Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi (versi Koalisi Perlindungan Saksi)

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi
versi Koalisi Perlindungan Saksi

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi

(Versi Koalisi Perlindungan Saksi)


RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …… TAHUN …….

TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa seorang saksi adalah pihak yang harus dilindungi sepenuhnya sebagai manusia yang harus dijamin keselamatan jiwa dan raganya; b. bahwa jaminan atas perlindungan seorang saksi merupakan bagian dari tercapainya peradilan yang adil dan tidak memihak; c. bahwa keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang memperlancar proses peradilan, namun selama ini para penegak hukum dan masyarakat kurang memberikan perhatian kepada saksi; d. bahwa ketentuan hukum acara dan pembuktian atau peraturan perundangundangan lainnya belum memberikan perlindungan hukum bagi saksi untuk dapat menyampaikan apa yang ia dengar, lihat dan alami sendiri; e. bahwa tidak adanya perhatian dan perlindungan hukum terhadap saksi menyebabkan banyak saksi yang mengalami intimidasi dan tekanan yang menyebabkan saksi tidak berani memberikan keterangan atau memberikan keterangan dengan benar; f. bahwa selama ini dengan tidak adanya keberanian saksi untuk mengungkapkan kebenaran menjadikan penegak hukum dalam mencari kejelasan tentang tindak pidana sering mengalami kesulitan sehingga banyak tindak pidana yang tidak dapat terungkap; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, b, c, d, e, f dan g perlu dibentuk Undang-undang Perlindungan saksi. Mengingat :

1. Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879). 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Tahun Nomor__, Tambahan Lembaran Negara Nomor__); 5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3327); 6. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 140, Tambahan Lembaran Negara No. 3851) serta Undang-undang No. 20 Tahun 2001 (pasal 31) Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999; 7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165; Tambahan lembaran Negara Nomor 3886); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 4026); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3668); 10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 45). (lihat keputusan Mahkamah Konstitusi). Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan :

1. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian perkara pidana. 2. Yang dimaksud pihak lain yang terkait dengan saksi adalah : a. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam garis lurus keatas dan kebawah sampai derajat ketiga atau Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam garis menyamping sampai derajat ketiga,

b. Orang atau pihak yang mempunyai hubungan perkawinan atau yang sudah tidak mempunyai hubungan perkawinan lagi (dalam status bercerai); c. Orang-orang yang menjadi tanggungan dari saksi, bisa dalam garis lurus ke atas dan atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, atau bisa juga garis menyamping sampai derajat ketiga; d. Orang-orang yang berada dalam pengampuan atau perwalian saksi; atau e. Orang lain yang mempunyai hubungan emosional yang dekat dengan saksi. 3. Perlakuan khusus adalah perlakuan yang berbeda terhadap saksi karena kondisi dan keadaan saksi. 4. Perspektif jender adalah pandangan yang dapat memberikan hak-hak yang sama terhadap pihak perempuan dan anak dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan dalam rangka perlindungan pada saat mereka menjadi saksi. 5. Ancaman fisik adalah ancaman yang berorientasi pada pencederaan tubuh yang ditujukan untuk mempengaruhi kondisi saksi untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan maksud dilakukannya ancaman tersebut. 6. Ancaman yang membahayakan jiwa adalah suatu perbuatan yang menimbulkan suatu akibat hukum yang merugikan keamanan dari saksi. Ancamannya ini bisa dalam berbagai bentuk, yang berkaitan dengan kehidupannya. 7. Perahasiaan identitas adalah tindakan untuk tidak mempublikasikan nama-nama, alamat dan identitas saksi yang lainnya terhadap pihak-pihak tertentu termasuk terdakwa selama saksi menjalani proses pemberian kesaksian 8. Identitas baru adalah perubahan jati diri seseorang, terutama mengenai nama, tempat dan tanggal lahir agar ia terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik maupun psikologia sehubungan dengan kesediannya untuk memberikan keterangan dalam selama proses peradilan pidana. 9. Relokasi adalah pemindahan seseorang ke tempat yang baru agar ia terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik maupun psikologis sehubungan dengan kesediaannya untuk memberikan keterangan dalam proses peradilan dan paska persidangan. 10. Pendamping adalah seseorang yang atas persetujuan saksi ikut mendampingi saksi didalam memberikan keterangan selama proses penyelesaian perkara pidana. 11. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan baik langsung maupun tidak langsung yang mempunyai implikasi memaksa seorang saksi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pemberian keterangan saksi atau informasi yang benar dalam proses pemeriksaan perkara dan tindakan-tidakan yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan kesaksiannya secara langsung di pengadilan. 12. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi atau Lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 13. Lembaga Perlindungan Saksi adalah lembaga yang bertugas dan memiliki wewenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini. 14. Perwakilan lembaga perlindungan saksi adalah lembaga perwakilan daerah yang dibentuk untuk memudahkan perlindungan terhadap saksi di daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keputusan lembaga pelindungan Saksi. 15. Program perlindungan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh lembaga perlindungan saksi untuk melindungi saksi dengan tindakan atau langkat-langkah tertentu berdasarkan undang-undang ini.

BAB II

KEWENANGAN, ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk memberikan perlindungan pada saksi dalam semua tahap proses peradilan pidana dan pasca peradilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan militer.

Pasal 3

Perlindungan Saksi berasaskan pada :

a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. Rasa aman; c. Keadilan; d. Kepastian hukum; e. Kerahasiaan; f. Non diskriminatif; g. Perlakuan khusus kepada pihak-pihak yang rentan; dan h. Perspektif jender. Pasal 4

Perlindungan saksi bertujuan memberikan rasa aman dan keadilan kepada saksi dalam memberikan keterangan pada saat proses penyelesaian perkara pidana.

BAB III

HAK- HAK SAKSI

Bagian Kesatu

Hak-hak Saksi Secara Umum

Pasal 5

(1) Seorang Saksi berhak memperoleh : a. Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan yang akan, sedang atau telah diberikannya atas suatu perkara pidana. b. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum; c. Hak untuk memperoleh pendampingan; d. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara dan putusan pengadilan; e. Hak untuk mengetahui dalam hal terpidana melarikan diri atau dibebaskan; f. Hak untuk mendapatkan penerjemah atau penafsir; g. Hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat; h. Hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; i. Hak untuk tidak didiskriminasi berdasarkan agama, suku, gender, paham politik dan orientasi seksual dan ekonomi; dan j. Hak untuk mendapatkan ruangan tunggu khusus di pengadilan. (2) Keterangan yang benar dari seorang saksi yang diberikan selama proses peradilan tidak dapat dijadikan dasar penuntutan dimuka pengadilan.

(3) Hak-hak saksi sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) adalah hak-hak melekat pada saksi dalam keadaan apapun dan sebagai jaminan atas perlindungan secara hukum terhadap saksi. Bagian Kedua

Hak-hak Saksi Dalam Ancaman

Pasal 6

(1) Seorang saksi dalam ancaman yang membahayakan keselamatan jiwanya berhak atas : a. Hak atas perahasiaan indentitas; b. Hak untuk mendapatkan identitas baru; c. Hak untuk relokasi. (2) Hak sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberikan pula kepada orang lain yang terkait dengan saksi berdasarkan keputusan lembaga perlindungan saksi. (3) Ketentuan dalam ayat (2) tidak dapat diberlakukan kepada pihak lain yang terkait dengan saksi yang justru menjadi pelakunya. Pasal 7

(1) Seorang saksi yang berada dalam ancaman atau tekanan yang sangat berat atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan, dapat memberikan keterangan tanpa hadir langsung di tempat dimana perkara tersebut diperiksa. (2) Saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat memberikan keterangan di bawah sumpah secara tertulis atau dengan sarana elektronik di hadapan pejabat yang berwenang. (3) Pejabat yang berwenang membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Keterangan saksi yang diberikan secara tertulis atau dengan sarana elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disamakan nilainya dengan keterangan saksi yang diucapkan didalam persidangan. (5) Seorang Saksi yang berada dalam ancaman yang sangat berat atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan, atas persetujuan hakim dapat diperiksa dalam sidang tertutup, atau diperiksa secara sepihak dimana ditempat tertentu, dan atau dapat diperiksa dengan proses pemeriksaan sidang ditempat dimana saksi berada. Bagian Keempat

Hak-hak Saksi Khusus Untuk Anak-anak, Manusia Lanjut Usia, dan Orang Cacat.

Pasal 8

(1) Saksi anak-anak, manusia lanjut usia, orang cacat dan saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan berhak memperoleh perlindungan khusus selama proses pemberian keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana. (2) Perlindungan khusus seperti yang disebut dalam ayat (1) adalah hak-hak untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan bagi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka. Pasal 9

(1) Seorang anak yang menjadi saksi berhak untuk diperiksa tanpa hadirnya terdakwa.

(2) Seorang anak yang menjadi saksi dapat diperiksa dalam ruangan khusus dengan hakim tunggal dan bersifat tertutup. (3) Proses pemeriksaan terhadap anak yang memberikan kesaksian mempertimbangkan peraturan lain yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Pasal 10

Orang-orang yang sudah lanjut usia dalam hal pemberian keterangan berhak :

a. Didampingi seorang pendamping setiap kali mereka atau orang yang lanjut usia memberikan kesaksian dan pendamping tersebut dapat ikut mendampingi dalam setiap proses pemeriksaan kesaksian ; b. Mendapatkan alat bantu atau fasilitas lain yang dibutuhkan dalam memberikaaan kesaksianya, seaman dan senyaman mungkin. Pasal 11

Proses pemberian kesaksian oleh orang-orang cacat diatur dengan hal-hal berikut:

a. Setiap saksi yang termasuk kedalam golongan orang cacat berhak didampingi seorang pendamping; b. Saksi yang tidak dapat berjalan diberikan fasilitas kursi roda pada saat saksi berada didalam setiap proses pemeriksaan. c. Saksi yang tuna rungu wajib disediakan seorang penafsir untuk menjelaskan maksud dari saksi, dan juga pertanyaan dari hakim atau jaksa, dan penasihat hukum pada waktu di persidangan. d. Saksi dalam kondisi cacat lainnya diberikan fisilitas sesuai dengan kebutuhannya. Bagian Kelima

Hak-hak Saksi Korban

Pasal 12

(1) Saksi korban adalah korban tindak pidana yang menjadi saksi dalam tindak pidana tersebut. (2) Saksi korban berhak untuk didengar pendapatnya dalam proses penuntutan, penjatuhan pidana dan pelepasan bersyarat dalam kasus yang melibatkan dirinya. (3) Saksi Korban yang mengalami penderitaan secara fisik dan atau psikologi yang berat, juga berhak mendapatkan bantuan bantuan yang sifatnya segera berupa : a. bantuan medis; b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Pasal 13

(1) Saksi Korban baik secara sendiri-sendiri, melalui kuasa hukumnya atau melalui lembaga perlindungan saksi, berhak mengajukan ke pengadilan, berupa : a. Hak atas kompensasi dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelangaran HAM yang berat; b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian. c. Hak atas rehabilitasi. (2) Keputusan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diberikan dengan putusan pengadilan.

(3) Ketentuan mengenai pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14

(1) Saksi perempuan korban kekerasan pada saat memberikan keterangan berhak : a. mendapatkan pemulihan fisik ataupun psikolgis terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan tentang tindak pidana yang dialaminya. b. mendapatkan ruangan khusus selama proses pemberian keterangan di tingkat penyelidikan, penyidikan maupun pada saat akan memberikan kesaksian di depan pengadilan. c. mendapatkan pendampingan baik pendamping hukum, medis maupun psikologis. (2) Saksi perempuan korban dalam tindak pidana dengan kekerasan seksual wajib dirahasiakan identitasnya. Bagian Keenam

Hak Saksi yang Merupakan Terdakwa Lainnya

Pasal 15

(1) Seorang saksi yang termasuk sebagai terdakwa dalam perkara yang sama dan kesaksiannya membantu membuktikan kesalahan terdakwa lainnya berhak dikurangi pidananya, apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. (2) Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan terhadap suatu perkara yang berdampak luas, kejahatan yang dilakukan secara terorganisir dan pelanggaran hak asasi manusia berat. (3) Jika saksi sebagaimana dalam ayat (1) harus menjalani pidana, maka tempat pelaksanaan pidana harus dipisahkan dari pelaku tindak pidana dimana saksi tersebut bersaksi. BAB IV

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 16

(1) Pemerintah dalam menjamin terlaksananya pemenuhan hak-hak terhadap saksi mempunyai kewajiban : a. memastikan agar hak-hak saksi dan korban dipenuhi terutama berkait dengan hak-hak saksi selama memberikan keterangan; b. menyediakan anggaran pendanaan atas pemenuhan hak-hak saksi; c. menyiapkan sumbar daya manusia untuk mendukung perlindungan saksi; d. menyiapkan fasilitas yang diperlukan untuk perlindungan saksi. (2) Pemerintah berkewajiban mendirikan lembaga perlindungan saksi yang memiliki kewenangan khusus dalam memberi perlindungan saksi pada kasus tententu. (3) Pemerintah berkewajiban menjamin hak masyarakat untuk berperan serta dalam memberikan perlindungan kepada saksi. (4) Aparat penegak hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin dan melindungi ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap saksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

BAB V

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

Bagian Kesatu

Status dan Kedudukan

Pasal 17

(1) Lembaga perlindungan saksi merupakan lembaga negara yang mandiri. (2) Lembaga Perlindungan saksi bersifat sementara dan menjalankan tugas dan wewenangnya dalan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak lembaga ini berdiri. (3) Lembaga perlindungan saksi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di ibukota propinsi atau di daerah lain jika dianggap perlu oleh lembaga perlindungan saksi. Pasal 18

(1) Lembaga perlindungan saksi bertanggungjawab kepada Presiden. (2) Lembaga perlindungan saksi membuat laporan pertanggungjawaban secara terbuka dan berkala kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. Bagian Kedua

Asas-asas

Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya lembaga perlindungan saksi berasaskan pada :

a. Kepastian hukum; b. Akuntabilitas; c. Keterbukaan; dan d. Kerahasiaan dalam pemberian perlindungan demi kepentingan saksi Bagian Ketiga

Tugas dan Kewenangan 

Pasal 20

Lembaga Perlindungan saksi mempunyai tugas :

a. Mempersiapkan unit khusus perlindungan saksi dibawah Kepolisian Republik Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun. b. Menerima permohonan untuk perlindungan terhadap saksi dan atau orang lain yang terkait dengan saksi; c. Memberikan perlindungan kepada saksi dan atau orang lain yang terkait dengan saksi berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;

d. Melaksanakan tugas-tugas administratif menyangkut perlindungan saksi dan orang yang terkait dengan saksi; e. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dan atau lembaga lain dalam rangka memberikan perlindungan saksi; f. Melakukan pengumpulan data atau informasi terhadap suatu perkara dalam rangka perlindungan saksi; g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan saksi yang dilakukan oleh instansi yang berwenang dan atau lembaga lain; h. Mensosialisasikan perlunya Perlindungan saksi kepada masyarakat; i. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden dan DPR. Pasal 21

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Lembaga Perlindungan saksi memiliki kewenangan :

a. Menetapkan langkah-langkah dan tata cara tentang pembentukan unit khusus perlindungan saksi dibawah Kepolisian Republik Indonesia. b. Menetapkan langkah-langkah dan tata cara bagaimana ketentuan undang-undang ini harus dijalankan oleh kantor perwakilannya; c. Membuat perjanjian tentang perlindungan dan bantuan yang akan dilakukan terhadap saksi oleh orang-orang atau institusi atau organisasi lainnya dalam hal : 1. Lembaga perlindungan saksi diberikan kewenangan untuk menggunakan fasilitas atau kelengkapan milik atau dibawah penguasaan departemen (pemerintah), orang atau organisasi atau institusi lain; atau 2. Menyangkut berbagai hal yang akan membuat ketentuan-ketentuan dalam undangundang ini dapat berjalan d. Memerintahkan instansi yang terkait untuk memberikan perlindungan saksi; e. Menunjuk tempat-tempat yang akan difungsikan sebagai tempat-tempat aman/rumah aman (safe house); f. Mendapatkan akses atas informasi dan dokumen dalam setiap tahap penyelesaian perkara dalam rangka perlindungan saksi; g. Meminta informasi kepada instansi yang terkait mengenai perkembangan perkara yang sedang ditangani oleh lembaga perlindungan saksi. Bagian Keempat


Keanggotaan, Prosedur Pemilihan Anggota dan Pemberhentian Anggota Lembaga Perlindungan Saksi


Pasal 22


Keanggotaan Lembaga Perlindungan saksi terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur masyarakat sebanyak 4 (empat) orang dan unsur pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 23

Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Anggota Lembaga Perlindungan saksi adalah sebagai berikut:


a. warga negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. mempunyai wawasan di bidang hak asasi manusia; e. berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada proses pemilihan; f. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik; g. tidak pernah menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana dalam perkara pidana. h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik; i. bersedia melepaskan jabatan struktural selama menjadi anggota Lembaga Perlindungan saksi; dan j. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 24

(1) Anggota Lembaga Perlindungan saksi dari unsur pemerintah terdiri atas Kepolisian, Kejaksaan, dan Depertemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. (2) Anggota Lembaga Perlindungan saksi dari unsur pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ditunjuk oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Pasal 25

(1) Anggota Lembaga perlindungan saksi dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Tata cara pemilihan anggota lembaga perlindungan saksi diatur secara tersendiri oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (3) Proses pencalonan dan pemilihan anggota lembaga perlindungan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Pasal 26

Masa Jabatan Anggota Lembaga Perlindungan saksi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan

Pasal 27

(1) Anggota Lembaga Perlindungan saksi berhenti atau diberhentikan karena : a. meninggal dunia; b. berakhir masa jabatannya; c. berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; d. mengundurkan diri: atau e. dikenai sanksi pidana. (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh presiden Pasal 28

Dalam hal terjadi kekosongan anggota Lembaga Perlindungan saksi, Prosedur pengajuan dan pemilihan calon anggota pengganti dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dan 26.


Bagian Kelima Pimpinan Lembaga


Pasal 29


(1) Pimpinan Lembaga Perlindungan saksi terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua. (2) Ketua dan wakil ketua lembaga perlindungan saksi dipilih dari dan oleh anggota lembaga perlindungan saksi. Bagian Keenam

Staff Lembaga

Pasal 30

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Lembaga Perlindungan Saksi dibantu oleh staf Lembaga Perlindungan Saksi. (2) Staf Lembaga Perlindungan Saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai staf dalam Lembaga Perlindungan Saksi. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan staf Lembaga Perlindungan saksi diatur lebih lanjut dengan keputusan Lembaga Perlindungan saksi. . Bagian Ketujuh Mekanisme Pengambilan Keputusan


Pasal 31


(1) Keputusan Lembaga Perlindungan saksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dicapai, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak. Bagian Kedelapan Hubungan Lembaga dengan Instansi Pemerintah dan Masyarakat


Pasal 32


(1) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan yang diberikan kepada lembaga perlindungan saksi berdasarkan undang-undang ini, Lembaga Perlindungan Saksi harus dibantu oleh lembaga negara atau instansi pemerintah yaitu: a. Kejaksaan Agung RI; b. Polisi Republik Indonesia; c. Departemen Kehakiman dan HAM; d. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; e. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perempuan; f. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; g. Departemen Keuangan;

h. Departemen Dalam Negeri; i. Pemerintahan Daerah; dan atau j. Departemen pemerintahnya lainnya dengan izin dari Presiden. (2) Dalam menjalankan tugas, kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepada lembaga perlindungan saksi berdasarkan undang-undang ini, Lembaga Perlindungan Saksi dapat dibantu oleh orang-orang dan atau institusi atau organisasi publik atau lainnya yang dapat membantu pelayanan atau perlindungan terhadap saksi. (3) Tata cara mengenai hubungan Lembaga Perlindungan saksi dengan instansi terkait atau pihak lainnya diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian Kesembilan

Pembiayaan Lembaga

Pasal 33

Anggaran pembiayaan Lembaga Perlindungan saksi diperoleh dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). b. Bantuan dari masyarakat yang tidak mengikat baik dalam negeri maupun luar negeri. BAB VI

TATA CARA PEMBERIAN PROGRAM PERLINDUNGAN

Bagian Kesatu

Permohonan Perlindungan

Pasal 34

(1) Saksi yang mempunyai cukup alasan atau yakin bahwa keselamatannya atau keselamatan orang lain yang terkait dengannya sedang atau kemungkinan terancam oleh seseorang atau suatu kelompok yang dikenalnya maupun tidak karena keberadaannya sebagai saksi dapat melakukan permohonan atau pengaduan itu kepada : a. Petugas penyelidik dan penyidik dalam perkara yang bersangkutan; b. Orang yang bertugas di kantor Polisi Republik Indonesia; c. Orang yang bertugas di tempat ia ditahan atau dipenjara jika ia berada dalam tahanan atau penjara; d. Penuntut umum atau pihak yang berkepentingan lainnya; atau e. Lembaga Perlindungan Saksi. (2) Saksi memohonkan menurut cara yang sudah ditentukan agar dia atau orang terkait ditempatkan di bawah perlindungan lembaga perlindungan saksi. Pasal 35

(1) Dalam hal karena berbagai alasan saksi tidak dapat melakukan pengaduan atau permohonan sebagaimana ditunjuk oleh pada Pasal 34 ayat (1), maka orang yang berkepentingan yang cukup yakin bahwa keselamatan saksi atau orang terkait memang sedang atau mungkin akan terancam boleh melakukan pengaduan atau permohonan atas nama saksi tersebut. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diajukan oleh : a. pejabat yang berwenang;

b. keluarga saksi yang bersangkutan; atau c. pendamping saksi. Pasal 36

(1) Dalam hal saksi dan atau pihak lain yang terkait dengan saksi yang belum dewasa, permohonan dapat diajukan oleh : a. orang tua; b. wali; atau c. pendamping saksi. (2) Permohonan perlindungan bagi seseorang dibawah umur dapat dibuat oleh atau atas nama orang dibawah umur tersebut tanpa persetujuan orang tua atau walinya lainnya dalam hal : a. menyangkut perkara dimana saksi dibawah umur melawan orang tua atau walinya atau dimana orang tua atau walinya berkedudukan sebagai tersangka; b. saksi tidak memiliki orang tua atau wali; c. orang tua atau walinya tidak dikenal atau ditemukan berbagai kendala untuk menemukan orang tua atau walinya; d. orang tua atau walinya tanpa alasan yang jelas tidak bersedia atau tidak mampu memberikan persetujuan; atau e. jika lembaga perlindungan saksi menganggap bahwa hal itu perlu dilakukan demi perlindungan anak. Pasal 37

(1) Saksi dan atau orang lain yang terkait dengan saksi seperti dalam pasal 35 berhak mengajukan permohonan perlindungan baik secara lisan maupun tertulis kepada Lembaga Perlindungan saksi. (2) Untuk pengajuan permohonan yang diajukan secara lisan maka pejabat yang berwenang akan membuat permohonan tersebut dalam bentuk tertulis. (3) Bentuk permohonan atau format permohonan akan ditentukan oleh lembaga perlindungan saksi. Pasal 38

(1) Pihak yang kepadanya suatu pengaduan atau permohonan disampaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) harus membuat laporan tertulis dan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja harus menginformasikan dan menyampaikan permohonan itu kepada lembaga perlindungan saksi. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 harus dalam bentuk tertulis dan meliputi a. Konfirmasi tertulis dari pihak yang berkepentingan bahwa orang yang dimaksud adalah seorang saksi; b. Rekomendasi yang menguatkan bahwa orang itu layak mendapat perlindungan; dan c. Hal lain yang dipandang oleh pejabat perlindungan saksi harus diperhitungkan. Pasal 39

Pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam pasal 37 tidak menutup kemungkinan diberikannya perlindungan atas inisiatif Lembaga Perlindungan saksi tanpa melalui prosedur permohonan.


Bagian Kedua

Penilaian Kelayakan dan Keputusan

Pasal 40

(1) Lembaga perlindungan saksi harus melakukan pemeriksaan terhadap permohonan atau pengaduan atau pelaporan dan mempertimbangkan kelayakan suatu permohonan perlindungan yang disampaikan kepadanya. (2) Atas suatu permohonan dan atau pelaporan tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi harus memperhatikan dan mempertimbangkan: a. besarnya resiko atas keselamatan saksi dan orang terkait; b. bahaya yang mungkin menimpa komunitas/masyarakat jika saksi atau pihak yang terkait dengan saksi tidak ditempatkan dalam perlindungan; c. sifat dari persidangan dimana saksi telah atau sedang atau mungkin akan diminta memberi kesaksian, jika kasusnya memungkinkan; d. arti penting, relevansi dan sifat dari bukti yang telah atau akan diungkapan oleh saksi dalam persidangan tersebut; e. apakah saksi atau orang terkait akan mampu menyesuaikan diri dengan perlindungan, dengan mempertimbangkan ciri-ciri pribadi, lingkungan dan relasi-relasi keluarga dan lainnya yang dimiliki saksi atau orang terkait; f. biaya yang kiranya dibutuhkan untuk perlindungan saksi atau orang terkait lainnya; g. kemungkinan cara lain melindungi saksi atau orang terkait tanpa merujuk pada ketentuan-ketentuan undang-undang ini; dan h. faktor-faktor lain yang dianggap penting oleh Lembaga Perlindungan Saksi. (3) Setelah menerima permohonan seperti itu Lembaga Perlindungan Saksi dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja atau sebelum berakhirnya masa perlindungan sementara, jika orang itu berada dalam perlindungan sementara diberikan harus segera mengeluarkan surat keputusan secara tertulis mengenai penolakan atau pemberian perlindungan. (4) Lembaga perlindungan saksi yang memutuskan penempatan seseorang dalam perlindungan boleh membuat rekomendasi menyangkut sifat perlindungan, jangka waktu perlindungan dan faktor-faktor khusus lain yang harus diperhatikan dalam penempatan orang itu dalam perlindungan. (5) Lembaga perlindungan saksi, yang merekomendasikan untuk menolak permohonan untuk perlindungan, harus memberitahu alasan-alasan yang mendasari rekomendasi seperti itu. Bagian Ketiga

Pemberian Bantuan Yang bersifat Segera

Pasal 41

(1) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) dapat diberikan segera setelah perkara terjadi. (2) Bantuan yang sifatnya segera ini dapat diajukan melalui permohonan lesan maupun tertulis kepada lembaga perlindungan saksi. (3) Dalam hal permohonan yang berbentuk lisan maka lembaga Perlindungan Saksi membuat permohonan tersebut dalam bentuk tertulis.

Bagian Keempat

Perjanjian Perlindungan

Pasal 42

(1) Dalam hal Lembaga Perlindungan saksi berpendapat bahwa keadaan Saksi memerlukan perlindungan terhadap dirinya atau orang lain yang terkait dengan saksi, Saksi yang bersangkutan diminta untuk menandatangani perjanjian perlindungan. (2) Surat perjanjian ditandatangani Saksi dan atau orang lain yang terkait dengan saksi dengan Lembaga Perlindungan saksi yang berisikan: a. kesediaan saksi dan orang lain yang terkait dengan saksi untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya; b. kesediaan saksi dan orang lain yang terkait dengan saksi untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan Lembaga Perlindungan saksi, selama ia berada dalam perlindungan lembaga ini; c. kesediaan saksi untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah lembaga perlindungan saksi; dan d. kewajiban lembaga perlindungan saksi untuk memberikan perlindungan sepenuhnya pada saksi, termasuk orang lain yang terkait dengan saksi. Bagian Kelima

Perlindungan Sementara

Pasal 43

(1) Jika menyadari bahwa permohonan atau laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 belum dapat diselesaikan sementara ancaman sangat membahayakan dan atau Lembaga Perlindungan Saksi belum memutuskan memberikan perlindungan dan atau belum rampungnya proses permohonan perlindungan untuk saksi atau orang terkait, maka ketua lembaga perlindungan saksi dapat menempatkan saksi dalam perlindungan sementara atau mendesak dengan syarat : a. Perlindungan sementara ini diberikan tidak lebih dari 14 hari. b. Jika saksi menyetujui (2) Anak-anak tidak boleh ditempatkan dalam perlindungan sementara dan mendesak tanpa persetujuan orangtua atau walinya, kecuali jika Lembaga Perlindungan Saksi berpendapat bahwa terdapat keadaan-keadaan khusus yang boleh mengabaikan persetujuan seperti itu. Pasal 44

(1) Sesuai ketentuan Pasal 43 Ketua Lembaga Perlindungan Saksi harus membuat perjanjianperjanjian perlindungan sementara dengan orang tersebut. (2) Setelah membuat perjanjian perlindungan sementara, lembaga perlindungan saksi harus memutuskan apakah mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program perlindungan; (3) Dalam hal lembaga perlindungan saksi memutuskan untuk mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program perlindungan, maka lembaga perlindungan saksi harus membuat perjanjian perlindungan dengan orang tersebut sesuai ketentuan pasal 42 untuk menggantikan perjanjian perlindungan sementara yang pernah dibuat. (4) Dalam hal lembaga perlindungan saksi memutuskan tidak mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program, pimpinan harus mengakhiri perlindungan yang diberikan berdasarkan

perjanjian perlindungan sementara dengan menyampaikan pemberitahuan kepada orang tersebut.

Pasal 45

(1) Perjanjian perlindungan, termasuk perjanjian perlindungan sementara, boleh dirubah lewat suatu perjanjian perubahan antara Lembaga Perlindungan Saksi dengan saksi yang dilindungi yang sudah terikat dalam perjanjian. (2) Perjanjian perubahan tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang sudah ada dalam perjanjian perlindungan; (3) Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal yang tertera dalam perjanjian perubahan atau, jika tanggal seperti itu tidak dinyatakan, pada hari setelah perjanjian perubahan itu dibuat Pasal 46

(1) Selain melalui perjanjian, lembaga perlindungan saksi dapat mengubah perjanjian perlindungan, termasuk perjanjian perlindungan sementara, dengan saksi yang dilindungi yang sudah terikat dalam perjanjian. (2) Sebelum membuat perubahan atas perjanjian itu, Ketua lembaga perlindungan saksi harus menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi tersebut tentang perubahan yang diusulkan beserta alasannya; (3) Perubahan perjanjian perlindungan tersebut harus memberi kesempatan yang cukup bagi saksi yang dilindungi untuk menanggapi perubahan yang diusulkan. (4) Jika setelah mempertimbangkan setiap tanggapan dan Ketua lembaga perlindungan saksi tetap akan mengubah perjanjian, maka Ketua lembaga perlindungan saksi dapat melakukannya dengan menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi. (5) Perubahan ini tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang sudah ada dalam perjanjian perlindungan. (6) Perubahan ini mulai berlaku pada hari setelah saksi yang dilindungi mendapat pemberitahuan. Pasal 47

Apabila Lembaga Perlindungan Saksi menyakini bahwa saksi yang dilindungi tidak selayaknya dilindungi karena saksi tersebut telah melakukan atau bermaksud untuk melakukan sesuatu yang membuatnya tidak pantas untuk dilindungi, Ketua lembaga perlindungan saksi dapat menangguhkan perjanjian perlindungan selama batas waktu yang disebutkan dengan menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi.

Bagian Keenam

Pengunduran Diri Secara Sukarela

Pasal 48

(1) Saksi yang dilindungi dapat mengundurkan diri dari program dengan menyampaikan pemberitahuan lisan maupun tertulis kepada pimpinan. (2) Dalam hal pemberitahuan itu dibuat secara lisan, lembaga perlindungan saksi harus mengambil langkah-langkah agar pemberitahuan itu dinyatakan secara tertulis;

(3) Dalam hal saksi yang dilindungi tidak bersedia atau tidak dapat menguatkan pemberitahuan itu secara tertulis, Lembaga Perlindungan Saksi harus yakin bahwa pemberitahuan lisan itu benar-benar diberikan oleh saksi yang dilindungi; (4) Dalam hal Lembaga Perlindungan Saksi cukup yakin bahwa orang tersebut benar-benar menyampaikan pemberitahuan pengunduran diri dari program perlindungan, maka lembaga perlindungan saksi boleh mengakhiri perlindungan; a. jika lewat pemberitahuan tertulis maka pada hari yang dinyatakan dalam pemberitahuan itu b. jika hari seperti itu tidak dicantumkan, pada hari setelah lembaga perlindungan saksi menerima pemberitahuan itu; atau c. jika pemberitahuan disampaikan secara lisan maka pada hari setelah lembaga perlindungan saksi cukup yakin bahwa pemberitahuan lisan benar-benar telah diberikan. Bagian Ketujuh

Penghentian perlindungan

Pasal 49

Lembaga perlindungan saksi boleh menghentikan perlindungan bagi seorang saksi yang dilindungi berdasarkan alasan:

a. saksi atau orang lain yang dilindungi meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan; b. saksi atau orang lain yang dilindungi melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; c. saksi atau orang lain yang yang dilindungi telah melanggar suatu syarat yang bisa mengakhiri perlindungan tanpa alasan yang masuk akal dan pelanggaran itu bersifat mendasar; d. saksi atau orang lain yang dilindungi telah menghentikan atau menolak bantuan yang diberikan kepadanya; e. saksi atau orang lain yang dilindungi tidak selayaknya lagi diikutsertakan dalam program perlindungan termasuk; f. Lembaga perlindungan saksi berpendapat bahwa saksi atau orang lain yang dilindungi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan; g. saksi atau orang lain yang dilindungi meninggal dunia; h. ada cara lain yang cukup memuaskan untuk melindungi orang tersebut sudah ada; dan atau i. saksi atau orang lain lain yang dilindungi tersebut dengan sadar telah menyebabkan kerusakan serius di tempat aman dimana ia dilindungi atau terhadap suatu barang di tempat itu. Pasal 50

(1) Sebelum mengakhiri perlindungan, lembaga perlindungan saksi harus mengambil langkahlangkah yang wajar dan perlu untuk memberitahukan penghentian perlindungan kepada orang yang dilindungi dan memberi kesempatan yang pantas bagi orang itu untuk menyampaikan pendapat mengapa perlindungan berakhir. (2) Penghentian perlindungan keamanan seorang saksi harus dilakukan secara tertulis. (3) Pembertahuan tertulis tersebut harus berisikan a. alasan mengakhiri perlindungan; b. kapan perlindungan akan berakhir;

(4) Dalam hal saksi keberatan atas dihentikannya perlindungan oleh Lembaga perlindungan saksi, ia berhak untuk mengajukan keberatannya ke pengadilan yang akan memutuskan perkara tersebut (5) Setelah mempertimbangkan setiap pendapat, lembaga perlindungan saksi dapat mengakhiri perlindungan sejak tanggal yang dinyatakan menurut ketentuan dalam perjanjian di atas atau memutuskan untuk tidak mengakhiri perlindungan. (6) Jika Lembaga Perlindungan Saksi mengakhiri perlindungan dan orang yang bersangkutan menerima penghentian perlindungan, segera sebelum perlindungan berakhir, maka orang bersangkutan masih mendapatkan perlindungan berdasarkan perjanjian perlindungan yang dibuat untuknya. Pasal 51

Jika Ketua Lembaga Perlindungan saksi berpendapat bahwa keselamatan orang tersebut masih menghadapi ancaman kendati persidangan bersangkutan telah berakhir, maka Lembaga perlindungan Saksi dapat melanjutkan perlindungan terhadap orang tersebut selama masih dianggapnya perlu,

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 52

(1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam pemberian perlindungan terhadap saksi (2) Hak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya pelanggaran terhadap hak-hak saksi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak saksi kepada pejabat yang berwenang atau Lembaga perlindungan saksi; c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi yang menangani perlindungan saksi dan ; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada pejabat yang berwenang dan Lembaga Perlindungan Saksi sepanjang tidak berkaitan dengan kerahasiaan tentang perlindungan kepada saksi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; d e. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; Pasal 53

(1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik sendiri atau bersama-sama dapat memberikan perlindungan terhadap saksi yang mendapatkan ancaman (2) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, dalam rangka pemberian perlindungan

terhadap saksi dapat melakukan kerja sama dengan pejabat yang berwenang dan atau lembaga perlindungan saksi.

Pasal 54

Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, dapat melakukan pengawasan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pemberian perlindungan kepada saksi yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi.

Pasal 55

(1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak mengajukan keberatan atau gugatan apabila pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi yang tidak memberikan atau lalai dalam memberikan perlindungan terhadap saksi. (2) Gugatan yang dapat dilakukan orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah gugatan perdata. BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 56

(1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik memakai kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan saksi tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a , sehingga saksi tidak memberikan keterangan saksinya pada tahap pemeriksaan tingkat manapun, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada saksi, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Pasal 57

(1) Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga saksi tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan pasal 15, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 58

(1) Setiap orang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena saksi tersebut memberikan keterangan saksi yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 59

Setiap orang yang menyebabkan dirugikan atau dikuranginya hak-hak saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan pasal 15, disebabkan saksi memberikan keterangan yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 9 (sembilan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 60

(1) Setiap orang yang memberitahukan keberadaan saksi yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh Lembaga perlindungan saksi sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidannya ditambah 1/3 (sepertiga). BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61

(1) Lembaga Perlindungan saksi harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku. (2) Sebelum Lembaga Perlindungan saksi dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, maka upaya perlindungan saksi dijalankan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pasal 62

Ketentuan ini berlaku bagi saksi yang sedang menjalani proses hukum, baik didalam atau diluar pengadilan.


Pasal 63

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka segala peraturan perundang-undangan tentang perlindungan saksi lainnya yang tidak bertengan dengan undang-undang ini tetap berlaku.

BAB X KETENTUAN PENUTUP


Pasal 64

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2) Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal………………………. .


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR……..TAHUN……..

TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI

I. UMUM Terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih merupakan prasyarat bagi terwujudnya negara demokrasi sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh komponen bangsa. Pemerintahan yang baik dan bersih akan terwujud jika peradilan diselenggarakan sebagaimana prinsip-prinsip keadilan/fair trial, dimana penghargaan terhadap nilai-nilai hak azasi manusia seiring dan sejalan dengan proses penegakan hukum.

Keberhasilan atas penyelesaian suatu perkara hukum sangat tergantung pada keterangan saksi yang berhasil diungkap atau dimunculkan. Dalam proses penyelesaian perkara terutama yang berkenaan dengan saksi, tidak sedikit perkara yang kandas ditengah jalan disebabkan ketiadaan saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Oleh karena itu, keberadaan saksi merupakan suatu unsur yang sangat menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Peran saksi dalam proses penyelesaian perkara selama ini sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya perkara-perkara yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena keengganan saksi, terutama saksi korban untuk memberikan keterangan saksi kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu.

Perlindungan saksi dalam proses peradilan suatu fakta yang sangat berbeda dengan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah merumuskan sejumlah hak bagi tersangka atau terdakwa yang melindunginya dari berbagai kemungkinan pelangaran Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Oleh karena itu sudah tiba saatnya memberikan perhatian yang lebih besar pada pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan terutama Saksi dan Korban.

Dengan berdasarkan pada asas kesamaan dalam hukum yang menjadi salah satu prasyarat dalam suatu negara hukum, saksi dalam proses peradilan pidana harus pula diberi perangkat hukum untuk menjamin perlindungan hukum. Muatan utama ketentuan tentang perlindungan saksi, pada prinsipnya mengandung beberapa hal pokok, yakni :

1. Definisi tentang saksi 2. Perlindungan dan hak-hak saksi 3. Tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan saksi 4. Lembaga yang menanganni perlindungan saksi 5. Tata cara pemberian perlindungan dan bantuan bagi saksi 6. Peran serta masyarakat dalam perlindungan saksi 7. Sanksi bagi pejabat yang tidak memberikan perlindungan 8. Sanksi bagi orang yang menghalang-halangi perlindungan saksi II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2 Cukup jelas


Pasal 3 Huruf a Cukup Jelas

Huruf b Asas ini merupakan manifestasi dari kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, terutama mereka yang terancam keselamatannya, baik fisik maupun mental dan juga keselamatan ekonominya

Huruf c Bahwa perlindungan terhadap saksi dan hak-hak yang diperoleh saksi tidak mengurangi hak-hak dasar dari seorang tertuduh dalam artian dengan adanya pemberian perlindungan dan hak-hak kepada saksi tidak menjadikan pihak-pihak yang berperkara berkurang hak-haknya yang telah dijamin oleh undang-undang

Huruf d Untuk pemberian jaminan atas kepastian hukum dalam proses pemeriksaan diluar pengadilan bisa ditempuh lewat proses mediasi atau melakukan negosiasi antara saksi dengan penegak hukum, agar perkara pokoknya mendapatkan suatu putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

Huruf e Saksi perlu mendapatkan suatu keamanan yang menyangkut dengan rasa aman dari saksi secara pribadi, misalkan dengan mengubah identitasnya dalam waktu sementara saja atau hanya pada waktu atau setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan. Atau, setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan saksi bisa ditempatkan di shelter atau rumah aman dan saksi akan diawasi selama 24 jam setiap harinya oleh penegak hukum.

Huruf f Non Diskriminasi mengacu pada pembedaan berdasarkan agama, suku, gender, paham politik dan orientasi seksual dan ekonomi.

Huruf g Perhatian khusus adalah perlakuan yang berbeda terhadap saksi karena kondisi dan keadaan saksi.

Huruf h Cukup jelas.


Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5 Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengana ancaman fisik adalah ancaman yang berorientasi pada pencederaan tubuh yang ditujukan untuk mempengaruhi kondisi saksi untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan maksud dilakukannya ancaman tersebut.

Yang dimaksud dengan ancaman Psikologis adalah ancaman yang dimaksudkan untuk mempengaruhi kondisi kejiwaan saksi sebagai akibat dari adanya kondisi yang sengaja dibentuk untuk mempengaruhi psikologi saksi dan termasuk ancaman psikologi ini adalah akibat adanya ancaman fisik.


Huruf b Hak ini diperlukan karena seringkali saksi adalah orang yang awam dan tidak mengetahui hukum beserta prosesnya, sehingga perlu mendapat nasehat dalam menjalani proses peradilan. Hak atas bantuan hukum ini dapat diberikan secara cuma-cuma.

Huruf c Pada kondisi tertentu, saksi membutuhkan orang yang sudah lama dikenal dan ia percayai untuk mendampinginya melewati proses pemberian keterangan saksi. Hak untuk memperoleh Pendampingan ini adalah suatu hak yang berhubungan dengan saksi dalam kelompok rentan dimana saksinya secara emosional dan psikologis masih mengalami trauma atau tekanan yang sanga dan atau membutuhkan bantuan secara khusus, sehingga membutuhkan bantuan dari seorang pendamping.

Huruf d Hak atas kepastian hukum adalah hak bahwa keterangan saksi tidak menjadikan saksi sebagai pihak yang dituntut oleh pihak lain berdasarkan kesaksiannya. Hak ini merupakan jaminan bahwa keterangan saksi dalam sebuah perkara akan dilindungi dari upaya penyalahgunaan untuk kepentingan lain selain kepentingan penyelesaian perkara pidana yang bersangkutan.

Huruf e Hak untuk mendapatkan Informasi mengenai perkembangan perkara dan putusan pengadila adalah suatu hak yang wajib diberikan oleh para penegak hukum kepada saksi, agar saksi dapat ikut memantau perkembangan kasusnya, dan juga agar saksi dapat mengetahui sejauh mana masukan yang telah diberikannya dalam bentuk kesaksian itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan/para penegak hukum.

Huruf f Ketakutan saksi akan adanya pembalasan dendam dari terpidana seringkali cukup beralasan dan ia layak untuk diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. Hak ini untuk menjamin keselamatan saksi atas upaya balas dendam oleh pelaku yang dijatuhi hukuman karena keterangan saksi

Huruf g Hak ini atas penerjemah ini diberikan kepada saksi yang tidak lancar berbahasa Indonesia, dengan maksud untuk memperlancar persidangan sedangkan hak atas penafsir diberikan kepada saksi atau korban yang bisu dan atau tuli.

Huruf h Seringkali saksi dijebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjerat yang mengakibatkan saksi atau korban mendapatkan tekanan ketika menjalani proses persidangan atau menjadi korban dari proses peradilan atau menjadi tersangka akibat kesaksiannya. Oleh karena itu saksi atau korban berhak untuk tidak menjawab segala pertanyaan yang bersifat menjerat

Huruf i Dalam banyak perkara, saksi tidak mempunyai cukup kemampuan membiayai dirinya untuk mendatangi lokasi aparat yang berwenang


sehingga perlu mendapat bantuan biaya dari negara. Ketentuan semacam ini memang sudah ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, akan tetapi sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan

Huruf j Hak untuk tidak didiskrimasi adalah hak untuk diperlakukan sama dengan saksi lainnya. Saksi berjenis kelamin perempuan atau saksi masih anakanak, atau bisa juga karena saksi berasal dari suatu agama tertentu atau saksi mempunyai paham politik tertentu sering dipersalahkan atas perbuatannya, tanpa didengar secara jelas apa yang menjadi pokok permasalahan atau kesaksian apa yang telah disampaikan oleh saksi.

Huruf k Hak untuk mendapatkan ruangan tunggu khusus ini adalah jaminan bahwa saksi mendapatkan perlindungan ketika saksi menunggu ataupun paska pemberian keterangan di depan pengadilan.

Ayat (2) Yang dimaksud keterangan yang benar adalah bukan termasuk dalam tindak pidana sumpah palsu.

Ayat (3) 

Cukup Jelas


Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.


Ayat (3) Kemungkinan adanya pelaku kekerasan adalah justru dari pihak-pihak yang terkait dengan saksi.

Pasal 7

Ayat (1) Yang dimaksud dengan ancaman atau tekanan sangat berat dalam ayat ini adalah ancaman atau tekanan yang menyebabkan saksi dalam kondisi tidak mampu atau tidak dapat dihadirkan dalam persidangan. Ancaman atau tekanan sangat berat juga ini bisa disebabkan karena saksi masih sangat trauma untuk mengungkapkan kesaksiannya didepan banyak orang, atau bisa saja saksi tersebut masih anakanak atau masih di bawah umur, atau bisa saja saksi berasal dari suatu tindak kejahatan yang pelaku utamanya adalah aparat negara atau pemerintah.

Yang dimaksud kondisi yang tidak memungkinkan adalah suatu kondisi dimana saksi tidak bisa hadir secara fisik kedalam ruang sidang. Ini disebabkan karena saksi mengalami trauma, atau saksi mengalami rasa takut, atau bisa saja saksi sedang berada dalam keadaan sakit.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan pemberian keterangan dibawah sumpah secara tertulis, adalah berarti saksi yang akan dihadirkan didalam persidangan ini benar-benar telah menerima panggilan dan identitasnya benar-benar seperti yang disebutkan dalam berkas, agar tidak terjadi kekeliruan dengan orangnya (error in persona).


Yang dimaksud dengan sarana elektronik, adalah sarana teleconference/video conference atau bisa juga kesaksian yang diberikan lewat video camera.

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang yaitu hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum terdakwa.

Ayat (3) Cukup Jelas.


Ayat (4) Yang dimaksud dengan “disamakan nilainya” adalah pemberian kesaksian yang dilakukan dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan kebenaran materiil sebagaimana keterangan saksi dimuka persidangan.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “sidang tertutup” adalah sidang yang dalam kondisi tertentu tidak dibuka untuk umum dan hanya dihadiri oleh para pihak yang berperkara seperti halnya persidangan biasa.

Yang dimaksud dengan “diperiksa secara terpisah” adalah proses pemeriksaan saksi dengan menggunakan media tertentu sehingga saksi dan terdakwa tidak berada dalam satu ruangan tetapi tetap saling berhubungan.

Yang dimaksud “sidang ditempat” adalah proses persidangan yang dilakukan ditempat saksi berada dengan dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

Pasal 8

Ayat (1) Yang dimaksud dengan anak-anak adalah manusia atau orang yang berusia sebelum 18 tahun.

Yang dimaksud dengan orang yang lanjut usia adalah orang-orang yang memiliki batasan umur antara 60 tahun keatas.

Yang dimaksud dengan orang cacat adalah seseorang yang mengalami gangguan atau ketidakfungsian salah satu atau lebih anggota fisiknya secara permanen.

Yang dimaksud “saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan” adalah perempuan yang menjadi korban tindak pidana dengan kekerasan yang menjadi saksi dalam tindak pidana tersebut.

.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kemudahan bagi kebutuhan khusus” adalah segala bentuk bantuan dan fasilitas yang harus diterima oleh saksi untuk menunjang proses pemberian kesaksian karena kondisi saksi

Pasal 9

Ayat (1) Proses pemeriksaan saksi tanpa hadirnya terdakwa dimaksudkan untuk mencegah trauma psikologis yang akan mempengaruhi anak dalam memberikan kesaksian.

Ayat (2) Cukup jelas.


Ayat (3) Peraturan lain yang juga dapat digunakan dalam proses pemeriksaan terhadap saksi anak-anak segala bentuk peraturan yang mengatur tentang anak-anak diantaranta adalah UU No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden RI No. 36 tahun 1990, tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Children, dan Konvensi Hak-hak Anak, yang telah disetujui oleh Majelis Umum PBB, pada tanggal 20 November 1989.(konvensi apakah bisa sebagai acuan?))

Pasal 10

Huruf a Posisi dari pendamping ini sangat penting sekali untuk para saksi yang sudah tergolong kedalam usia yang sudah lanjut. Seorang pendamping yang berasal dari atau berprofesi sebagai perawat yang diperbolehkan ikut secara penuh selama proses pemberian kesaksian.

Huruf b Alat bantu dengar ini wajib diberikan kepada saksi yang sudah berumur lanjut dengan tujuan untuk memperlancar proses pemeriksaan di persidangan.

Huruf c Tentang tempat duduk dari saksi juga sangat penting sekali perannya didalam persidangan, yaitu dengan mengingat saksi berada dalam kondisi yang sudah lemah.

Pasal 11

Huruf a Kebutuhan akan pendamping bagi saksi ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis dan kemudahan bagi saksi selama menjalani proses pemeriksaan kesaksian. Pendamping ini bisa dari kalangan perawat atau orang yang memang merawat saksi sejak awal sebelum menjadi saksi ataupun pekerja sosial yang biasa sebagai pendamping.

Huruf b Pemberian kursi roda untuk orang cacat di persidangan bertujuan untuk mempermudah saksi untuk mobilisasi, jika saksi harus maju kedepan menemui hakim untuk meyakinkan apakah barang bukti yang dihadirkan itu benar atau tidak

Huruf c Cukup jelas


Huruf d Cukup jelas


Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup jelas


Ayat (3) Penderitaan fisik dan atau psikologis yang berat adalah segala bentuk penderitaan baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan saksi korban kehilangan atau


rusaknya anggota tubuh dan terganggunya psikologis saksi akibat tindak kejahatan.

Huruf a Bantuan medis adalah bantuan yang berupa pengobatan medis bagi saksi korban sebagai akibat dari tindak kejahatan yang mereka alami.

Huruf b Dalam hal ini Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya, bantuan psikolog sangat diperlukan untuk membantu kembali menjalani kehidupanya yang telah dikacaukan oleh adanya tindak kejahatan pada mereka.

Pasal 13 Ayat (1)

Huruf a Kompensasi merupakan ganti kerugian yang diberikan negara kepada korban tindak pidana .

Huruf b Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan pelaku tindak pidana kepada korban. Hak ini adalah bentuk tanggung jawab pada pelaku dan kepeduliannya pada penderitaan korban

Ayat (2) Cukup jelas.


Ayat (3) Cukup jelas


Pasal 14 Ayat (1)

Huruf a 

Yang dimaksud dengan pemulihan fisik maupun psikologis adalah upaya perbaikan terhadap fisik maupun mental saksi sebagai akibat tindak pidana yang terjadi terhadap saksi sehingga saksi dapat memberikan kesaksian secara tenang dan tanpa gangguan fisik maupun mentalnya.

Huruf b 

Kekhususan dari ruang untuk saksi perempuan korban tindak pidana dengan adalah untuk menjaga kondisi saksi agar dalam pemberian kesaksian tidak terganggu.

Huruf 

c Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas


Pasal 15

Ayat (1) Yang dimaksud “dalam perkara yang sama” adalah bahwa saksi juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama tetapi dengan berkas yang berbeda atau disidangkan secara terpisah.

Ayat (2)


Kejahatan yang berdampak luas adalah kejahatan yang mempunyai implikasi atau pengaruh luas terhadap masyarakat baik karena akibatnya pada masyarakat atau karena kasusnya menjadi perhatian masyarakat.

Kejahatan yang terorganisir adalah segala bentuk kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara terorganisir dan dalam pelaksanaannya melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan tertentu dengan jaringan tertentu pula yang biasanya lintas negara.

Pelanggaran Ham berat adalah kejahatan yang berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. .

Ayat (3) Pembedaan tempat menjalani pidana penjara ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada saksi yang teleh memberikan keterangan yang memberatkan terdakwa lain dari kemungkinan terjadinya balas dendam terhadap saksi tersebut.

Pasal 16 Cukup Jelas

Pasal 17

Ayat (1) Maksud dari kata mandiri disini adalah bahwa lembaga ini tidak berada atau dibawah struktur lembaga negara yang telah ada.

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (2) Cukup Jelas


Pasal 18 Cukup Jelas

Pasal 19

Huruf a 

Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang lembaga perlindungan saksi.

Huruf b Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil alkhir kegiatan lembaga perlindungan saksi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf c Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja lembaga perlindungan saksi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.


Pasal 20 Huruf a Cukup jelas

Huruf b Cukup jelas


Huruf c Cukup jelas


Huruf d Cukup jelas


Huruf e Yang dimaksud dengan melakukan koordinasi adalah melakukan kerja sama dalam hubungan resmi sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

Huruf f Yang dimaksud dengan pengumpulan data atau informasi adalah proses pencarian segala bahan baik berupa informasi lesan maupun dokumen resmi dalam rangka proses pelaksanaan progran perlindungan saksi .

Huruf g Yang dimaksud dengan melakukan pengawasan adalah segala proses pemantauan atas berjalannya program perlindungan saksi..

Huruf h Cukup jelas


Huruf i Cukup jelas


Pasal 21 Huruf a Cukup Jelas

Huruf b Yang dimaksud dengan “menetapkan langkah-langkah dan tata cara “ adalah bahwa lembaga perlindungan saksi berwenang membuat prosedur kerja dalam menjalankan organisasinya dan prosedur hubungan antara lembaga perlindungan saksi dengan perwakilannya di daerah.

Huruf c Cukup jelas


Huruf d Cukup jelas


Huruf e Cukup jelas


Huruf f Lembaga perlindungan saksi harus mendapatkan akses langsung dan penuh terhadap setiap acara persidangan dan pernyataan yang diungkapkan saksi, dan terhadap setiap bukti yang telah disampaikan dalam persidangan, dan Lembaga Perlindunan Saksi berhak mendapatkan salinan dari pernyataan atau bukti itu.


Huruf g Cukup jelas


Pasal 22 Cukup jelas

Pasal 23 Cukup jelas

Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “ditunjuk” adalah kewenangan untuk menetapkan anggota lembaga perlindungan saksi dari institusi yang dimaksud ada pada pimpinan melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh lembaga tersebut.

Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup Jelas


Ayat (3) Yang dimaksud dengan “transparan” adalah masyarakat dapat mengikuti proses dan mekanisme pencalonan dan pemilihan anggota Lembaga Perlindungan Saksi.

Yang dimaksud dengan melibatkan partisipasi masyarakat adalah adanya mekanisme bagi publik untuk memberikan masukan dan informasi atas proses pencalonan dan pemilihan lembaga perlindungan saksi.

Pasal 26 Cukup jelas

Pasal 27 Cukup jelas

Pasal 28 Cukup jelas

Pasal 29 Cukup Jelas

Pasal 30 Ayat (1) Cukup Jelas


Ayat (2) Keahlian disini adalah keahlian yang berkaitan dengan perlindungan dan keamanan saksi, keahlian yang berhubungan dengan hukum dan administrasi, keahlian dalam masalah anak-anak yang mengalami trauma, masalah orang tua atau manusia lanjut usia, masalah orang cacat atau tidak mampu melakukan halhal yang tidak mampu ia lakukan, masalah keanegaragaman gender dan kultural, dan keahlian penafsiran (interpretasi) dan penerjemahan.

Ayat 3 Cukup Jelas


Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Mekanisme dengan suara terbanyak ini juga disebut dengan mekanisme voting

Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “orang-orang dan atau institusi atau lembaga publik” adalah pihak-pihak non lembaga negara yang mempunyai kompetensi untuk melakukan perlindungan saksi dan atau selama ini telah melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap saksi.

Ayat (3) Cukup jelas.


Pasal 33 Cukup jelas

Pasal 34 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “mempunyai cukup alasan atau yakin” adalah adanya bukti-bukti awal yang menunjukkan bahwa saksi merasa kesalamatannya terancam

Ayat (2) Cukup jelas


Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah polisi, jaksa dan hakim dan pejabat lainnya yang pada saat pemeriksaan saksi merupakan pihak yang mempunyai kewenangan terhadap pemeriksaan saksi tersebut.


Pasal 36 Cukup jelas

Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “membuat permohonan” dalam hal ini adalah menyalin permohonan lesan dari pemohon ke bentuk tertulis sesuai dengan format yang telah ada.

Ayat (3) Cukup jelas


Pasal 38 Cukup jelas

Pasal 39 Bahwa lembaga perlindungan saksi dapat mengambil inisiatif untuk melakukan perlindungan jika dalam pemantauannya menunjukkan bahwa perlu melakukan perlindungan terhadap seorang saksi.

Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Huruf a Cukup jelas


Huruf b Cukup jelas


Huruf c Cukup jelas


Huruf d Lembaga perlindungan saksi menilai apakah kesaksian yang akan diungkapkan oleh saksi mempunyai arti penting dan relevansi yang memadai untuk mendukung proses penyelesaian perkara.

Huruf e Cukup jelas


Huruf f Yang dimaksud dengan “biaya” adalah anggaran yang akan diperlukan untuk menjalankan program perlindungan terhadap saksi tertentu.


Huruf g Yang dimaksud dengan “kemungkinan cara lain” adala cara-cara perlindungan yang telah ada yang dilakukan secara langsung oleh aparat keamanan atau masyarakat tanpa mengacu pada tata cara perlindungan sesuai dengan undang-undang ini.

Huruf h Cukup jelas.


Ayat (3) Cukup jelas


Ayat (4) Cukup jelas


Ayat (5) Cukup Jelas


Pasal 41

Ayat (1) Bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial dapat diberikan kepada korban tanpa harus menunggu proses administrasi yang panjang, karena korban dalam kondisi tertentu harus mendapatkan perawatan medis dan psikologis yang bersifat segera.

Ayat (2) Cukup jelas


Ayat (3) Cukup jelas


Pasal 42 Cukup jelas

Pasal 43 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas

Huruf b Yang dimaksud dengan “menyetujui” adalah saksi setuju dengan syaratsyarat adanya perlindungan sementara yang diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi.

Ayat (2) Cukup Jelas


Pasal 44 Cukup jelas

Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)


Syarat-syarat mutlak adalah syarat yang dituangkan dalam perjanjian perlindungan sesuai dengan pasal 42 ayat (2) undang-udang ini.

Ayat (3) Cukup jelas


Pasal 46 Cukup jelas

Pasal 47 Penangguhan perlindungan ini adalah berkaitan dengan adanya pelanggaran oleh saksi tehadap perjanjian perlindungan

Pasal 48 Cukup jelas

Pasal 49 Huruf a Cukup jelas

Huruf b Cukup jelas


Huruf c Saat membuat permohonan untuk mendapatkan perlindungan, dengan sengaja saksi menyampaikan informasi atau detail yang salah atau menyesatkan, atau membuat pernyataan yang salah atau menyesatkan, atau dengan sengaja tidak mengungkapkan informasi atau detail tertentu di dalam permohonannya;

Huruf d Karena tindakan dari saksi yang dilindungi tersebut menjadi ancaman terhadap keutuhan program perlindungan saksi di bawah Undang-Undang ini. perbuatannya telah atau mungkin akan membahayakan keselamatan orang yang dilindungi

Huruf e Cukup jelas


Huruf f Setelah menerima pemberitahuan tertulis dari pihak yang berkepentingan yang mengatakan bahwa bukti dari saksi sudah tidak dibutuhkan lagi dalam persidangan atau bahwa persidangan telah berakhir

Huruf g Cukup jelas


Huruf h Cukup jelas


Huruf I Cukup jelas


Pasal 50 Cukup jelas


Pasal 51 Cukup jelas

Pasal 52 Cukup jelas

Pasal 53 Cukup jelas

Pasal 54 Cukup jelas

Pasal 55 Cukup jelas

Pasal 56 Cukup jelas

Pasal 57 Cukup jelas

Pasal 58 Cukup jelas

Pasal 59 Cukup jelas

Pasal 60 Cukup jelas

Pasal 61 Cukup Jelas

Pasal 62 Cukup Jelas

Pasal 63 Cukup Jelas

Pasal 64 Cukup Jelas