Resolusi Majelis Umum PBB 54/109

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Resolusi Majelis Umum PBB 54/109 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, diterjemahkan oleh Pemerintah Indonesia
Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme
KONVENSI INTERNASIONAL
PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME


Mukadimah


Negara-Negara Pihak pada Konvensi ini,

Mengingat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan peningkatan hubungan bertetangga baik dan bersahabat dan kerjasama di antara Negara-negara,

Memperhatikan dengan seksama atas meningkatnya tindakan-tindakan terorisme yang mendunia dalam segala bentuk dan manifestasinya,

Mengingat Deklarasi peringatan 50 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa yang termuat dalam Resolusi Majelis Umum nomor 50/6 tanggal 24 Oktober 1995,

Mengingat juga semua Resolusi-Resolusi Majelis Umum yang berkaitan dengan masalah tersebut, termasuk resolusi nomor 49/60 tanggal 9 Desember 1994 dan annexnya pada Deklarasi tentang Upaya-upaya dalam rangka untuk Menghapus Terorisme Internasional, di mana Negara–negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan kecaman mereka secara sungguh-sungguh pada seluruh tindakan, metode dan praktek-praktek terorisme sebagai kejahatan dan tidak dapat dibenarkan, dimanapun dan oleh siapapun dilakukan, termasuk yang merusak hubungan bersahabat di antara Negara-negara dan rakyat dan mengancam integritas teritorial dan keamanan Negara-negara,

Mencatat bahwa Deklarasi tentang Upaya-upaya untuk Menghapus Terorisme Internasional juga mendorong Negara-negara untuk meninjau dengan segera ruang lingkup ketentuan-ketentuan hukum internasional yang ada mengenai pencegahan, penindasan dan penghapusan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dengan tujuan menjamin terdapatnya suatu kerangka hukum yang komprehensif yang mencakup segala aspek permasalahannya,

Mengingat ayat 3 (f) Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996, di mana Majelis Umum meminta kepada semua Negara untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan menangkal, melalui tindakan-tindakan dalam negeri yang dibenarkan, pendanaan teroris dan organisasi teroris, baik pendanaan tersebut secara langsung maupun tidak langsung melalui organisasi-organisasi yang mempunyai atau menyatakan diri bertujuan untuk kegiatan-kegiatan amal, sosial, dan kebudayaan atau organisasi-organisasi yang juga terlibat dalam tindakan-tindakan melawan hukum seperti jaringan perdagangan senjata gelap, transaksi narkoba dan penggelapan uang, termasuk pengeksploitasian orang-orang dengan tujuan pendanaan kegiatan-kegiatan teroris, dan khususnya mempertimbangkan, bila dianggap perlu, menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mencegah dan menangkal pergerakan-pergerakan dana yang dicurigai akan dipergunakan untuk tujuan-tujuan teroris tanpa menghalangi kebebasan pergerakan-pergerakan modal yang sah menurut hukum dan untuk mengintensifkan pertukaran informasi mengenai pergerakan-pergerakan internasional dana-dana tersebut,

Mengingat juga Resolusi Majelis Umum Nomor 52/165 tanggal 15 Desember 1997, di mana Majelis Umum meminta kepada Negara-negara untuk mempertimbangkan, secara cermat, penerapan dari tindakan-tindakan seperti yang telah ditetapkan dalam ayat 3 (a) hingga (f) Resolusi Majelis Umum 51/210 tanggal 17 Desember 1996 tersebut,

Mengingat lebih jauh Resolusi Majelis Umum Nomor 53/108 tanggal 8 Desember 1998, di mana Majelis Umum memutuskan bahwa Komite Ad Hoc yang dibentuk berdasarkan resolusi Majelis Umum nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996 harus membuat rancangan konvensi internasional tentang pemberantasan pendanaan terorisme, untuk melengkapi instrumen-instrumen internasional terkait yang ada,

Menimbang bahwa pendanaan teroris merupakan masalah yang serius bagi masyarakat internasional secara keseluruhan,

Memperhatikan bahwa jumlah dan keseriusan tindakan-tindakan terorisme internasional tergantung pada pendanaan yang diperoleh para teroris,

Memperhatikan juga bahwa instrumen-instrumen hukum multilateral yang ada tidak mengatur secara tegas tentang pendanaan tersebut,

Meyakini akan kepentingan yang mendesak untuk meningkatkan kerjasama internasional antar Negara-negara dalam perencanaan dan pengambilan tindakan-tindakan yang efektif untuk mencegah pendanaan terorisme, sebagaimana terhadap pemberantasannya melalui proses penuntutan dan penghukuman terhadap para pelakunya,

Telah menyetujui sebagai berikut:

Pasal 1

Untuk tujuan Konvensi ini:

1. "Dana" berarti berbagai macam aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang didapatkan, dan dokumen-dokumen atau instrumen-instrumen hukum dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk elektronik atau digital, yang menjadi barang bukti, atau bunga, aset-aset semacam itu, termasuk, tapi tidak terbatas pada, kredit bank, travel cek, bank cek, pos wesel, saham, sekuriti, obligasi, draft dan surat pengakuan hutang.
2. "Fasilitas negara atau fasilitas pemerintah" berarti fasilitas atau kendaraan baik permanen atau sementara yang digunakan atau ditempati oleh perwakilan-perwakilan Negara, anggota-anggota Pemerintahan, para anggota legislatif dan yudikatif atau oleh pejabat-pejabat atau pegawai-pegawai suatu Negara atau setiap pejabat atau badan publiklainnya atau oleh pegawai-pegawai atau pejabat-pejabat suatu organisasi internasional dalam hubungannya dengan tugas-tugas resmi mereka.
3. "Hasil kekayaan" berarti setiap dana yang berasal dari atau didapatkan, langsung atau tidak langsung, melalui perbuatan-perbuatan kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2.


Pasal 2
1. Setiap orang melakukan kejahatan berdasarkan Konvensi ini jika orang tersebut dengan segala cara, langsung atau tidak langsung, tidak sah menurut hukum dan secara sengaja, menyediakan atau mengumpulkan dana dengan maksud bahwa dana tersebut akan digunakan atau dalam sepengetahuan bahwa dana tersebut akan digunakan, sebagian atau seluruhnya, untuk melakukan:
a) Suatu tindakan berkenaan dengan kejahatan dalam ruang lingkup dan sebagaimana yang dinyatakan dalam salah satu perjanjian-perjanjian internasional yang terdapat dalam annex; atau
b) Setiap tindakan lain yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau luka fisik yang serius terhadap orang sipil atau kepada orang lain yang tidak mengambil bagian dalam permusuhan dalam situasi konflik bersenjata, bilamana tujuan dari tindakan tersebut, menurut sifat atau konteksnya adalah untuk mengintimidasi penduduk, atau untukmemaksa pemerintah atau organisasi internasional untukmelakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.
2. a) Pada saat penyimpanan instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi, Negara Pihak yang tidak menjadi Pihak dalam perjanjian internasional yang terdapat dalam annex dapat menyatakan, dalam hal pengaplikasian Konvensi ini oleh Negara tersebut, bahwa perjanjian internasional tersebut harus dianggap tidak termasuk dalam annex yang merujuk pada ayat 1, sub-ayat (a). Pernyataan tersebut tidak mempunyai kekuatan lagi setelah perjanjian tersebut berlaku terhadap Negara Pihak tersebut, yang harus memberitahukan kepada badan penyimpan atas fakta ini;
b) Apabila sebuah Negara Pihak mengundurkan diri sebagai Pihak dalam perjanjian internasional yang terdapat dalam annex, Negara tersebut dapat membuat pernyataan sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini, berkenaan dengan perjanjian internasional tersebut.
3. Untuk suatu tindakan menjadi kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1, tidaklah perlu bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk melakukan sebuah kejahatan mengacu pada ayat 1, sub-ayat (a) atau (b).
4. Setiap orang juga melakukan kejahatan jika orang tersebut mencoba melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 pasal ini.

5. Setiap orang juga melakukan kejahatan jika orang tersebut:

a. Turut berpartisipasi sebagai kaki tangan dalam sebuah kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 4 pasal ini;
b. Mengorganisir atau menggerakkan orang lain untuk melakukan kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 4 pasal ini;
c. Memberikan kontribusi terhadap terjadinya satu atau lebih kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 4 pasal ini yang dilakukan sekelompok orang yang bertindak dengan tujuan yang sama. Kontribusi semacam itu haruslah merupakan kesengajaan dan juga harus:
i. Dilakukan dengan tujuan untuk memperluas kegiatan kejahatan atau tujuan kejahatan kelompok itu, di mana kegiatan atau tujuan tersebut mengakibatkan terjadinya kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 pasal ini; atau
ii. Dilakukan dengan sepengetahuan adanya maksud dari kelompok itu untuk melakukan kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 pasal ini.


Pasal 3

Konvensi ini tidak berlaku apabila kejahatan tersebut dilakukan di dalam suatu Negara, pelakunya adalah warga negara Negara tersebut dan berada dalam wilayah Negara tersebut dan tidak ada Negara lain yang mempunyai alasan berdasarkan Pasal 7 ayat 1 atau 2 untuk memberlakukan yurisdiksinya, kecuali bahwa ketentuan-ketentuan pada Pasal 12 hingga Pasal 18, apabila tepat, akan berlaku dalam kasus-kasus tersebut.

Pasal 4

Setiap Negara Pihak wajib menetapkan tindakan-tindakan yang dianggap perlu:

a. Untuk menetapkan sebagai kejahatan-kejahatan kriminal berdasarkan hukum nasionalnya atas kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam Pasal 2;
b. Untuk menjadikan kejahatan-kejahatan tersebut dapat dihukum dengan hukuman-hukuman yang pantas dengan memperhatikan sifat beratnya kejahatan tersebut.


Pasal 5
1. Setiap Negara Pihak, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum nasionalnya, wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memungkinkan suatu badan hukum yang berada dalam wilayahnya atau diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara tersebut untuk dimintakan pertanggungjawaban apabila seseorang yang bertanggungjawab atas pengaturan atau pengawasan badan hukum tersebut, dalam kapasitasnya, melakukan suatu kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2. Pertanggungjawaban semacam itu dapat berupa pidana, perdata atau administratif.
2. Pertanggungjawaban tersebut dikenakan tanpa merugikan pertanggungjawaban pidana individu-individu yang telah melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.
3. Setiap Negara Pihak wajib menjamin, khususnya, badan-badan hukum tersebut yang bertanggungjawab sesuai dengan ayat 1 di atas dikenai sanksi-sanksi pidana, perdata atau administratif yang efektif, proporsional, dan beralasan. Sanksi-sanksi tersebut dapat termasuk sanksi-sanksi keuangan.


Pasal 6

Setiap Negara Pihak wajib menetapkan tindakan-tindakan yang mungkin perlu, termasuk, apabila sesuai, peraturan perundang-undangan nasional, untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan kejahatan dalam ruang lingkup Konvensi ini tidak termasuk hal-hal yang dapat dibenarkan dengan pertimbangan politis, filosofis, ideologis, ras, etnis, agama atau hal-hal lain yang sifatnya sama.

Pasal 7
1. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang mungkin perlu untuk memberlakukan yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, apabila:
a. Kejahatan tersebut dilakukan di dalam wilayah Negara yang bersangkutan;
b. Kejahatan tersebut dilakukan di atas pesawat terbang berbendera Negara yang bersangkutan atau pesawat terbang terdaftar berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara yang bersangkutan pada saat kejahatan tersebut dilakukan;
c. Perbuatan tersebut dilakukan oleh warga negara dari Negara yang bersangkutan.
2. Suatu Negara Pihak dapat juga memberlakukan yurisdiksinya terhadap setiap tindakan tersebut apabila:
a. Kejahatan tersebut ditujukan kepada atau yang berakibat pada pelaksanaan kejahatan yang mengacu pada Pasal 2, ayat 1, sub-ayat (a) atau (b), di dalam wilayah atau terhadap warga negara dari Negara yang bersangkutan;
b. Kejahatan tersebut ditujukan kepada atau yang berakibat pada pelaksanaan kejahatan yang mengacu kepada Pasal 2 ayat 1, sub-ayat (a) atau (b), terhadap fasilitas Negara atau fasilitas pemerintah Negara tersebut di luar negeri, termasuk perwakilan diplomatik atau konsuler Negara yang bersangkutan;
c. Kejahatan tersebut ditujukan terhadap atau berakibat pada kejahatan yang mengacu pada Pasal 2, ayat 1, sub-ayat (a) atau (b), dilakukan sebagai upaya untuk memaksa Negara yang bersangkutan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan;
d. Kejahatan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak berkewarganegaraan yang biasa bertempat tinggal di dalam wilayah Negara yang bersangkutan;
e. Kejahatan tersebut dilakukan di atas pesawat yang dioperasikan oleh Pemerintah Negara yang bersangkutan.
3. Pada saat pengesahan, penerimaan, persetujuan, atau aksesi Konvensi ini, setiap Negara Pihak wajib memberitahukan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai yurisdiksi yang telah diberlakukan Negara tersebut sesuai dengan ayat 2. Jika kemudian ada perubahan, Negara Pihak yang bersangkutan wajib dengan segera memberitahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
4. Setiap Negara Pihak juga wajib mengambil tindakan-tindakan bilamana perlu untuk memberlakukan yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dalam hal apabila tersangka pelaku berada di dalam wilayahnya dan Negara tersebut tidak mengekstradisi orang tersebut kepada Negara Pihak lainnya yang telah memberlakukan yurisdiksinya sesuai dengan ayat 1 atau 2.
5. Apabila lebih dari satu Negara Pihak mengklaim yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, Negara-negara Pihak terkait akan mengkoordinasikan tindakan-tindakan mereka dengan cara yang sesuai, khususnyamengenai persyaratan untuk penuntutan dan modalitas bantuan hukum timbal balik.
6. Tanpa merugikan kaidah-kaidah umum hukum internasional, Konvensi ini tidak mengesampingkan penerapan setiap yurisdiksi kejahatan yang diberlakukan oleh suatu Negara Pihak sesuai dengan hukum nasionalnya.


Pasal 8
1. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang perlu, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum nasionalnya, untuk melakukan pengidentifikasian, pendeteksian dan pembekuan atau penyitaan terhadap setiap dana yang digunakan atau dialokasikan untuk tujuan melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 termasuk hasil kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut, untuk maksud-maksud penyalahgunaan yang mungkin terjadi.
2. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang perlu, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum nasionalnya, atas penyalahgunaan dana-dana yang digunakan atau dialokasikan dengan maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan hasil kekayaan yang diperoleh dari kejahatan-kejahatan tersebut.
3. Setiap Negara Pihak terkait dapat memberikan pertimbangan untuk membuat perjanjian-perjanjian mengenai pembagian dengan Negara Pihak lain, atas dana-dana yang diperoleh dari penyalahgunaan, merujuk pada pasal ini, atas dasar yang teratur atau kasus per kasus.
4. Setiap Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk menetapkan mekanisme-mekanisme di mana dana-dana yang diperoleh dari penyalahgunaan mengacu pada pasal ini, digunakan untuk mengganti kerugian dari para korban kejahatan yang mengacu pada Pasal 2, ayat 1, sub-ayat (a) atau (b) atau keluarga-keluarga mereka.
5. Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini wajib ditetapkan tanpa merugikan hak-hak Negara ketiga yang beritikad baik.


Pasal 9
1. Setelah menerima informasi bahwa seseorang yang telah melakukan atau yang diduga telah melakukan suatu kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 yang mungkin berada di dalam wilayahnya, Negara Pihak yang bersangkutan wajib mengambil tindakan-tindakan yang mungkin perlu berdasarkan hukum nasionalnya untuk menyelidiki fakta-fakta yang terdapat dalam informasi tersebut.
2. Setelah bukti-bukti penahan telah cukup, Negara Pihak di mana pelaku kejahatan atau tersangka berada di dalam wilayahnya wajib mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan hukum nasionalnya untuk menjaga keberadaan orang tersebut untuk tujuan penuntutan atau ekstradisi.
3. Setiap orang yang dikenakan dengan tindakan-tindakan yang merujuk pada ayat 2 berhak untuk:
a. Melakukan komunikasi tanpa penundaan dengan perwakilan Negaranya yang terdekat yang orang tersebut adalah warga negaranya atau dengan cara lain berkewajiban untuk melindungi hak-hak orang tersebut atau, jika orang tersebut tidak berkewarganegaraan, Negara di wilayah di mana orang tersebut biasa bertempat tinggal;
b. Dikunjungi oleh perwakilan Negara yang bersangkutan;
c. Diberitahukan hak-hak orang tersebut berdasarkan sub-ayat (a) dan (b).
4. Hak-hak yang mengacu pada ayat 3 wajib diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Negara di wilayah di mana pelaku kejahatan atau tersangka pelaku kejahatan berada, tunduk pada ketentuan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat mendukung secara penuh tujuan-tujuan sebagaimana dimaksudkan dari pemberian hak-hak dalam ayat 3.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 3 dan 4 haruslah tanpa merugikan hak setiap Negara Pihak yang memiliki klaim yurisdiksinya sesuai dengan Pasal 7, ayat 1, sub-ayat (b), atau ayat 2, sub-ayat (b), untuk mengundang Komite Palang Merah Internasional untuk berkomunikasi dengan dan mengunjungi tersangka pelaku kejahatan.
6. Apabila suatu Negara Pihak sesuai dengan pasal ini, telah menahan seseorang, Negara tersebut wajib, segera memberitahukan, secara langsung atau melalui Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepada Negara-negara Pihak yang telah memberlakukan yurisdiksi sesuai dengan Pasal 7, ayat 1 atau 2, dan, jika dipandang perlu, kepada setiap Negara-negara Pihak lain yang berkepentingan, tentang fakta bahwa orang tersebut berada dalam penahanan dan keadaan-keadaan lain yang menjamin penahanan orang tersebut. Negara yang melakukan penyelidikan seperti yang dimaksudkan pada ayat 1 harus dengan segera menginformasikan Negara-negara Pihak dimaksud mengenai hasil penemuan-penemuan dan harus mengindikasikan bahwa Negara tersebut hendak memberlakukan yurisdiksinya.


Pasal 10
1. Negara Pihak di wilayah di mana tersangka pelaku berada, dalam kasus-kasus di mana Pasal 7 berlaku, jika Negara itu tidak mengekstradisi orang tersebut, diwajibkan, tanpa pengecualian apapun dan apakah kejahatan tersebut dilakukan baik di dalam maupun di luar wilayahnya, untuk mengajukan kasus tersebut tanpa penundaan kepada pihak-pihak yang berwenang dengan tujuan penuntutan, melalui proses pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Negara tersebut.
Pihak-pihak yang berwenang tersebut wajib mengambil keputusan mereka dengan cara yang sama sebagaimana setiap kasus kejahatan berat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara tersebut.
2. Bilamana suatu Negara Pihak diizinkan berdasarkan hukum nasionalnya untuk mengekstradisi atau menyerahkan salah seorang warga negaranya hanya dengan syarat bahwa orang tersebut akan dikembalikan kepada Negara tersebut untuk menjalani hukuman yang dijatuhkan sebagai hasil dari persidangan atau proses pengadilan di mana orang itu dimintai untuk di ekstradisi atau diserahkan, dan Negara ini dan Negara yang meminta ekstradisi orang tersebut setuju dengan pilihan ini dan pengaturan lain yang dapat dianggap tepat, maka ekstradisi atau penyerahan bersyarat tersebut cukup untuk membebaskan kewajiban seperti yang ditetapkan dalam ayat 1.


Pasal 11
1. Kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dianggap termasuk sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang ada di antara setiap Negara-negara Pihak sebelum berlakunya konvensi ini. Negara-negara Pihak mengupayakan untuk memasukkan kejahatan-kejahatan tersebut sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang kemudian disepakati di antara Negara-negara tersebut.
2. Apabila suatu Negara Pihak yang melakukan ekstradisi dengan syarat adanya suatu perjanjian menerima permintaan ekstradisi dari Negara Pihak lainnya di mana Negara itu tidak memiliki perjanjian ekstradisi, Negara Pihak yang dimintakan ekstradisi tersebut, atas pilihannya sendiri, dapat mempertimbangkan Konvensi ini sebagai dasar hukum untuk ekstradisi berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2. Ekstradisi akan tunduk pada persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Negara yang dimintakan ekstradisi.
3. Negara-negara Pihak yang tidak melakukan ekstradisi dengan syarat adanya suatu perjanjian akan mengakui kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi di antara Negara-negara tersebut, tunduk pada persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Negara yang dimintakan ekstradisi.
4. Jika diperlukan, kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 akan diberlakukan, bagi tujuan ekstradisi antara Negara-negara Pihak, seolah-olah kejahatan tersebut dilakukan tidak hanya di lokasi di mana kejahatan itu terjadi tetapi juga dalam wilayah Negara yang telah memberlakukan yurisdiksi sesuai dengan Pasal 7, ayat 1 dan 2.
5. Ketentuan-ketentuan dari semua perjanjian ekstradisi dan ketetapan-ketetapan antara Negara-negara Pihak berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 akan dipertimbangkan untuk disesuaikan di antara Negara-negara Pihak apabila ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan Konvensi ini.


Pasal 12
1. Negara-Negara Pihak wajib mengupayakan satu sama lain bantuan sebesar-besarnya dalam hubungannya dengan penyelidikan-penyelidikan pidana atau proses pengadilan pidana atau ekstradisi berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, termasuk bantuan dalam memperoleh bukti yang dimiliki mereka yang diperlukan untuk proses pengadilannya.
2. Negara-negara Pihak tidak dapat menolak permintaan bantuan hukum timbal balik dengan dasar kerahasiaan bank.
3. Negara yang mengajukan permintaan tidak dapat menyampaikan maupun menggunakan informasi atau bukti yang diberikan oleh Negara Pihak yang diminta untuk keperluan penyelidikan, penuntutan atau proses pengadilan selain dari yang dinyatakan dalam permintaan, tanpa izin terlebih dahulu dari Negara Pihak yang diminta.
4. Setiap Negara Pihak dapat mempertimbangkan untuk menetapkan mekanismemekanisme untuk berbagi dengan Negara-negara Pihak lain mengenai informasi atau bukti yang dibutuhkan untuk menerapkan pertanggungjawaban pidana, perdata atau administratif menurut Pasal 5. Negara-Negara Pihak akan melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan ayat 1 dan 2 sesuai dengan perjanjian-perjanjian atau pengaturan-pengaturan lain dalam hal bantuan hukum timbal balik atau pertukaran informasi yang mungkin ada di antara mereka. Dalam hal tidak terdapat perjanjian-perjanjianataupengaturan-pengaturantersebut, Negara-negaraPihakakan mengupayakan satu sama lain bantuan sesuai dengan hukum nasionalnya.


Pasal 13

Tidak ada dari kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 akan dinyatakan, untuk tujuan-tujuan ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik, sebagai kejahatan fiskal. Dengan demikian, Negara-negara Pihak tidak dapat menolak permintaan ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik dengan dasar semata-mata bahwa hal itu menyangkut kejahatan fiskal.

Pasal 14

Tidak ada dari kejahatan-kejahatan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 2 akan dinyatakan untuk maksud-maksud ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik sebagai suatu kejahatan politik atau sebagai kejahatan yang diilhami motif-motif politik. Dengan demikian, suatu permintaan ekstradisi atau untuk bantuan hukum timbal balik yang didasarkan pada kejahatan tersebut tidak dapat ditolak atas dasar semata-mata bahwa hal tersebut menyangkut suatu kejahatan politik atau kejahatan yang berhubungan dengan suatu kejahatan politik atau suatu kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik.

Pasal 15

Tidak ada dalam konvensi ini yang diinterpretasikan sebagai penetapan kewajiban untuk mengekstradisi atau untuk mengupayakan bantuan hukum timbal balik, jika Negara Pihak yang diminta memiliki alasan-alasan mendasar untuk meyakini bahwa permohonan ekstradisi atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 atau bantuan hukum timbal balik yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan untuk maksud menuntut atau menghukum seseorang berdasarkan ras, agama, kebangsaan, suku, pandangan politik orang tersebut atau bahwa pemenuhan permintaan tersebut akan merugikan kedudukan orang tersebut atas setiap dari alasan-alasan di atas.

Pasal 16
1. Seseorang yang sedang dalam tahanan atau sedang menjalani hukuman dalam wilayah salah satu Negara Pihak yang keberadaannya di Negara Pihak lain dimintakan untuk maksud-maksud identifikasi, kesaksian atau dengan kata lain menyediakan bantuan dalam memperoleh bukti untuk penyelidikan atau penuntutan terhadap kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dapat dipindahkan jika syarat-syarat berikut ini dipenuhi:
a. Orang tersebut tanpa tekanan memberikan persetujuannya;
b. Pejabat-pejabat yang berwenang pada kedua Negara setuju, tunduk pada persyaratan-persyaratan yang dirasakan tepat oleh Negara-negara tersebut.

2. Untuk maksud-maksud dari pasal ini:

a. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan akan memiliki kewenangan dan kewajiban untuk menahan orang yang dipindahkan tersebutdalam tahanan, kecuali diminta atau diberikan kewenangan oleh Negara dari mana orang tersebut dipindahkan;
b. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan wajib tanpa penundaan melaksanakan kewajibannya untuk mengembalikan orang tersebut ke dalam tahanan dari Negara di mana orang tersebut telah dipindahkan sebagaimana yang telah disetujui sebelumnya, atau sebagaimana dengan cara lain yang disetujui, oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara;
c. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan tidak dapat mensyaratkan Negara darimana orang tersebut telah dipindahkan untuk melakukan proses pengadilan ekstradisi bagi pengembalian orang tersebut;
d. Orang yang dipindahkan akan menerima pengurangan hukuman penjara yang dijalani di Negara darimana dia telah dipindahkan atas masa tahan yang telah dijalani di wilayah di Negara tujuan di mana dia telah dipindahkan.
3. Kecuali Negara Pihak darimana seseorang yang akan dipindahkan sesuai dengan pasal ini juga menyetujui, orang tersebut, apapun kewarganegaraannya, tidak dapat dituntut atau ditahan atau dikenai pembatasan lainnya atas kebebasan pribadinya di dalam wilayah Negara ke mana orang tersebut dipindahkan berkenaan dengan tindakan-tindakan atau hukuman-hukuman di muka hingga keberangkatan orang tersebut dari wilayah Negara orang tersebut telah dipindahkan.


Pasal 17

Setiap orang yang ditahan atau yang berhubungan dengan tindakan-tindakan lain yang dikenakan atau proses pengadilan yang dilaksanakan sesuai dengan Konvensi ini akan dijaminkan perlakuan yang adil, termasuk menikmati semua hak dan jaminan disesuaikan dengan undang-undang Negara di wilayah di mana orang tersebut berada dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku, termasuk hukum hak asasi manusia internasional.

Pasal 18
1. Negara-negara Pihak wajib bekerjasama dalam upaya pencegahan terhadap kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dengan mengambil semua tindakan-tindakan yang dapat diterapkan, antara lain, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan nasional mereka, jika perlu, untuk mencegah dan menangkal persiapan-persiapan dalam wilayah mereka masing-masing atas perbuatan kejahatan-kejahatan tersebut di dalam atau di luar wilayah mereka, termasuk:
a) Tindakan-tindakan untuk melarang dalam wilayah mereka kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum terhadap orang-orang atau organisasi-organisasi yang secara sadar mendorong, menghasut, mengorganisir atau terlibat kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2;
b) Tindakan-tindakan yang memerlukan lembaga-lembaga keuangan dan profesi-profesi lainnya yang terlibat dalam transaksi-transaksi keuangan untuk menerapkan tindakan-tindakan yang paling efisien yang tersedia untuk pengidentifikasian terhadap nasabah tetap atau tidak tetap mereka, juga nasabah-nasabah yang rekening tabungannya dibuka, dan untuk memberikan perhatian khusus terhadap transaksi-transaksi yang tidak biasa atau yang mencurigakan dan melaporkan transaksi-transaksi yang dicurigai berasal dari tindakan kriminal. Untuk tujuan ini, negara-negara Pihak wajib mempertimbangkan:
(i) Menetapkan peraturan-peraturan yang melarang pembukaan rekening– rekeningyang pemilik atau ahli warisnya tidak diketahui atau yang tidak dapat diketahui, dan tindakan-tindakan untuk menjamin bahwa institusi-institusi tersebut menguji identitas dari pemilik yang sebenarnya dari transaksi-transaksitersebut;
(ii) Berkenaan dengan proses identifikasi badan-badan hukum, yang memerlukan lembaga-lembaga keuangan, apabila perlu, untuk mengambil langkah-langkah untuk menguji kebenaran keberadaan hukum dan struktur nasabah dengan cara, baik dari registrasi publik maupun dari nasabah atau keduanya, bukti pembentukan suatu perusahaan, termasuk keterangan mengenai nama nasabah, status hukum, alamat, direktur-direktur dan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan untuk mengikat badan hukum tersebut;
(iii) Menetapkan peraturan-peraturan yang diberlakukan kepada lembaga-lembaga keuangan kewajiban untuk melaporkan dengan segera kepada pejabat yang berwenang semua transaksi-transaksi bernilai besar yang kompleks, dan tidak lazim dan pola-pola transaksi-transaksi yang tidak biasa yang tidakmempunyai tujuan ekonomi yang jelas atau tujuan yang secara jelas diperbolehkan menurut hukum, tanpa rasa takut dikenai tanggungjawab pidana atau perdata karena melanggar batasan-batasan mengenai pengungkapan informasi jika mereka melaporkan kecurigaan tersebut dengan tujuan baik;
(iv) Meminta lembaga-lembaga keuangan untuk menyimpan, paling tidak selama lima tahun, semua catatan-catatan penting atas transaksi-transaksi baik dalam negeri maupun internasional.
2. Negara-negara Pihak wajib bekerjasama lebih lanjut dalam mencegah kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dengan mempertimbangkan:
a) Tindakan-tindakan pengawasan, termasuk, sebagai contoh, perizinan, terhadap seluruh agen-agen pengiriman uang;
b) Tindakan-tindakan yang dapat dijalankan untuk mendeteksi atau mengawasi pengiriman uang secara fisik yang melintasi perbatasan dan pembawa instrumen-instrumen pembayaran yang dapat diuangkan, tunduk pada tindakan-tindakan perlindungan yang ketat untuk menjamin penggunaan informasi yang tepat dan tanpa menghambat dengan cara apapun kebebasan pergerakan-pergerakan modal.
3. Negara-negara Pihak wajib bekerjasama lebih lanjut dalam mencegah kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dengan mempertukarkan informasi yang akurat dan informasi yang telah teruji kebenarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasionalnya dan mengkoordinasikan tindakan-tindakan administratif dan tindakan-tindakan lainnya yang diambil, jika perlu, untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, khususnya dengan:
a. Membentuk dan memelihara saluran-saluran komunikasi antara badan-badan dan dinas-dinas yang berwenang mereka untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang aman dan cepat mengenai semua aspek-aspek dari kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2;
b. Bekerjasama dengan satu sama lain dalam melaksanakan penyelidikan, mengenai kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, yang menyangkut:
(i) Identitas, keberadaan dan aktifitas-aktifitas dari orang-orang yang dengan adanya kecurigaan-kecurigaan yang beralasan bahwa mereka terlibat dalam kejahatan-kejahatan tersebut;
(ii) Pergerakan dari dana-dana tersebut yang berhubungan dengan terjadinya kejahatan-kejahatan tersebut.
4. Negara Pihak dapat bertukar informasi melalui Interpol. Pasal 19 Negara Pihak di mana tersangka pelaku kejahatan dituntut, sesuai dengan hukum nasionalnya atau prosedur-prosedur yang berlaku, untuk menyampaikan keputusan akhir dari proses pengadilan tersebut kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan menyampaikan informasi tersebut kepada Negara Pihak lain.


Pasal 20

Negara-negara Pihak wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan yang sejajar dan integritas wilayah Negara-negara dan prinsip tidak melakukan intervensi terhadap masalah dalam negeri Negara-negara lain.

Pasal 21

Tidak ada sesuatu hal dalam Konvensi ini yang akan mempengaruhi hak-hak, kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab-tanggungjawab lain dari Negara-negara dan individu-individu berdasarkan hukum internasional, khususnya tujuan-tujuan dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, hukum humaniter internasional dan konvensi terkait lainnya.

Pasal 22

Tidak ada dalam Konvensi ini yang memberikan hak kepada suatu Negara Pihak untuk mengambil tindakan dalam wilayah Negara Pihak lainnya untuk menerapkan yurisdiksi atau melaksanakan fungsi-fungsi yang secara khusus dimiliki oleh pejabat berwenang Negara Pihak lain berdasarkan hukum nasionalnya.

Pasal 23
1. Annex Konvensi ini dapat diamandemen dengan penambahan perjanjian-perjanjian terkait, yang:
a. Terbuka bagi partisipasi seluruh negara;
b. Telah mulai berlaku;
c. Telah disahkan, diterima, disetujui atau diaksesi oleh sedikitnya dua puluh dua Negara Pihak Konvensi ini.
2. Setelah berlakunya Konvensi ini, setiap Negara Pihak dapat mengajukan suatu amandemen. Setiap usulan amandemen wajib disampaikan kepada Badan Penyimpan dalam bentuk tertulis. Badan Penyimpan wajib memberitahukan usulan-usulan yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan dalam ayat 1 kepada semua Negara-negara Pihak dan meminta pendapat-pendapat mereka mengenai apakah amandemen yang diusulkan dapat ditetapkan.
3. Perubahan yang diusulkan dianggap telah ditetapkan kecuali sepertiga Negara-negara Pihak berkeberatan melalui pemberitahuan tertulis tidak lebih dari 180 hari setelah nota usulan tersebut diedarkan.
4. Perubahan terhadap annex yang telah ditetapkan akan berlaku 30 hari setelah penyimpanan dari dua puluh dua instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan atas perubahan tersebut bagi semua Negara Pihak yang telah menyimpan instrumennya. Bagi setiap Negara Pihak yang mensahkan, menerima atau menyetujui perubahan tersebut setelah penyimpanan instrumen ke dua puluh dua, perubahan akan mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah penyimpanan instrumen pengesahan, penerimaan, atau persetujuan oleh Negara Pihak tersebut.


Pasal 24
1. Setiap sengketa antara dua atau lebih Negara-negara Pihak mengenai interpretasi atau aplikasi Konvensi ini yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan dalam waktu yang sepantasnya, atas permintaan dari salah satu Negara Pihak, wajib diajukan ke arbitrase. Jika, dalam waktu enam bulan sejak tanggal permintaan pengajuan ke arbitrase, para pihak tidak dapat bersepakat mengenai struktur arbitrase, salah satu dari negara-negara tersebut dapat mengajukan sengketa kepada Mahkamah Internasional, melalui aplikasi, sesuai dengan Statuta Mahkamah Internasional.
2. Setiap Negara pada saat penandatanganan, pengesahan, penerimaan atau persetujuan Konvensi ini atau aksesi dapat menyatakan bahwa Negara tersebut tidak terikat pada ayat 1. Negara Pihak lain tidak akan terikat oleh ayat 1 terhadap Negara Pihak lain yang telah membuat reservasi dimaksud.
3. Setiap Negara yang telah membuat reservasi sesuai dengan ayat 2 dapat setiap saat menarik kembali reservasi tersebut dengan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Pasal 25
1. Konvensi ini terbuka bagi penandatanganan oleh semua Negara sejak tanggal 10 Januari 2000 hingga 31 Desember 2001 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.

2. Konvensi ini berlaku dengan adanya pengesahan, penerimaan atau persetujuan.

Instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Konvensi ini terbuka untuk aksesi oleh setiap Negara. Instrumen aksesi disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Pasal 26
1. Konvensi ini berlaku pada hari ke tiga puluh sejak tanggal penyimpanan keduapuluhdua instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Bagi setiap Negara yang mensahkan, menerima, menyetujui atau mengaksesi Konvensi ini setelah penyimpanan ke dua puluh dua dari instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi, Konvensi ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah penyimpanan instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi oleh Negara tersebut.


Pasal 27
1. Setiap Negara Pihak dapat menarik diri dari Konvensi ini dengan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Penarikan diri akan berlaku efektif satu tahun sejak tanggal pemberitahuan tersebut diterima oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Pasal 28

Teks salinan_? Konvensi ini, yang dalam Bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol adalah sama-sama otentik, akan disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan mengirimkan salinan resminya kepada seluruh Negara. SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, yang telah dikuasakan untuk itu oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Konvensi ini, terbuka untuk penandatanganan pada Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada tanggal 10 Januari 2000.

  Karya ini sebuah terjemahan dan memiliki status hak cipta terpisah dengan perlindungan hak cipta pada konten asli.
Asli:

Karya ini adalah cuplikan dari dokumen resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kebijakan organisasi ini adalah menyimpan sebagian besar dokumen dalam domain publik untuk menyebarkan "seluas mungkin pemikiran (yang terkandung) dalam Publikasi PBB".

Sesuai dengan ketentuan PBB Administrative Instruction ST/AI/189/Add.9/Rev.2 yang hanya tersedia dalam bahasa Inggris, dokumen berikut ini berada pada domain publik di seluruh dunia:

  1. Catatan resmi (hasil konferensi, ringkasan catatan dan notulensi sidang, ...)
  2. Dokumen PBB yang diterbitkan dengan simbol PBB
  3. Bahan informasi publik yang dirancang terutama untuk menginformasikan kepada publik mengenai kegiatan PBB (tidak termasuk bahan informasi publik yang ditawarkan untuk dijual).
Terjemahan:

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena dipublikasikan dan/atau didistribusikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan Pasal 43 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:

  1. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
  2. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;
  3. ...
  4. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.