Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 (UU/2000/23)  (2000) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2000

TENTANG

PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi Jawa Barat, khususnya Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimaksud pada masa yang akan datang;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya di wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat serta meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Propinsi Jawa Barat, perlu dibentuk Propinsi Banten;
c. bahwa pembentukan Propinsi Banten akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah;
d. bahwa sesuai dengan butir a, b, dan c serta berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan Propinsi Banten harus ditetapkan dengan undang-undang;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat;
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3518);
4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3811);
5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);


Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
  Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf j Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Propinsi Jawa Barat adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat.
4. Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Tangerang adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat.
5. Kota Tangerang adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang.
6. Kota Cilegon adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon.


BAB II
PEMBENTUKAN, BATAS WILAYAH, DAN IBU KOTA


Pasal 2
  Dengan undang-undang ini dibentuk Propinsi Banten dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pasal 3
  Propinsi Banten berasal dari sebagian wilayah Propinsi Jawa Barat yang terdiri atas:

1. Kabupaten Serang;
2. Kabupaten Pandeglang;
3. Kabupaten Lebak;
4. Kabupaten Tangerang;
5. Kota Tangerang;
6. Kota Cilegon.


Pasal 4
  Dengan dibentuknya Propinsi Banten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Propinsi Jawa Barat dikurangi dengan wilayah Propinsi Banten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.


Pasal 5
  (1) Propinsi Banten mempunyai batas wilayah:
a. sebelah utara dengan Laut Jawa;
b. sebelah timur dengan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Propinsi Jawa Barat;
c. sebelah selatan dengan Samudra Hindia;
d. sebelah barat dengan Selat Sunda.

(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini.
(3) Penentuan batas wilayah Propinsi Banten, yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, secara pasti di lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.


Pasal 6
  (1) Dengan dibentuknya Propinsi Banten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Propinsi Banten wajib menetapkan Tata Ruang Wilayah Propinsi Banten sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Penetapan Tata Ruang Wilayah Propinsi Banten, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu dan tidak terpisahkan dari Sistem Tata Ruang Wilayah Nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.


Pasal 7
  Ibu kota Propinsi Banten berkedudukan di Serang.


BAB III
KEWENANGAN DAERAH


Pasal 8
  (1) Dengan terbentuknya Propinsi Banten, kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Di samping kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Propinsi Banten juga mempunyai kewenangan pemerintahan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten dan kota.
(3) Kewenangan Propinsi Banten sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur Banten selaku wakil pemerintah.


BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH


Pasal 9
  Dengan terbentuknya Propinsi Banten, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 10
  Untuk memimpin jalannya pemerintahan di Propinsi Banten, dipilih dan disahkan seorang gubernur dan wakil gubernur Propinsi Banten, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 11
  Untuk kelengkapan perangkat pemerintahan di Propinsi Banten, dibentuk sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah propinsi, sekretariat propinsi, dinas-dinas propinsi, dan lembaga teknis propinsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


BAB V
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 12
  (1) Dengan terbentuknya Propinsi Banten, pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten, ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten terdiri atas :

a. anggota dewan perwakilan rakyat daerah yang ditetapkan dari partai politik peserta pemilihan umum;
b. anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia yang diangkat.

(3) Jumlah dan tata cara pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten untuk pertama kali ditetapkan berdasarkan hasil Pemilihan Umum 1999, yang dilaksanakan di daerah tersebut.
(5) Dengan terbentuknya Propinsi Banten, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Jawa Barat disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 13
  Pada saat terbentuknya Propinsi Banten, Penjabat Gubernur Banten, untuk pertama kali diangkat oleh Presiden atas usul Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.


Pasal 14
  (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Propinsi Banten, Gubernur Jawa Barat sesuai dengan wewenang dan tugasnya menginventarisasi dan mengatur penyerahan kepada Pemerintah Propinsi Banten sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:
a. pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Propinsi Banten;
b. tanah, bangunan, barang bergerak, dan barang tidak bergerak lainnya yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Propinsi Banten;
c. badan usaha milik daerah Propinsi Jawa Barat yang kedudukan dan sifatnya diperlukan serta kegiatannya berada di Propinsi Banten;
d. utang piutang Propinsi Jawa Barat yang kegunaannya untuk Propinsi Banten;
e. perlengkapan kantor, arsip, dokumen, dan perpustakaan yang karena sifatnya diperlukan oleh Propinsi Banten.

(2) Pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya harus diselesaikan dalam waktu satu tahun terhitung sejak diresmikannya Propinsi Banten.


Pasal 15
  (1) Pembiayaan yang diperlukan akibat pembentukan Propinsi Banten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Banten.

(2) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangun-an, dan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Propinsi Banten, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Banten, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Jawa Barat berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Propinsi Banten, anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah Propinsi Banten.


Pasal 16
  Untuk kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, Pemerintah memberikan bantuan pembiayaan sebagai akibat pembentukan Propinsi Banten selama dua tahun berturut-turut terhitung sejak peresmiannya.


Pasal 17
  Semua peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku bagi Propinsi Jawa Barat tetap berlaku bagi Propinsi Banten sebelum peraturan perundang-undangan dimaksud diubah, diganti, atau dicabut berdasarkan undang-undang ini.


BAB VI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 18
  Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 19
  Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan undang-undang ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 20
  Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,


ttd

DJOHAN EFFENDI


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 182


PENJELASAN

ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2000

TENTANG

PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN


I. UMUM

Eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat, yang terdiri atas Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, dengan luas wilayah 8.651,20 Km2, merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat se-eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang sejak tahun 1953, yang diprakarsai oleh kalangan eksekutif, legislatif, dan partai politik, telah dicetuskan gagasan tentang peningkatan status eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat menjadi Propinsi Banten.

Selanjutnya, sejalan dengan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, gagasan pembentukan eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat menjadi Propinsi Banten telah membulatkan tekad DPRD Kabupaten/Kota se-eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat untuk merespons aspirasi masyarakat tersebut agar dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat. Di sisi lain, sesuai aspirasi masyarakat yang sejalan dengan kebutuhan pembangunan dan pemerintahan di Propinsi Jawa Barat, serta dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah pada tanggal 6 September 2000, maka Propinsi Jawa Barat perlu dimekarkan dengan membentuk Propinsi Banten.

Dalam rangka pengembangan wilayah dan melihat potensi yang dimiliki eks Wilayah Kerja I Pembantu Gubernur Jawa Barat serta guna memenuhi kebutuhan pada masa masa yang akan datang, terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana, serta untuk kesatuan perencanaan, dan pembinaan wilayah, maka Sistem Tata Ruang Wilayah Propinsi Banten harus benar-benar dioptimalkan penataannya serta dikonsolidasikan mengenai jaringan sarana dan prasarana dalam satu sistem kesatuan pengembangan yang terpadu dengan Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Peta sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah peta wilayah Propinsi Banten, yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon dalam bentuk lampiran undang-undang ini.
Ayat (3)
Penentuan batas wilayah secara pasti Propinsi Banten, yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah setelah mempertimbangkan usul Gubernur Banten yang didasarkan atas hasil penelitian, pengukuran, dan pematokan di lapangan.

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam rangka pengembangan Propinsi Banten sesuai dengan potensi daerah, guna perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan pada masa yang akan datang khususnya, dan untuk pengembangan sarana serta prasarana pemerintahan dan pembangunan, perlu adanya kesatuan perencanaan pembangunan.

Pasal 7

Yang dimaksud dengan Serang sebagai ibu kota Propinsi Banten adalah sebagian wilayah yang berada di Kabupaten Serang.

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Pembentukan dinas-dinas propinsi dan lembaga teknis propinsi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan propinsi.

Pasal 12

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Pengisian dan penetapan anggota DPRD Propinsi Banten berdasarkan perolehan jumlah suara tiap-tiap kabupaten/kota pada pemilihan umum tahun 1999.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengisian dan penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten, didasarkan kepada penghitungan hasil pemilihan umum tahun 1999 dari daerah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 13

Penjabat Gubernur Banten melaksanakan tugas sampai dengan disahkannya Gubernur dan Wakil Gubernur Banten hasil pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten.

Pasal 14

Ayat (1)
Dengan terbentuknya Propinsi Banten untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran beserta perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dan telah dipakai dalam pelaksanaan tugas Pembantu Gubernur Jawa Barat Wilayah I Banten.
Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat kepada Propinsi Banten. Demikian pula halnya badan usaha milik daerah Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang kedudukan dan kegiatannya berada di wilayah Propinsi Banten untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, diserahkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat kepada Pemerintah Propinsi Banten.
Selanjutnya, utang piutang Propinsi Jawa Barat yang kegunaannya untuk pengembangan wilayah Banten diserahkan pula kepada Pemerintah Propinsi Banten. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Ayat (2)
Pelantikan Penjabat Gubernur Banten didahului dengan peresmian pembentukan Propinsi Banten oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atas nama Presiden Republik Indonesia.
Setelah satu tahun peresmian Propinsi Banten, gubernur yang bersangkutan wajib melaporkan pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat ini kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut.

Pasal 15

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan biaya untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah dinas, perlengkapan kantor, dan sarana mobilitas serta biaya operasional bagi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4010