tersebut, pertama-tama dilakukan dengan menggunakan sumber internal LPEI, yaitu penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), cadangan umum, dan modal lainnya. Dalam hal penutupan kekurangan tersebut mengakibatkan modal awal LPEI menjadi kurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), kekurangan tersebut akan ditutup dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Yang dimaksud dengan “mekanisme yang berlaku” adalah proses pengusulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara oleh Pemerintah melalui persetujuan DPR. Ayat (4) Penambahan modal untuk menutup kekurangan modal LPEI ini diperhitungkan sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.

Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “cadangan umum” adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang digunakan untuk menutup kerugian yang timbul dari pelaksanaan kegiatan usahanya. Yang dimaksud dengan “cadangan tujuan” adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang dapat digunakan, antara lain untuk biaya penggantian dan/atau pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas LPEI. Ayat (2) Persentase kapitalisasi modal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dimaksudkan untuk memperkuat permodalan LPEI. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “surplus” adalah laba dari hasil kegiatan usaha LPEI dalam 1 (satu) tahun buku. Besarnya surplus dihitung dari selisih lebih antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum di Indonesia.

Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “jasa produksi dan tantiem” adalah bagian surplus yang diberikan kepada pegawai dan anggota Dewan Direktur berdasarkan kinerjanya. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Persentase alokasi surplus memperhitungkan pemupukan cadangan dalam rangka memperkuat struktur permodalan LPEI serta antisipasi LPEI dalam menghadapi kerugian yang mungkin timbul dalam kegiatan usaha pada masa yang akan datang. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 22

 Ayat (1) 

Huruf a Surat berharga atau surat utang yang diterbitkan oleh LPEI, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain dalam bentuk obligasi atau surat utang jangka menengah (medium terms note), baik yang diterbitkan secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah. Huruf b Pinjaman dapat diterima dalam bentuk, antara lain pinjaman langsung dan penerusan pinjaman (two step loan). Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Penempatan dana pada bank di dalam dan luar negeri diperlukan untuk mendukung kegiatan operasional transaksi LPEI, misalnya penempatan dana dalam bentuk rekening giro dan rekening nostro serta keikutsertaan dalam Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Ayat (3) Untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya, surat berharga yang dibeli atau penempatan yang dilakukan harus mudah dicairkan. Untuk mengamankan kepentingan di atas, surat berharga yang dibeli atau penempatan yang dilakukan memiliki risiko yang terkendali.

Pasal 25 Ayat (1) Dewan Direktur terdiri atas Direktur Non-Eksekutif dan Direktur Eksekutif. Direktur Non-Eksekutif melakukan tugas tidak secara penuh waktu. Ayat (2) Huruf a Pejabat dari instansi atau lembaga yang akan menjadi anggota Dewan Direktur diusulkan kepada Menteri Keuangan oleh menteri dari instansi atau lembaga yang bersangkutan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.

Pasal 26 Ayat (1) Kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Dewan Direktur, antara lain hal-hal yang berkaitan dengan:

a. pembiayaan ekspor yang merupakan operasionalisasi kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional; b. pembiayaan, penjaminan, asuransi, jasa konsultasi, dan kegiatan lain yang diatur dalam Undang-Undang ini; c. pendanaan dan penempatan dana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; d. pengawasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c; e. tata cara pengusulan, penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Direktur Pelaksana; f. penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan; g. evaluasi pelaksanaan kegiatan usaha; h. pelaporan kegiatan usaha; i. struktur organisasi; j. pengadaan aktiva bergerak, tidak bergerak, dan jasa; dan/atau k. bantuan hukum.

Ayat (2) Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas anggota Dewan Direktur meliputi, antara lain: a. pembagian tugas di antara anggota Dewan Direktur; b. rapat Dewan Direktur, kuorum rapat, dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Direktur; c. tata cara pengambilan keputusan Dewan Direktur; dan d. ketentuan benturan kepentingan. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 27 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas. Huruf g Keahlian dan pengalaman yang dimaksud, antara lain keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perdagangan internasional, dan/atau hukum. Huruf h Cukup jelas.

Pasal 28 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah meninggal dunia, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, atau mengalami cacat fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kriteria kinerja anggota Dewan Direktur ditetapkan dalam kontrak kerja antara anggota Dewan Direktur dan Menteri. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “tindak pidana lainnya” adalah yang tindak pidana yang mengganggu integritas organisasi, misalnya tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana ekonomi seperti penyelundupan. Huruf g Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana paling sedikit menjalankan fungsi kegiatan usaha, manajemen risiko, hukum, keuangan, dan administrasi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 30 Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Piutang macet yang disebabkan adanya kesalahan dalam penyalurannya dapat dihapusbukukan sesuai mekanisme yang berlaku, apabila pihak yang bertanggung jawab atas penyaluran telah dikenakan sanksi. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 33 Cukup jelas.

Pasal 34 Cukup jelas.

Pasal 35 Cukup jelas.

Pasal 36 Cukup jelas.

Pasal 37 Ayat (1) Rencana Jangka Panjang memuat, antara lain: a. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya; b. posisi lembaga saat ini; c. asumsi yang digunakan dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang; dan d. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja Rencana Jangka Panjang. Ayat (2) Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan memuat, antara lain: a. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja/kegiatan; b. anggaran yang diperinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan; c. proyeksi keuangan; dan d. hal-hal lain yang memerlukan keputusan Menteri. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengumuman laporan keuangan LPEI dilakukan dalam rangka pemenuhan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

Pasal 39 Sebagai lembaga yang didirikan oleh Undang-Undang, pembubaran LPEI harus dilakukan dengan Undang-Undang. LPEI juga tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Kepailitan.

Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain kegiatan usaha, kualitas aktiva produktif, batas maksimum pemberian pembiayaan, modal minimum, posisi devisa neto, pelaporan, dan pemeriksaan.

Pasal 41 Bantuan hukum diberikan dalam bentuk, antara lain penyediaan jasa pengacara, pendampingan, dan penyediaan akses dokumen LPEI.

Pasal 42 Cukup jelas.

Pasal 43 Cukup jelas.

Pasal 44 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penunjukan kantor akuntan publik dilakukan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Yang dimaksud dengan “audit atas laporan keuangan penutup” adalah proses penutupan seluruh akun untuk menunjukkan posisi terakhir dari akun-akun tersebut pada tanggal penutupan pembukuan, disertai dengan pemberian opini wajar. Selanjutnya, laporan keuangan yang telah ditutup tersebut menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI. Konsultan hukum memberikan opini atas aspek hukum yang terkait dengan peralihan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI. Pasal 45 Cukup jelas.

Pasal 46 Undang-Undang ini bersifat lex specialis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perbankan, usaha perasuransian, lembaga keuangan non-bank, badan usaha milik negara, perseroan terbatas, dan kepailitan. LPEI dalam menjalankan kegiatan usahanya, tunduk pada ketentuan materiil tentang Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang, dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya.

Pasal 47 Penggunaan nama Indonesia Eximbank dimaksudkan untuk memudahkan LPEI dalam menjalankan kegiatan usahanya serta menyejajarkan diri dengan lembaga sejenis yang ada di luar negeri.

Pasal 48 Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4957